Bondowoso (ANTARA) - Perubahan zaman yang mengikuti perkembangan teknologi terus bergulir dan tidak jarang membuat kalang kabut manusia yang menekuni profesi-profesi tertentu.
Pelaku ojek tradisional dibuat kalang kabut oleh hadirnya ojek daring yang sebelumnya tidak pernah diprediksi.
Demikian juga dengan penjualan-penjualan barang yang membuat pelakunya tertegun dengan hadirnya perniagaan via daring. Orang yang membutuhkan barang, katakanlah tas, baju, dan lainnya, tidak perlu lagi datang ke toko pakaian.
Dengan perangkat gawai mereka sudah bisa memesan barang yang dibutuhkan dari kamar rumah. Membayar pesanan juga tidak perlu keluar rumah dan beberapa hari kemudian barang pesanan akan diterima di rumah.
Masih banyak profesi lain yang terguncang oleh hadirnya platform media daring itu, termasuk tidak tertutup kemungkinan perubahan-perubahan baru lagi pada masa depan.
Usaha yang agaknya tetap kokoh tak terganggu oleh perkembangan teknologi pada masa depan adalah pertanian. Jenis usaha ini tetap membutuhkan pelaku yang sama, yakni petani, dan kehadiran teknologi canggih justru menguntungkan petani, seperti traktor atau mesin pemanen padi dan lainnya.
Pihak yang justru terganggu oleh hadirnya mesin-mesin canggih di bidang pertanian adalah buruh pertanian yang selama ini hanya mengandalkan kekuatan fisik. Mereka tidak lagi digunakan karena hadirnya mesin traktor lebih efektif dengan hasil yang lebih maksimal dan waktu pengerjaan yang lebih singkat.
Pertanian adalah bidang yang relatif lebih aman dari guncangan teknologi, juga karena produknya selalu dibutuhkan oleh manusia di seluruh belahan dunia. Pangan menjadi peluang sekaligus ancaman bagi masa depan.
Menjadi ancaman jika suatu kawasan atau negara tidak mampu memenuhi kebutuhan pangan bagi warganya. Menjadi peluang karena semua orang membutuhkan bahan makanan yang dihasilkan oleh kerja para petani. Karena itulah maka pertanian dapat digolongkan sebagai usaha yang tetap dibutuhkan sampai kapanpun.
Kalaupun perkembangan teknologi bisa mengubah kebiasaan di bidang pertanian, seperti munculnya pertanian urban, yang memanfaatkan lahan sempit di sekitar rumah atau atap rumah, hal itu tidak sampai mengganggu usaha yang dilakukan oleh petani konvensional.
Hasil pertanian urban umumnya hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan sendiri sehingga bahan makanan dari hasil pertanian konvensional tetap dibutuhkan oleh banyak orang.
Dengan gambaran itu, maka sesungguhnya pertanian memiliki masa depan yang lebih jelas dan pasti.
Di sisi lain, ada kecenderungan kaum muda meninggalkan pertanian untuk mengejar pekerjaan atau profesi lain karena melihat kenyataan ekonomi orang tua mereka yang tidak kunjung baik. Ada stigma bahwa pertanian adalah pekerjaan rendah dengan penghasilan yang juga rendah pula serta status sosialnya dinilai rendah.
Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian Kementerian Pertanian menyebutkan bahwa pada tahun 2020 jumlah petani muda (20-39 tahun) sekitar 2,7 juta orang.
Jumlah tersebut hanya sekitar 8 persen dari total petani sebanyak 33,4 juta orang. Angka ini menunjukkan profesi petani sangat didominasi angkatan kerja tua.
Kondisi ekonomi kaum petani pada masa lalu dan saat ini mungkin dianggap kurang menjanjikan karena pertanian masih digarap dengan apa adanya dan tidak pernah berubah secara turun-temurun. Hadirnya teknologi hanya menyentuh aspek pengolahan tanah dan pemupukan, sementara inovasi di bidang pembibitan dan perluasan jenis tanaman dan pemasaran hasilnya masih banyak yang hanya mengulang-ulang kebiasaan kuno.
Menyauti itu, Pemerintah melalui Kementerian Pertanian meluncurkan program yang mendorong kaum muda untuk menekuni pertanian, yakni program "Youth Enterpreneurship and Employment Support Services" (YESS). Program ini dirancang untuk mengubah persepsi kaum muda atas sektor pertanian menjadi lebih baik.
Lewat program ini Pemerintah ingin menggugah kesadaran kaum muda bahwa sawah atau ladang itu menjanjikan masa depan cerah jika dikelola dengan manajemen modern dan mental usaha yang kuat serta penuh inovasi dari petaninya.
Pertanian dan milenial adalah dua entitas yang sesungguhnya saling membutuhkan. Pertanian membutuhkan hadirnya kaum muda agar pengelolaannya tersentuh kreativitas dan inovasi, sementara kaum milenial membutuhkan pertanian sebagai penopang kehidupan masa depan yang lebih pasti.
Kementerian Pertanian tak henti-hentinya memotivasi petani milenial untuk membangun sektor pertanian secara masif dan berkelanjutan. Dengan demikian, petani muda atau milenial akan menjadi pilar utama pembangunan pertanian yang berkelanjutan dan modern.
Selain adaptif terhadap perkembangan teknologi modern, kaum milenial petani juga harus mau berubah dari dalam atau jiwa. Kalau petani terdahulu hanya mengandalkan jiwa menanam, yang pengetahuannya pun tidak pernah berubah dari leluhur mereka, sedangkan petani masa depan harus memiliki kemampuan lebih dari sekedar bercocok tanam.
Jiwa wirausaha, yang mempersyaratkan kreativitas, harus mulai dipelajari oleh petani muda agar mereka tangguh dan pekerjaan yang bergulat dengan tanah itu memiliki gengsi tinggi pada masa depan. Selama ini pekerjaan petani dianggap tidak bergengsi sehingga kaum muda yang lahir dari rahim petani berbondong-bondong meninggalkan pekerjaan di sawah atau ladang itu. Mereka mengejar profesi modern yang pada masa depan sesungguhnya penuh ketidakpastian dan rentan terhadap guncangan perubahan zaman.
Meskipun demikian, kesadaran bahwa pertanian memiliki masa depan cerah sudah terlihat mulai menjangkiti jiwa beberapa kaum muda, lewat kerja-kerja Pemerintah di berbagai tingkatan.
Kementerian Pertanian kemudian mengadakan kegiatan semacam perkemahan yang melibatkan petani milenial dan mahasiswa pertanian dari berbagai daerah di Indonesia.
Program-program Pemerintah melalui Kementan ditujukan untuk melahirkan petani-petani muda baru yang berdedikasi guna mewujudkan pertanian Indonesia yang maju, mandiri, dan modern.
Program yang digulirkan oleh Pemerintah untuk mendorong kaum muda terjun ke sawah, tentunya tidak boleh berjalan sendirian. Kerja Pemerintah membutuhkan kolaborasi berbagai pihak untuk menggugah anak muda mau bekerja "kotor" di sawah.
Salah satu pihak yang merasa terpanggil untuk menyukseskan program Pemerintah di bidang pertanian adalah Kamar Dagang dan Industri (Kadin). Kadin Jawa Timur kemudian berupaya membantu petani milienal di daerah itu untuk membangun jejaring bisnis hasil pertanian.
Kegiatan Kadin Jatim untuk mendukung Program YESS adalah berkomunikasi dengan kaum muda yang mulai terjun ke bidang pertanian dan mengadakan pelatihan, sebagaimana diungkapkan oleh Wakil Ketua Umum Bidang Pertanian dan Pangan Kadin Jatim Dr. Edi Purwanto.
Baca juga: Telaah - Menuju kebangkitan petani Indonesia
Pada program itu itu Kadin Jatim menggandeng beberapa organisasi di bidang pertanian dan sejumlah perusahaan bidang pertanian, peternakan, dan perikanan.
Baca juga: Artikel - Menjaga areal sawah di tengah laju investasi
Lewat forum itu, diungkap mengenai pentingnya mewujudkan pertanian yang inklusif atau jenis pertanian yang melibatkan berbagai pemangku kepentingan, seperti dari Pemerintah, kampus, petani, lembaga keuangan, produsen, dan penyedia sarana produksi pertanian.
Ayo, kaum muda, turun ke sawah. Songsong masa depan yang lebih menjanjikan dari sawah.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Kaum milenial dan pertanian masa depan
Pelaku ojek tradisional dibuat kalang kabut oleh hadirnya ojek daring yang sebelumnya tidak pernah diprediksi.
Demikian juga dengan penjualan-penjualan barang yang membuat pelakunya tertegun dengan hadirnya perniagaan via daring. Orang yang membutuhkan barang, katakanlah tas, baju, dan lainnya, tidak perlu lagi datang ke toko pakaian.
Dengan perangkat gawai mereka sudah bisa memesan barang yang dibutuhkan dari kamar rumah. Membayar pesanan juga tidak perlu keluar rumah dan beberapa hari kemudian barang pesanan akan diterima di rumah.
Masih banyak profesi lain yang terguncang oleh hadirnya platform media daring itu, termasuk tidak tertutup kemungkinan perubahan-perubahan baru lagi pada masa depan.
Usaha yang agaknya tetap kokoh tak terganggu oleh perkembangan teknologi pada masa depan adalah pertanian. Jenis usaha ini tetap membutuhkan pelaku yang sama, yakni petani, dan kehadiran teknologi canggih justru menguntungkan petani, seperti traktor atau mesin pemanen padi dan lainnya.
Pihak yang justru terganggu oleh hadirnya mesin-mesin canggih di bidang pertanian adalah buruh pertanian yang selama ini hanya mengandalkan kekuatan fisik. Mereka tidak lagi digunakan karena hadirnya mesin traktor lebih efektif dengan hasil yang lebih maksimal dan waktu pengerjaan yang lebih singkat.
Pertanian adalah bidang yang relatif lebih aman dari guncangan teknologi, juga karena produknya selalu dibutuhkan oleh manusia di seluruh belahan dunia. Pangan menjadi peluang sekaligus ancaman bagi masa depan.
Menjadi ancaman jika suatu kawasan atau negara tidak mampu memenuhi kebutuhan pangan bagi warganya. Menjadi peluang karena semua orang membutuhkan bahan makanan yang dihasilkan oleh kerja para petani. Karena itulah maka pertanian dapat digolongkan sebagai usaha yang tetap dibutuhkan sampai kapanpun.
Kalaupun perkembangan teknologi bisa mengubah kebiasaan di bidang pertanian, seperti munculnya pertanian urban, yang memanfaatkan lahan sempit di sekitar rumah atau atap rumah, hal itu tidak sampai mengganggu usaha yang dilakukan oleh petani konvensional.
Hasil pertanian urban umumnya hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan sendiri sehingga bahan makanan dari hasil pertanian konvensional tetap dibutuhkan oleh banyak orang.
Dengan gambaran itu, maka sesungguhnya pertanian memiliki masa depan yang lebih jelas dan pasti.
Di sisi lain, ada kecenderungan kaum muda meninggalkan pertanian untuk mengejar pekerjaan atau profesi lain karena melihat kenyataan ekonomi orang tua mereka yang tidak kunjung baik. Ada stigma bahwa pertanian adalah pekerjaan rendah dengan penghasilan yang juga rendah pula serta status sosialnya dinilai rendah.
Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian Kementerian Pertanian menyebutkan bahwa pada tahun 2020 jumlah petani muda (20-39 tahun) sekitar 2,7 juta orang.
Jumlah tersebut hanya sekitar 8 persen dari total petani sebanyak 33,4 juta orang. Angka ini menunjukkan profesi petani sangat didominasi angkatan kerja tua.
Kondisi ekonomi kaum petani pada masa lalu dan saat ini mungkin dianggap kurang menjanjikan karena pertanian masih digarap dengan apa adanya dan tidak pernah berubah secara turun-temurun. Hadirnya teknologi hanya menyentuh aspek pengolahan tanah dan pemupukan, sementara inovasi di bidang pembibitan dan perluasan jenis tanaman dan pemasaran hasilnya masih banyak yang hanya mengulang-ulang kebiasaan kuno.
Menyauti itu, Pemerintah melalui Kementerian Pertanian meluncurkan program yang mendorong kaum muda untuk menekuni pertanian, yakni program "Youth Enterpreneurship and Employment Support Services" (YESS). Program ini dirancang untuk mengubah persepsi kaum muda atas sektor pertanian menjadi lebih baik.
Lewat program ini Pemerintah ingin menggugah kesadaran kaum muda bahwa sawah atau ladang itu menjanjikan masa depan cerah jika dikelola dengan manajemen modern dan mental usaha yang kuat serta penuh inovasi dari petaninya.
Pertanian dan milenial adalah dua entitas yang sesungguhnya saling membutuhkan. Pertanian membutuhkan hadirnya kaum muda agar pengelolaannya tersentuh kreativitas dan inovasi, sementara kaum milenial membutuhkan pertanian sebagai penopang kehidupan masa depan yang lebih pasti.
Kementerian Pertanian tak henti-hentinya memotivasi petani milenial untuk membangun sektor pertanian secara masif dan berkelanjutan. Dengan demikian, petani muda atau milenial akan menjadi pilar utama pembangunan pertanian yang berkelanjutan dan modern.
Selain adaptif terhadap perkembangan teknologi modern, kaum milenial petani juga harus mau berubah dari dalam atau jiwa. Kalau petani terdahulu hanya mengandalkan jiwa menanam, yang pengetahuannya pun tidak pernah berubah dari leluhur mereka, sedangkan petani masa depan harus memiliki kemampuan lebih dari sekedar bercocok tanam.
Jiwa wirausaha, yang mempersyaratkan kreativitas, harus mulai dipelajari oleh petani muda agar mereka tangguh dan pekerjaan yang bergulat dengan tanah itu memiliki gengsi tinggi pada masa depan. Selama ini pekerjaan petani dianggap tidak bergengsi sehingga kaum muda yang lahir dari rahim petani berbondong-bondong meninggalkan pekerjaan di sawah atau ladang itu. Mereka mengejar profesi modern yang pada masa depan sesungguhnya penuh ketidakpastian dan rentan terhadap guncangan perubahan zaman.
Meskipun demikian, kesadaran bahwa pertanian memiliki masa depan cerah sudah terlihat mulai menjangkiti jiwa beberapa kaum muda, lewat kerja-kerja Pemerintah di berbagai tingkatan.
Kementerian Pertanian kemudian mengadakan kegiatan semacam perkemahan yang melibatkan petani milenial dan mahasiswa pertanian dari berbagai daerah di Indonesia.
Program-program Pemerintah melalui Kementan ditujukan untuk melahirkan petani-petani muda baru yang berdedikasi guna mewujudkan pertanian Indonesia yang maju, mandiri, dan modern.
Program yang digulirkan oleh Pemerintah untuk mendorong kaum muda terjun ke sawah, tentunya tidak boleh berjalan sendirian. Kerja Pemerintah membutuhkan kolaborasi berbagai pihak untuk menggugah anak muda mau bekerja "kotor" di sawah.
Salah satu pihak yang merasa terpanggil untuk menyukseskan program Pemerintah di bidang pertanian adalah Kamar Dagang dan Industri (Kadin). Kadin Jawa Timur kemudian berupaya membantu petani milienal di daerah itu untuk membangun jejaring bisnis hasil pertanian.
Kegiatan Kadin Jatim untuk mendukung Program YESS adalah berkomunikasi dengan kaum muda yang mulai terjun ke bidang pertanian dan mengadakan pelatihan, sebagaimana diungkapkan oleh Wakil Ketua Umum Bidang Pertanian dan Pangan Kadin Jatim Dr. Edi Purwanto.
Baca juga: Telaah - Menuju kebangkitan petani Indonesia
Pada program itu itu Kadin Jatim menggandeng beberapa organisasi di bidang pertanian dan sejumlah perusahaan bidang pertanian, peternakan, dan perikanan.
Baca juga: Artikel - Menjaga areal sawah di tengah laju investasi
Lewat forum itu, diungkap mengenai pentingnya mewujudkan pertanian yang inklusif atau jenis pertanian yang melibatkan berbagai pemangku kepentingan, seperti dari Pemerintah, kampus, petani, lembaga keuangan, produsen, dan penyedia sarana produksi pertanian.
Ayo, kaum muda, turun ke sawah. Songsong masa depan yang lebih menjanjikan dari sawah.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Kaum milenial dan pertanian masa depan