Jakarta (ANTARA News) - Kepala Kantor Staf Presiden (KSP), Moeldoko, berharap keberadaan mesjid di Indonesia bukan hanya menjadi tempat ibadah, namun juga pemberdayaan masyarakat. 

Menurut mantan panglima TNI ini, operasionalisasi mesjid sering kali tidak terpenuhi biaya dari sumbangan jemaah, untuk itu perlu memanfaatkan sejumlah aset mesjid agar bisa mendatangkan pemasukan, asalkan fungsi utama mesjid sebagai rumah ibadah tetap tidak terganggu.
 
Ia pun bercerita tentang mesjid dan Pusat Islam di Jombang, Jawa Timur yang dia bangun. “Bukan saya mau riya (ingin dipuji) tapi saya contohkan, di Islamic Center di Jombang, dibangun toko oleh-oleh di bagian depannya, ini untuk dikelola agar masjid tidak meminta-minta di jalanan,” katanya, dalam keterangan yang diterima, Rabu.  

Islamic Center Moeldoko juga memiliki gedung pertemuan dan barak untuk musafir, hingga panti asuhan yatim piatu. Ia berharap komplek Islamic Center seluas hampir 1 Ha itu bisa memberdayakan masyarakat Jombang.   

Moeldoko menegaskan pengelolaan mesjid yang menampung sekitar 1.500 jemaah dan Pusat Islam itu diserahkan ke pemerintah Kabupaten Jombang, kecuali untuk panti asuhan, tetap ditanganinya.

Terkait fungsi lain dari mesjid itu, menurut Ketua Umum Pemuda Muhammadiyah, Dahnil Azhar Simanjuntak, seharusnya tidak menjadi masalah. 

Dalam kesempatan terpisah, Simanjuntak mengatakan, mesjid sejatinya adalah pusat peradaban Islam dengan segala kegiatan ekonomi, politik, atau kebudayaannya. “Jadi jangan dianggap masjid hanya untuk tempat ibadah saja,” katanya kepada wartawan. 

Oleh karena itu, ia sepakat bahwa semangat membangun masjid adalah juga untuk membangun peradaban. Apalagi bila pembangunannya dilakukan tanpa harus meminta-minta di tepi jalan, karena di luar cara itu, menurutnya bisa juga dilakukan lewat pemberian bantuan sosial dari pemerintah, dari kelompok usaha sosial masyarakat, atau dana CSR.

"Kita perkuat semangat sedekahnya,” kata Simanjuntak.

Fungsi lain masjid, di luar sebagai tempat kegiatan ibadah, mendapat penguatan dari argumen Wakil Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia, Didin Hafidhuddin. Menurut dia, pada zaman keemasan Islam, hampir semua kegiatan berporos di mesjid. Mulai dari ibadah, sosial, ekonomi, kesejahteraan, hingga pendidikan. 

Dalam konteks sosial, dia menyampaikan, mesjid bisa menjadi penghubung antara kaum yang kurang mampu dengan jemaah yang lebih mampu secara ekonomi. Dalam konteks pendidikan, mesjid bisa mengambil peran sebagai penjamin anak-anak kurang mampu agar mereka bisa terus mendapat akses pendidikan atau memberikan beasiswa.

"Andaikan setiap mesjid [menyekolahkan] dua orang anak dhuafa, bayangkan, berapa juta anak yang bisa diatasi, diberikan harapan pendidikan," ujar dia.

Selain itu, keberadaan komunitas remaja mesjid dinilai mampu membangun karakter generasi muda. "Banyak contoh remaja masjid yang melakukan aktivitasnya sejalan dengan kebutuhan pemuda, dan melahirkan pemuda yang menjadi pimpinan bangsa,” kata dia.
 
Imam Besar Mesjid Istiqlal, Nasaruddin Umar, menyebut, peranan masjid sangat penting dalam pembinaan karakter generasi muda. 

Menurut dia, Nabi Muhammad SAW juga memberdayakan masyarakat di mesjid. "Pada zaman Nabi menjadi pusat ekonomi, pendidikan bahkan kantor pengadilan. Mesjid menjadi pusat informasi dan kemajuan zaman,” kata Umar kepada wartawan, di Jakarta.
 
Ia mengakui dari sekitar 800 ribu masjid yang ada di Indonesia, belum seluruhnya dijadikan tempat pemberdayaan masyarakat. 
 
“Coba setiap masjid ada minimarket karena makanannya terjamin halal, masjid bisa jadi pusat ekonomi juga,” kata anggota Majelis Mustasyar Dewan Masjid Indonesia itu. Selain itu, dia berharap pendidikan agama di sekolah juga dipindah di mesjid. 

Alasannya, kata dia, guru bisa mengontrol langsung tata cara siswa dalam belajar agama, baik cara wudhu, pakai mukena atau ibadah. "Jadi pendidikan agama tidak perlu belajar di atas meja terus," ucapnya.

Pewarta: Joko Susilo
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2018