Jakarta (ANTARA News) - Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyatakan bahwa anak yang ditahan di dalam sel di satu sekolah menengah kejuruan di Batam, Kepulauan Riau, mengalami trauma berat.

"RS mengalami tekanan psikologis karena mengalami kekerasan fisik dan perundungan lewat dunia maya. Anak tersebut membutuhkan rehabilitasi medis maupun psikis," kata Komisioner KPAI Retno Listiyarti saat konferensi pers di Jakarta, Rabu.

Ia menjelaskan bahwa RS pada 8 September mendapat hukuman karena dituduh teman-temannya mencuri uang sewaktu praktik kerja lapangan di Jakarta dan dipaksa mengakui perbuatan yang tidak dia lakukan.

RS sempat berencana kabur dengan naik pesawat untuk kembali ke Batam namun sesampainya di bandara ditangkap oleh satu pembina sekolah berinisial ED, yang langsung membawanya ke sekolah.

Menurut laporan yang diterima KPAI, dalam perjalanan ke sekolah RS mengalami kekerasan fisik dan kemudian disuruh berjalan jongkok di pekarangan sekolah yang beraspal dalam kondisi tangan masih diborgol disaksikan oleh teman-temannya. Kejadian itu didokumentasikan.

RS berada di dalam sel tahanan sekolah selama dua hari dalam keadaan tangan diborgol dan menghadapi tindak kekerasan dari pembina sekolah berinisial ED menurut laporan yang diterima KPAI.

Sekolah tersebut memang banyak dikendalikan oleh ED, anggota kepolisian sekaligus pemodal sekolah yang mengirimkan foto-foto penangkapan RS kepada orangtua dan kerabat RS, dan menyebarkannya lewat sosial media.

KPAI telah melayangkan surat ke kepolisian setempat untuk mengusut kasus tersebut dan mendorong Dinas Pendidikan dan Inspektorat Provinsi Kepulauan Riau menyelidiki sekolah tersebut.

Catatan Editor: penambahan informasi dilakukan pada Rabu (12/9) pukul 19.28 WIB mengenai tempat praktik kerja lapangan siswa bersangkutan menurut laporan yang diterima KPAI.

Baca juga: KPAI ungkap temuan sel tahanan di satu sekolah Batam
 

Pewarta: Aubrey Kandelila Fanani
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2018