Bandar Lampung (ANTARA) - Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi akan menerapkan Teknologi Modifikasi Cuaca untuk memunculkan hujan buatan mengatasi kekeringan yang berdampak puso di Jawa, Bali dan Nusa Tenggara akan  dilakukan menunggu munculnya potensi awan.

Kepala Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi Hammam Riza di Bandar Lampung, Jumat, mengatakan Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) untuk mengatasi kekeringan yang bisa mengakibatkan gagal panen atau puso akan dilakukan BPPT saat ada potensi awan muncul di Jawa, Bali dan Nusa Tenggara.

“Dengan kecilnya potensi awan, BPPT mengusulkan satu armada CN295 milik TNI AU untuk stand-by di TMC Jawa Tengah sehingga dapat mengantisipasi jika ada awan yang tumbuh di Jawa, Bali dan Nusa Tenggara untuk disemai. Dan nanti di bulan Oktober, kita butuh 2-3 pesawat sehingga penyemaiannya menjadi maksimal di situ karena awan mulai tumbuh,” kata Hammam.

Dalam rapat terbatas dengan Presiden Jokowi beberapa waktu lalu telah disetujui upaya mengatasi bencana mitigasi kekeringan dengan segera melaksanakan upaya hujan buatan untuk mengatasi kekeringan saat ini.

Mekanisme penanganan bencana kekeringan, kata dia, dengan melaksanakan hujan buatan di daerah-daerah yang sudah ditetapkan dan dikerjasamakan dengan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). “Ini penting karena biaya untuk hujan buatan tidak sedikit, biayanya sekitar Rp100 juta per hari, tergantung daerahnya”.

Selain itu, Hammam mengatakan Menteri Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Eko Putro Sandjojo juga telah berkoordinasi dengan BPPT, karena ini bagian dari upaya memberikan hujan-hujan bagi desa yang kekeringan. Jika tidak, petani-petani yang akan merasakan dampaknya, dan bisa mengalami gagal panen.

“Karenanya Menteri Desa sangat menaruh perhatian di sini, kita sudah memberikan benefit and cost analisis terhadap kegiatan TMC untuk kekeringan di desa-desa,” ujar dia.*

Baca juga: BNPB siapkan hujan buatan untuk atasi kekeringan

Baca juga: BPPT imbau masyarakat hemat air saat kemarau


Pewarta: Virna P Setyorini
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2019