Kupang (ANTARA News NTT) - Anggota Komisi V DPRD NTT Winston Rondo meminta pemerintahan Gubenur Viktor Laiskodat untuk segera memperbaiki kembali standar operasional prosedural (SOP) gugus tugas Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) yang beroperasi di wilayah bandara dan pelabuhan laut.
"SOP gugus tugas TPPO ini perlu dibenahi ulang untuk memastikan bahwa para petugas lapangan tidak sembarangan mencegah orang di pintu keluar dan masuk bandara maupun pelabuhan seperti yang dialami oleh seorang mahasiswa asal Kabupaten Alor itu," katanya di Kupang, Rabu (16/1).
Komisi V DPRD NTT yang bermitra dengan Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi itu menilai gugus tugas TPPO perlu dirancang kembali terutama terkait dengan tugas pokok dan fungsi, koordinasi, komunikasi, dan penerapannya di lapangan.
Menurutnya, pembenahan ini penting agar tidak terjadi kesalahan dalam mencegah warga yang bukan merupakan korban perdagangan orang ketika hendak bepergian melalui Bandara El Tari Kupang maupun Pelabuhan Tenau Kupang.
Ia mengatakan pencegahan keberangkatan yang dilakukan TPPO Bandara El Tari Kupang terhadap Selfiana Etidena, mahasiswa asal Kabupaten Alor yang hendak terbang ke Yogyakarta, sangat disayangkan.
Pihaknya mendesak Dinas Naketrans NTT untuk menyampaikan permohonan maaf dan melakukan pemulihan atas kerugian yang dialami Selfiana Etidena sehingga dapat segera melanjutkan studinya dengan baik.
Baca juga: Polisi tangkap pelaku TPPO yang beroperasi lewat laut
Sejalan dengan itu, Kepala Ombudsman RI Perwakilan NTT Darius Beda Daton selaku lembaga pengawasan pelayanan publik juga memberikan catatan khusus terkait pembenahan SOP Gugus Tugas TPPO setempat.
"Pasalnya, di dalam SOP itu juga belum diatur soal rehabilisasi dan ganti rugi terhadap korban akibat kesalahan dalam melakukan pencegahan," katanya.
Menurutnya, kekeliruan petugas lapangan dalam melakukan pencegahan terhadap seseorang yang akan bepergian ke kota lain, akan merugikan setiap warga bukan korban perdagangan orang saja.
"Kami juga akan melihat kembali kebijakan pemerintah provinsi yang melarang tenaga kerja antardaerah dalam wilayah RI, karena setiap warga negara bebas bepergian ke mana saja dalam wilayah NKRI dengan hanya menunjuk identitas diri seperti KTP dan sejenisnya," katanya.
Baca juga: Kasus perdagangan orang di NTT jadi sorotan AICHR
"SOP gugus tugas TPPO ini perlu dibenahi ulang untuk memastikan bahwa para petugas lapangan tidak sembarangan mencegah orang di pintu keluar dan masuk bandara maupun pelabuhan seperti yang dialami oleh seorang mahasiswa asal Kabupaten Alor itu," katanya di Kupang, Rabu (16/1).
Komisi V DPRD NTT yang bermitra dengan Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi itu menilai gugus tugas TPPO perlu dirancang kembali terutama terkait dengan tugas pokok dan fungsi, koordinasi, komunikasi, dan penerapannya di lapangan.
Menurutnya, pembenahan ini penting agar tidak terjadi kesalahan dalam mencegah warga yang bukan merupakan korban perdagangan orang ketika hendak bepergian melalui Bandara El Tari Kupang maupun Pelabuhan Tenau Kupang.
Ia mengatakan pencegahan keberangkatan yang dilakukan TPPO Bandara El Tari Kupang terhadap Selfiana Etidena, mahasiswa asal Kabupaten Alor yang hendak terbang ke Yogyakarta, sangat disayangkan.
Pihaknya mendesak Dinas Naketrans NTT untuk menyampaikan permohonan maaf dan melakukan pemulihan atas kerugian yang dialami Selfiana Etidena sehingga dapat segera melanjutkan studinya dengan baik.
Baca juga: Polisi tangkap pelaku TPPO yang beroperasi lewat laut
Sejalan dengan itu, Kepala Ombudsman RI Perwakilan NTT Darius Beda Daton selaku lembaga pengawasan pelayanan publik juga memberikan catatan khusus terkait pembenahan SOP Gugus Tugas TPPO setempat.
"Pasalnya, di dalam SOP itu juga belum diatur soal rehabilisasi dan ganti rugi terhadap korban akibat kesalahan dalam melakukan pencegahan," katanya.
Menurutnya, kekeliruan petugas lapangan dalam melakukan pencegahan terhadap seseorang yang akan bepergian ke kota lain, akan merugikan setiap warga bukan korban perdagangan orang saja.
"Kami juga akan melihat kembali kebijakan pemerintah provinsi yang melarang tenaga kerja antardaerah dalam wilayah RI, karena setiap warga negara bebas bepergian ke mana saja dalam wilayah NKRI dengan hanya menunjuk identitas diri seperti KTP dan sejenisnya," katanya.
Baca juga: Kasus perdagangan orang di NTT jadi sorotan AICHR