Kerja sama dengan BPJS TK ini mungkin satu-satunya Bawaslu provinsi di Indonesia yang melaksanakan program perlindungan sosial ini
Palu (ANTARA) - Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan (BPJS TK) memberikan perlindungan sosial berupa jaminan kecelakaan kerja dan jaminan kematian kepada seluruh pengawas pemilu di tempat pemungutan suara (TPS).

"Kami bekerja sama dengan Bawaslu Sulteng untuk menyelenggarakan dua program perlindungan bagi pengawas pemilu di TPS-TPS," kata Kepala BPJS TK Cabang Palu, Muhyiddin saat dihubungi dari Palu, Selasa.

Menurut dia, tercatat 9.192 pengawas TPS dari 12 kabupaten dan Kota Palu yang mengikuti program perlindungan tersebut.

Ia mengapresiasi Bawaslu Sulteng yang menjalin kerja sama dengan BPJS TK dan mungkin satu-satunya Bawaslu provinsi di Indonesia yang melaksanakan program perlindungan sosial ini.

Menurut dia, pengawas pemilu tingkat TPS (P-TPS) menghadapi risiko kerja yang cukup besar, apalagi yang ditugaskan di daerah terpencil dengan jarak yang jauh dan medan yang berat.

Bila ada di antara mereka yang mengalami kecelakaan kerja dan meninggal dunia, katanya, akan mendapatkan santunan kecelakaan kerja sebesar 48 kali upah yang dilaporkan dan bila mengalami sakit karena kecelakaan kerja, akan mendapatkan perawatan hingga pulih total.

Sedangkan bila peserta program ini meninggal dunia bukan karena kecelakaan kerja, akan mendapatkan santunan kematian yang bernilai sekitar Rp24 juta.

Ketika ditanya perlindungan terhadap anggota Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) di bawah KPU, Indhy, panggilan akrab Muhyiddin mengaku sempat menawarkan juga program ini ke KPU Sulteng, namun hingga pelaksanaan pencoblosan, tidak ada realisasinya.

Kepala Sekretariat Bawaslu Sulteng Anayanti Sofianita yabng dihubungi terpisah menjelaskan bahwa pihaknya melindungi pengawas TPS ke BPJS Ketenagakerjaan mengingat risiko tugas yang besar dihadapi P-TPS dan iurannya juga sangat ringan bila dibandingkan dengan manfaat yang akan diperoleh bila P-TPS mengalami kecelakaan atau sakit.

Anayanti mengakui bahwa iuran tersebut diambil dari honorarium dan uang transport yang disediakan untuk para P-TPS karena anggaran ini tidak bisa diajukan ke Ditjen Anggaran Kemenkeu sebab masa tugas P-TPS hanya satu hari dan dianggap tidak memenuhi syarat untuk dibiayai dalam pos anggaran Bawaslu.

"Dalam program bimbingan teknis kepada para P-TPS, kami menawarkan program perlindungan bekerja sama BPJS TK ini, dan semua setuju, sehingga kami realisasikan dengan mengambil anggarannya dari honorarium P-TPS," ujarnya.

Menurut dia, P-TPS dalam menjalankan tugas menerima honorarium Rp550.000/orang, uang makan Rp150.000 dan uang transpor sesuai jarak TPS masing-masing.

"Bahkan untuk beberapa TPS yang jauh dan tantangannya berat, kami masih menambah lagi uang transport mereka. Jadi potongan Rp5.500/orang untuk iuran BPJS TK tersebut sangatlah ringan," ujarnya.

Terkait kasus yang terjadi, Anayanti mengaku sampai saat ini, tidak ada laporan P-TPS di Sulteng yang meninggal dunia dalam tugas, namun sampai hari ini sudah masuk laporan 51 P-TPS yang sakit, 13 orang mengalami kecelakaan lalu lintas dan dua orang mengalami tindak kekerasan dan harus mendapatkan perawatan di rumah sakit.

"Klaim santunan untuk mereka sedang dalam proses," katanya.

Baca juga: BPJS-TK hapus denda iuran korban gempa Sulteng

Baca juga: Bawaslu tempuh empat langkah lindungi hak pilih korban bencana Sulteng

Baca juga: Peserta BPJS Ketenagakerjaan Sulteng naik 145 persen

Pewarta: Rolex Malaha
Editor: Andi Jauhary
Copyright © ANTARA 2019