Manado (ANTARA) - Staf Ahli Menteri Bidang Kemasyarakatan dan Hubungan Antarlembaga, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Togap Simangunsong menjelaskan sanksi terhadap aparatur sipil negara (ASN) yang tidak netral menjelang pemilu.
Dalam acara Peluncuran Pemetaan Kerawanan Pemilu dan Pemilihan Serentak 2024, Isu Strategis: Netralitas ASN, Togap menyebutkan terdapat dua sanksi bagi ASN yang tak netral, yakni sanksi moral dan hukuman disiplin.
"Sanksinya adalah pegawai negeri sipil yang melakukan pelanggaran kode etik dikenai sanksi moral. Ini agak lembut sedikit," kata Togap dalam acara yang digelar oleh Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) tersebut di Manado, Sulawesi Utara, Kamis, (21/9/2023).
Sanksi moral tersebut sebagaimana diatur dalam Pasal 15 ayat (1), (2), dan (3) Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 42 Tahun 2004 tentang Pembinaan Jiwa Korps dan Kode Etik Pegawai Negeri Sipil.
Sanksi moral terbagi dua, yaitu sanksi moral terbuka dan tertutup. Sanksi moral terbuka merupakan sanksi moral yang diberikan oleh instansi yang berwenang dan diumumkan secara terbuka.
"Sanksi moral tertutup, sanksi moral yang diberikan oleh instansi yang berwenang dan diumumkan secara tertutup dan terbatas," sambung dia.
Lebih lanjut adalah sanksi hukuman disiplin yang terbagi dua pula, yaitu hukuman disiplin sedang dan hukuman disiplin berat. Keduanya diatur dalam PP Nomor 94 Tahun 2021 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil.
Togap memerinci hukuman disiplin sedang tersebut adalah pemotongan tunjangan kinerja sebesar 25 persen selama 6 bulan; pemotongan kinerja sebesar 25 persen selama 9 bulan; atau pemotongan tunjangan sebesar 25 persen selama 12 bulan.
Sementara itu, hukuman disiplin berat terdiri atas penurunan jabatan setingkat lebih rendah selama 12 bulan; pembebasan dari jabatan menjadi jabatan pelaksana selama 12 bulan bulan; dan pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai PNS.
Pada kesempatan itu, dia juga memaparkan jenis pelanggaran kode etik dan disiplin netralitas ASN yang termaktub dalam surat keputusan bersama (SKB) yang ditandatangani lima kementerian/lembaga pada tanggal 22 September 2022.
Beberapa bentuk pelanggaran tersebut, kata dia, adalah memasang spanduk/baliho/alat peraga lainnya terkait dengan bakal calon peserta pemilu dan pemilihan serentak. Selanjutnya sosialisasi/kampanye media sosial/online terhadap bakal calon.
Selain itu, menghadiri deklarasi/kampanye pasangan bakal calon dan memberikan tindakan/dukungan secara aktif. Mengikuti deklarasi/kampanye bagi suami/istri bakal calon, serta menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik.
Adapun bakal calon yang dimaksud bukan hanya cakal calon presiden dan calon wakil presiden, melainkan juga bakal calon anggota DPR, DPD, DPRD, gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, serta wali kota dan wakil wali kota.
"Mem-posting pada media sosial atau media lain yang dapat diakses publik, foto bersama. Ini foto bersama karena suka berfoto dengan para tokoh. Ini hati-hati, foto-foto yang sudah 20 tahun lalu atau 10 tahun lalu atau yang masa lalu kadang-kadang bisa juga diangkat," kata Togap.
Perbuatan yang mencoreng netralitas ASN lainnya adalah membuat keputusan atau tindakan yang dapat menguntungkan atau merugikan partai politik atau calon atau pasangan calon pada masa sebelum, selama, dan sesudah masa kampanye.
"Menjadi tim ahli atau pemenangan atau konsultan atau sebutan lainnya bagi bakal calon atau pasangan calon peserta pemilu atau pemilihan sebelum penetapan peserta pemilu atau pemilihan," kata dia.
Baca juga: Mendagri sebut Penyelundup senjata api dapat dihukum mati
Baca juga: KPK menemukan 958 kasus gratifikasi di daerah-daerah
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Kemendagri jelaskan sanksi untuk ASN yang tak netral jelang pemilu
Dalam acara Peluncuran Pemetaan Kerawanan Pemilu dan Pemilihan Serentak 2024, Isu Strategis: Netralitas ASN, Togap menyebutkan terdapat dua sanksi bagi ASN yang tak netral, yakni sanksi moral dan hukuman disiplin.
"Sanksinya adalah pegawai negeri sipil yang melakukan pelanggaran kode etik dikenai sanksi moral. Ini agak lembut sedikit," kata Togap dalam acara yang digelar oleh Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) tersebut di Manado, Sulawesi Utara, Kamis, (21/9/2023).
Sanksi moral tersebut sebagaimana diatur dalam Pasal 15 ayat (1), (2), dan (3) Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 42 Tahun 2004 tentang Pembinaan Jiwa Korps dan Kode Etik Pegawai Negeri Sipil.
Sanksi moral terbagi dua, yaitu sanksi moral terbuka dan tertutup. Sanksi moral terbuka merupakan sanksi moral yang diberikan oleh instansi yang berwenang dan diumumkan secara terbuka.
"Sanksi moral tertutup, sanksi moral yang diberikan oleh instansi yang berwenang dan diumumkan secara tertutup dan terbatas," sambung dia.
Lebih lanjut adalah sanksi hukuman disiplin yang terbagi dua pula, yaitu hukuman disiplin sedang dan hukuman disiplin berat. Keduanya diatur dalam PP Nomor 94 Tahun 2021 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil.
Togap memerinci hukuman disiplin sedang tersebut adalah pemotongan tunjangan kinerja sebesar 25 persen selama 6 bulan; pemotongan kinerja sebesar 25 persen selama 9 bulan; atau pemotongan tunjangan sebesar 25 persen selama 12 bulan.
Sementara itu, hukuman disiplin berat terdiri atas penurunan jabatan setingkat lebih rendah selama 12 bulan; pembebasan dari jabatan menjadi jabatan pelaksana selama 12 bulan bulan; dan pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai PNS.
Pada kesempatan itu, dia juga memaparkan jenis pelanggaran kode etik dan disiplin netralitas ASN yang termaktub dalam surat keputusan bersama (SKB) yang ditandatangani lima kementerian/lembaga pada tanggal 22 September 2022.
Beberapa bentuk pelanggaran tersebut, kata dia, adalah memasang spanduk/baliho/alat peraga lainnya terkait dengan bakal calon peserta pemilu dan pemilihan serentak. Selanjutnya sosialisasi/kampanye media sosial/online terhadap bakal calon.
Selain itu, menghadiri deklarasi/kampanye pasangan bakal calon dan memberikan tindakan/dukungan secara aktif. Mengikuti deklarasi/kampanye bagi suami/istri bakal calon, serta menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik.
Adapun bakal calon yang dimaksud bukan hanya cakal calon presiden dan calon wakil presiden, melainkan juga bakal calon anggota DPR, DPD, DPRD, gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, serta wali kota dan wakil wali kota.
"Mem-posting pada media sosial atau media lain yang dapat diakses publik, foto bersama. Ini foto bersama karena suka berfoto dengan para tokoh. Ini hati-hati, foto-foto yang sudah 20 tahun lalu atau 10 tahun lalu atau yang masa lalu kadang-kadang bisa juga diangkat," kata Togap.
Perbuatan yang mencoreng netralitas ASN lainnya adalah membuat keputusan atau tindakan yang dapat menguntungkan atau merugikan partai politik atau calon atau pasangan calon pada masa sebelum, selama, dan sesudah masa kampanye.
"Menjadi tim ahli atau pemenangan atau konsultan atau sebutan lainnya bagi bakal calon atau pasangan calon peserta pemilu atau pemilihan sebelum penetapan peserta pemilu atau pemilihan," kata dia.
Baca juga: Mendagri sebut Penyelundup senjata api dapat dihukum mati
Baca juga: KPK menemukan 958 kasus gratifikasi di daerah-daerah
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Kemendagri jelaskan sanksi untuk ASN yang tak netral jelang pemilu