Jakarta (ANTARA) - Pers telah memegang peranan penting dalam kehidupan bermasyarakat sejak pertama kali kemunculannya. Keberadaan pers menjadi pegangan bagi publik untuk memperoleh informasi atau berita yang akurat, faktual, dan berimbang.
Pers bisa memperoleh kepercayaan tersebut berkat kedisiplinannya dalam menjalankan kerja-kerja jurnalistik. Verifikasi, konfirmasi, hingga meliput dari dua sudut pandang berbeda menjadi prinsip yang dipegang teguh oleh para insan pers.
Dengan berpegangan pada prinsip-prinsip tersebut, pers bisa menelurkan karya jurnalistik yang berkualitas dan dipercaya khalayak.
Seiring berjalannya waktu, pers, jurnalisme, dan media massa kini harus menghadapi berbagai tantangan, terlebih di era disrupsi digital.
Disrupsi digital bisa dimaknai sebagai era munculnya inovasi dan perubahan secara fundamental yang disebabkan hadirnya teknologi digital.
Mengutip pernyataan Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G Plate yang disampaikan dalam Konvensi Nasional Media Massa di Medan, Sumatera Utara, Rabu (8/2), setidaknya terdapat tiga tantangan yang dihadapi pers di era disrupsi digital saat ini.
Tantangan pertama, dalam tahun-tahun mendatang industri tidak lagi hanya ditentukan oleh seberapa cepat teknologi digital dapat diadopsi, tetapi seberapa cepat konten digital dapat ditransmisikan untuk memenuhi ekspektasi audiens.
Tantangan kedua, mengenai penyebaran misinformasi, disinformasi, dan malainformasi yang kian marak di ruang digital. Keberadaan pers diharapkan bisa menangkal peredaran informasi palsu tersebut, sehingga dapat menghadirkan ruang digital yang bersih dan bermanfaat.
Pers juga diharapkan tidak lagi terjebak dalam jurnalisme clickbait. Pers harus memosisikan diri sebagai medium untuk memberikan kepastian kepada masyarakat di tengah pesatnya arus informasi.
Insan pers wajib untuk tetap menjaga kualitas dalam menyajikan pemberitaan, guna merawat kepercayaan publik yang telah terbangun selama ini.
Tantangan ketiga, kemajuan digital yang mendorong para audiens secara perlahan bergeser mengakses media digital dibanding media konvensional sebagai sumber pencarian informasi.
Menurut laporan Reuters Institute Digital News 2023, media daring menjadi sumber yang paling banyak diakses masyarakat dengan persentase 88 persen, termasuk media sosial 68 persen, sedangkan media konvensional televisi sekitar 57 persen, dan media cetak berada di titik paling bawah, yaitu 17 persen.
Tantangan lainnya yang dihadapi pers saat ini adalah perkembangan teknologi kecerdasan buatan. Saat ini, mulai bermunculan teknologi berbasis kecerdasan buatan yang bisa meniru, bahkan menggantikan pekerjaan-pekerjaan manusia, termasuk jurnalis.
Salah satunya ChatGPT. ChatGPT, sebagai perangkat lunak berbasis kecerdasan buatan yang bisa menjawab pertanyaan apapun dengan cara-cara yang mendekati manusia. Selain menjawab, ChatGPT juga bisa membuat tulisan yang panjang, bahkan esai, puisi dan lelucon.
Kehadiran teknologi, seperti ChatGPT, menjadi tantangan bagi berbagai bidang pekerjaan, termasuk pers. Kemampuan ChatGPT yang bisa membuat tulisan panjang, seperti artikel, bukan tidak mungkin akan menggantikan peran pers di masa mendatang.
Sebagaimana yang disampaikan oleh Ketua Dewan Pers Ninik Rahayu, berbagai tantangan yang ada saat ini bukan sekadar permasalahan domestik di masing-masing perusahaan pers, tetapi juga merupakan permasalahan pers nasional yang harus diatasi bersama.
Di tengah-tengah berbagai tantangan, pers harus senantiasa bisa membangun inovasi yang unik, adaptif dan kekinian. Dengan inovasi dan adaptasi, pers akan mampu mengeksplorasi berbagai peluang tanpa harus mengorbankan independensi dan profesionalisme wartawan.
Baca juga: Opini - HPN 2023 dan optimalisasi kompetensi wartawan
Misalnya saja soal kecerdasan buatan. Alih-alih menjadikannya sebagai ancaman, pers bisa memanfaatkan kemajuan teknologi digital tersebut untuk mendatangkan berbagai peluang besar, baik bagi pers, media, dan jurnalistik itu sendiri. Namun, hal itu tentu perlu diimbangi dengan kemampuan kecepatan beradaptasi oleh para insan pers.
Seiring dengan masifnya perkembangan teknologi digital dan kemunculan media-media baru dalam dunia pers, hal itu juga mendorong urgensi pengaturan payung hukum untuk memfasilitasi terbukanya peluang-peluang baru agar perusahaan pers tetap dapat berkarya.
Baru-baru ini, telah diumumkan bahwa pemerintah tengah menyiapkan aturan dalam bentuk peraturan presiden (perpres) yang disebut sebagai Perpres "Media Sustainability".
Dalam perpres tersebut akan diatur mengenai mekanisme pola kerja sama dan hubungan antara media dengan platform global, demi ekosistem pers yang berkeadilan. Hal ini tentu menjadi angin segar bagi industri pers ke depan.
Optimisme bahwa pers nasional mampu mengatasi berbagai tantangan tersebut harus tetap menyala. Kebebasan pers yang sudah dirasakan bersama, harus tetap dijaga dalam koridor bebas yang bertanggung jawab.
Baca juga: Telaah - Jurnalis tak sekadar sebagai pencatat sejarah kepemiluan
Konteks bebas yang bertanggung jawab adalah tetap menggunakan profesi wartawan dengan prinsip-prinsip kode etik jurnalistik, berpedoman pada prinsip-prinsip keberagaman, ke-Indonesia-an, dan ke-bhinnekaan.
Tentu optimisme ini harus terus dipupuk dan bukan sekadar mimpi tanpa aksi, melainkan bersama-sama mengambil langkah konkret dengan membaca berbagai peluang dan meningkatkan inovasi demi menjaga kemerdekaan pers dan keberlangsungan pers di tengah era disrupsi digital.
Puncaknya, pers juga harus tetap berpegang teguh pada idealisme, bersikap objektif, dan tidak tergelincir dalam polarisasi menjelang berlangsungnya Pemilu Serentak 2024.
Baca juga: Artikel - Merawat taman sari Indonesia, menolak politik identitas
Mengutip pesan Presiden Joko Widodo dalam acara puncak Hari Pers Nasional (HPN) 2023, media harus mendorong pelaksanaan Pemilu 2024 agar berjalan jujur dan adil, serta meneguhkan persatuan Indonesia.
Media massa juga harus tetap menjadi pilar demokrasi yang keempat dan menjadi referensi utama masyarakat dalam mendapatkan informasi. Selamat Hari Pers Nasional 2023. Pers bebas, demokrasi bermartabat.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Merawat keberlangsungan pers di tengah tantangan disrupsi digital
Pers bisa memperoleh kepercayaan tersebut berkat kedisiplinannya dalam menjalankan kerja-kerja jurnalistik. Verifikasi, konfirmasi, hingga meliput dari dua sudut pandang berbeda menjadi prinsip yang dipegang teguh oleh para insan pers.
Dengan berpegangan pada prinsip-prinsip tersebut, pers bisa menelurkan karya jurnalistik yang berkualitas dan dipercaya khalayak.
Seiring berjalannya waktu, pers, jurnalisme, dan media massa kini harus menghadapi berbagai tantangan, terlebih di era disrupsi digital.
Disrupsi digital bisa dimaknai sebagai era munculnya inovasi dan perubahan secara fundamental yang disebabkan hadirnya teknologi digital.
Mengutip pernyataan Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G Plate yang disampaikan dalam Konvensi Nasional Media Massa di Medan, Sumatera Utara, Rabu (8/2), setidaknya terdapat tiga tantangan yang dihadapi pers di era disrupsi digital saat ini.
Tantangan pertama, dalam tahun-tahun mendatang industri tidak lagi hanya ditentukan oleh seberapa cepat teknologi digital dapat diadopsi, tetapi seberapa cepat konten digital dapat ditransmisikan untuk memenuhi ekspektasi audiens.
Tantangan kedua, mengenai penyebaran misinformasi, disinformasi, dan malainformasi yang kian marak di ruang digital. Keberadaan pers diharapkan bisa menangkal peredaran informasi palsu tersebut, sehingga dapat menghadirkan ruang digital yang bersih dan bermanfaat.
Pers juga diharapkan tidak lagi terjebak dalam jurnalisme clickbait. Pers harus memosisikan diri sebagai medium untuk memberikan kepastian kepada masyarakat di tengah pesatnya arus informasi.
Insan pers wajib untuk tetap menjaga kualitas dalam menyajikan pemberitaan, guna merawat kepercayaan publik yang telah terbangun selama ini.
Tantangan ketiga, kemajuan digital yang mendorong para audiens secara perlahan bergeser mengakses media digital dibanding media konvensional sebagai sumber pencarian informasi.
Menurut laporan Reuters Institute Digital News 2023, media daring menjadi sumber yang paling banyak diakses masyarakat dengan persentase 88 persen, termasuk media sosial 68 persen, sedangkan media konvensional televisi sekitar 57 persen, dan media cetak berada di titik paling bawah, yaitu 17 persen.
Tantangan lainnya yang dihadapi pers saat ini adalah perkembangan teknologi kecerdasan buatan. Saat ini, mulai bermunculan teknologi berbasis kecerdasan buatan yang bisa meniru, bahkan menggantikan pekerjaan-pekerjaan manusia, termasuk jurnalis.
Salah satunya ChatGPT. ChatGPT, sebagai perangkat lunak berbasis kecerdasan buatan yang bisa menjawab pertanyaan apapun dengan cara-cara yang mendekati manusia. Selain menjawab, ChatGPT juga bisa membuat tulisan yang panjang, bahkan esai, puisi dan lelucon.
Kehadiran teknologi, seperti ChatGPT, menjadi tantangan bagi berbagai bidang pekerjaan, termasuk pers. Kemampuan ChatGPT yang bisa membuat tulisan panjang, seperti artikel, bukan tidak mungkin akan menggantikan peran pers di masa mendatang.
Sebagaimana yang disampaikan oleh Ketua Dewan Pers Ninik Rahayu, berbagai tantangan yang ada saat ini bukan sekadar permasalahan domestik di masing-masing perusahaan pers, tetapi juga merupakan permasalahan pers nasional yang harus diatasi bersama.
Di tengah-tengah berbagai tantangan, pers harus senantiasa bisa membangun inovasi yang unik, adaptif dan kekinian. Dengan inovasi dan adaptasi, pers akan mampu mengeksplorasi berbagai peluang tanpa harus mengorbankan independensi dan profesionalisme wartawan.
Baca juga: Opini - HPN 2023 dan optimalisasi kompetensi wartawan
Misalnya saja soal kecerdasan buatan. Alih-alih menjadikannya sebagai ancaman, pers bisa memanfaatkan kemajuan teknologi digital tersebut untuk mendatangkan berbagai peluang besar, baik bagi pers, media, dan jurnalistik itu sendiri. Namun, hal itu tentu perlu diimbangi dengan kemampuan kecepatan beradaptasi oleh para insan pers.
Seiring dengan masifnya perkembangan teknologi digital dan kemunculan media-media baru dalam dunia pers, hal itu juga mendorong urgensi pengaturan payung hukum untuk memfasilitasi terbukanya peluang-peluang baru agar perusahaan pers tetap dapat berkarya.
Baru-baru ini, telah diumumkan bahwa pemerintah tengah menyiapkan aturan dalam bentuk peraturan presiden (perpres) yang disebut sebagai Perpres "Media Sustainability".
Dalam perpres tersebut akan diatur mengenai mekanisme pola kerja sama dan hubungan antara media dengan platform global, demi ekosistem pers yang berkeadilan. Hal ini tentu menjadi angin segar bagi industri pers ke depan.
Optimisme bahwa pers nasional mampu mengatasi berbagai tantangan tersebut harus tetap menyala. Kebebasan pers yang sudah dirasakan bersama, harus tetap dijaga dalam koridor bebas yang bertanggung jawab.
Baca juga: Telaah - Jurnalis tak sekadar sebagai pencatat sejarah kepemiluan
Konteks bebas yang bertanggung jawab adalah tetap menggunakan profesi wartawan dengan prinsip-prinsip kode etik jurnalistik, berpedoman pada prinsip-prinsip keberagaman, ke-Indonesia-an, dan ke-bhinnekaan.
Tentu optimisme ini harus terus dipupuk dan bukan sekadar mimpi tanpa aksi, melainkan bersama-sama mengambil langkah konkret dengan membaca berbagai peluang dan meningkatkan inovasi demi menjaga kemerdekaan pers dan keberlangsungan pers di tengah era disrupsi digital.
Puncaknya, pers juga harus tetap berpegang teguh pada idealisme, bersikap objektif, dan tidak tergelincir dalam polarisasi menjelang berlangsungnya Pemilu Serentak 2024.
Baca juga: Artikel - Merawat taman sari Indonesia, menolak politik identitas
Mengutip pesan Presiden Joko Widodo dalam acara puncak Hari Pers Nasional (HPN) 2023, media harus mendorong pelaksanaan Pemilu 2024 agar berjalan jujur dan adil, serta meneguhkan persatuan Indonesia.
Media massa juga harus tetap menjadi pilar demokrasi yang keempat dan menjadi referensi utama masyarakat dalam mendapatkan informasi. Selamat Hari Pers Nasional 2023. Pers bebas, demokrasi bermartabat.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Merawat keberlangsungan pers di tengah tantangan disrupsi digital