Kupang (ANTARA) - Pengamat politik yang juga mengajar ilmu politik pada Universitas Muhammadiyah Kupang Dr. Ahmad Atang, MSi mengatakan setelah Surya Paloh menetapkan Muhaimin Iskandar sebagai cawapresnya Anies Baswedan, maka tidak saja mengubah peta koalisi tapi juga mengubah figur cawapres yang sudah lama antre.
"Kondisi ini memunculkan posisi dilematis pada calon presiden Ganjar Pranowo maupun Prabowo Subianto," kata Ahmad Atang di Kupang, Jumat, (15/9/2023) terkait peta politik koalisi dan figur calon wakil presiden.
Dia mengatakan di koalisi PDI Perjuangan yang mengusung Ganjar Pranowo, beberapa nama sudah mulai hilang seperti Erick Thohir dan Sandiaga Uno yang diusung PPP, sementara yang mencuat justru Ridwan Kamil dan Mahfud MD.
Secara psikologis politis, kata dia, Ridwan Kamil mengalami tekanan di struktur Partai Golkar yang tidak berkoalisi dengan PDIP tetapi dengan Gerindra.
Ketika Ridwan Kamil harus memilih menjadi cawapresnya Ganjar Pranowo maka akan berseberangan dengan Golkar.
Namun hadirnya Ridwan Kamil menjadi cawapresnya Ganjar Pranowo justru akan memberikan keuntungan elektoral, karena sebagai mantan gubernur Jawa Barat.
"Fenomena Ridwan Kamil menjadi pengganggu kuat bagi Prabowo Subianto dan Anies Baswedan di Jawa Barat," katanya.
Sementara itu, di internal PDIP saat ini juga muncul nama Mahfud MD. Sebagai orang NU dari Jawa Timur, masuknya nama Mahfud MD menjadi pengganggu Muhaimin Iskandar karena keduanya memiliki basis yang sama, namun secara politik, Mahfud MD non partisan sehingga infrastruktur partai tidak mendukung.
Di kubu koalisi Indonesia Maju dengan capresnya Prabowo Subianto relatif sama, maka pilihan Prabowo hanya satu nama, yakni Erick Thohir yang didorong oleh PAN walaupun muncul nama Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka.
"Maka pilihan cawapres tidak didasarkan pada pertimbangan partai tapi pertimbangan elektoral, sehingga Sandiaga Uno harus terpental dari Ganjar Pranowo dan PDIP, begitu juga Airlangga Hartarto harus menguburkan niatnya menjadi cawapres," katanya.
Dengan fenomena ini, koalisi partai sangat mungkin akan berubah karena yang dicari adalah kekuasaan sehingga jika relasi kuasa tidak tersedia maka pilihan keluar mencari koalisi lain merupakan pilihan terbaik.
"Jadi, trend memilih cawapres bukan karena pertimbangan kualitatif melalui politik gagasan namun pertimbangan kuantitatif basis massa pendukung," katanya.
Berdasarkan jadwal yang telah ditetapkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI, pendaftaran bakal calon presiden dan wakil presiden dijadwalkan dimulai pada 19 Oktober sampai dengan 25 November 2023.
Baca juga: Pengamat: Demokrat akan lebih nyaman dengan PDIP
Sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu), pasangan calon presiden dan wakil presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20 persen dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25 persen dari suara sah secara nasional pada pemilu anggota DPR sebelumnya.
Baca juga: PKS tidak nenghadiri deklarasi "AMIN" di Surabaya
Saat ini, terdapat 575 kursi di parlemen sehingga pasangan calon presiden dan wakil presiden pada Pilpres 2024 harus memiliki dukungan minimal 115 kursi di DPR RI. Bisa juga, pasangan calon diusung oleh parpol atau gabungan parpol peserta Pemilu 2019 dengan total perolehan suara sah minimal 34.992.703 suara.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Pengamat: Penetapan Muhaimin jadi cawapres mengubah figur cawapres
"Kondisi ini memunculkan posisi dilematis pada calon presiden Ganjar Pranowo maupun Prabowo Subianto," kata Ahmad Atang di Kupang, Jumat, (15/9/2023) terkait peta politik koalisi dan figur calon wakil presiden.
Dia mengatakan di koalisi PDI Perjuangan yang mengusung Ganjar Pranowo, beberapa nama sudah mulai hilang seperti Erick Thohir dan Sandiaga Uno yang diusung PPP, sementara yang mencuat justru Ridwan Kamil dan Mahfud MD.
Secara psikologis politis, kata dia, Ridwan Kamil mengalami tekanan di struktur Partai Golkar yang tidak berkoalisi dengan PDIP tetapi dengan Gerindra.
Ketika Ridwan Kamil harus memilih menjadi cawapresnya Ganjar Pranowo maka akan berseberangan dengan Golkar.
Namun hadirnya Ridwan Kamil menjadi cawapresnya Ganjar Pranowo justru akan memberikan keuntungan elektoral, karena sebagai mantan gubernur Jawa Barat.
"Fenomena Ridwan Kamil menjadi pengganggu kuat bagi Prabowo Subianto dan Anies Baswedan di Jawa Barat," katanya.
Sementara itu, di internal PDIP saat ini juga muncul nama Mahfud MD. Sebagai orang NU dari Jawa Timur, masuknya nama Mahfud MD menjadi pengganggu Muhaimin Iskandar karena keduanya memiliki basis yang sama, namun secara politik, Mahfud MD non partisan sehingga infrastruktur partai tidak mendukung.
Di kubu koalisi Indonesia Maju dengan capresnya Prabowo Subianto relatif sama, maka pilihan Prabowo hanya satu nama, yakni Erick Thohir yang didorong oleh PAN walaupun muncul nama Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka.
"Maka pilihan cawapres tidak didasarkan pada pertimbangan partai tapi pertimbangan elektoral, sehingga Sandiaga Uno harus terpental dari Ganjar Pranowo dan PDIP, begitu juga Airlangga Hartarto harus menguburkan niatnya menjadi cawapres," katanya.
Dengan fenomena ini, koalisi partai sangat mungkin akan berubah karena yang dicari adalah kekuasaan sehingga jika relasi kuasa tidak tersedia maka pilihan keluar mencari koalisi lain merupakan pilihan terbaik.
"Jadi, trend memilih cawapres bukan karena pertimbangan kualitatif melalui politik gagasan namun pertimbangan kuantitatif basis massa pendukung," katanya.
Berdasarkan jadwal yang telah ditetapkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI, pendaftaran bakal calon presiden dan wakil presiden dijadwalkan dimulai pada 19 Oktober sampai dengan 25 November 2023.
Baca juga: Pengamat: Demokrat akan lebih nyaman dengan PDIP
Sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu), pasangan calon presiden dan wakil presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20 persen dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25 persen dari suara sah secara nasional pada pemilu anggota DPR sebelumnya.
Baca juga: PKS tidak nenghadiri deklarasi "AMIN" di Surabaya
Saat ini, terdapat 575 kursi di parlemen sehingga pasangan calon presiden dan wakil presiden pada Pilpres 2024 harus memiliki dukungan minimal 115 kursi di DPR RI. Bisa juga, pasangan calon diusung oleh parpol atau gabungan parpol peserta Pemilu 2019 dengan total perolehan suara sah minimal 34.992.703 suara.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Pengamat: Penetapan Muhaimin jadi cawapres mengubah figur cawapres