Jakarta (ANTARA) - Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mengingatkan penerapan kembali disiplin protokol kesehatan guna mencegah penularan cacar monyet atau Monkey Pox (Mpox).
Kepala Pusat Riset Kedokteran Preklinis dan Klinis BRIN Harimat Hendrawan memaparkan pencegahan cacar monyet dapat diupayakan dengan pemberian vaksin cacar, penggunaan pelindung pribadi, dan menghindari kontak dengan hewan yang terinfeksi atau lingkungan yang terkontaminasi.
“Prinsipnya kita harus kembali menegakkan disiplin protokol kesehatan untuk mencegah risiko penularan,” kata Hendrawan dalam keterangan resmi yang diterima di Jakarta, Rabu, (4/9).
Lebih lanjut ia menjelaskan pengobatan umumnya bersifat suportif, dengan fokus pada pengelolaan gejala dan pencegahan infeksi sekunder. Beberapa terapi antiviral mungkin digunakan dalam kasus-kasus yang parah atau berisiko tinggi.
Hendrawan mengemukakan hasil Penilaian Risiko Bersama (PRB) atau Joint Risk Assesment (JRA) Mpox di Indonesia menunjukkan hingga saat ini belum ditemukan kasus cacar monyet pada hewan.
Namun karena cukup banyak masyarakat yang hidup berdampingan dengan hewan peliharaan sehingga dikhawatirkan terdapat potensi penularan balik (spill back) dan pembentukan reservoir hewan baru.
Diketahui, Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin mengatakan pemerintah memutuskan untuk mengaktifkan kembali sistem deteksi dini penyakit menular guna mencegah importasi penyakit cacar monyet di dalam negeri.
Upaya tersebut merupakan strategi surveilans yang ditempuh pemerintah dalam merespons kemunculan strain Mpox terbaru yang bernama Clade 1B, karena lebih berisiko mematikan dari strain pendahulunya Clade 2B.
"Strain 1B ini fatalitasnya lebih tinggi daripada yang sebelumnya, yang ada di Indonesia, di Asia itu umumnya 2B. Jadi rupanya kekhawatirannya lebih, karena adanya varian baru yang fatalitasnya mendekati 10 persen dibandingkan dengan varian lama yang 0,1 persen," katanya.
Metode Electronic Surveillance Card, kata Menkes Budi, sama halnya seperti Aplikasi Pedulilindungi yang sebelumnya diterapkan sepanjang periode pandemi COVID-19.
Setiap orang yang datang dari luar negeri, lanjut Menkes, akan memindai kode batang atau QR code yang merekam riwayat perjalanan, dengan notifikasi warna kuning, hijau, dan merah.
Kemenkes sudah menyiapkan dua unit mesin PCR yang bisa 30-40 menit mendeteksi gejala cacar monyet, masing-masing disimpan di Jakarta, Cengkareng, dan Bali.
Baca juga: Artikel - Cacar monyet tak perlu ditakuti tapi harus diwaspdai
Baca juga: Spanyol sumbangkan 20 persen stok vaksin mpox untuk Afrika Tengah
Baca juga: RI aktifkan sistem deteksi dini cegah importasi Mpox
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: BRIN ingatkan disiplin protokol kesehatan cegah penularan cacar monyet
Kepala Pusat Riset Kedokteran Preklinis dan Klinis BRIN Harimat Hendrawan memaparkan pencegahan cacar monyet dapat diupayakan dengan pemberian vaksin cacar, penggunaan pelindung pribadi, dan menghindari kontak dengan hewan yang terinfeksi atau lingkungan yang terkontaminasi.
“Prinsipnya kita harus kembali menegakkan disiplin protokol kesehatan untuk mencegah risiko penularan,” kata Hendrawan dalam keterangan resmi yang diterima di Jakarta, Rabu, (4/9).
Lebih lanjut ia menjelaskan pengobatan umumnya bersifat suportif, dengan fokus pada pengelolaan gejala dan pencegahan infeksi sekunder. Beberapa terapi antiviral mungkin digunakan dalam kasus-kasus yang parah atau berisiko tinggi.
Hendrawan mengemukakan hasil Penilaian Risiko Bersama (PRB) atau Joint Risk Assesment (JRA) Mpox di Indonesia menunjukkan hingga saat ini belum ditemukan kasus cacar monyet pada hewan.
Namun karena cukup banyak masyarakat yang hidup berdampingan dengan hewan peliharaan sehingga dikhawatirkan terdapat potensi penularan balik (spill back) dan pembentukan reservoir hewan baru.
Diketahui, Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin mengatakan pemerintah memutuskan untuk mengaktifkan kembali sistem deteksi dini penyakit menular guna mencegah importasi penyakit cacar monyet di dalam negeri.
Upaya tersebut merupakan strategi surveilans yang ditempuh pemerintah dalam merespons kemunculan strain Mpox terbaru yang bernama Clade 1B, karena lebih berisiko mematikan dari strain pendahulunya Clade 2B.
"Strain 1B ini fatalitasnya lebih tinggi daripada yang sebelumnya, yang ada di Indonesia, di Asia itu umumnya 2B. Jadi rupanya kekhawatirannya lebih, karena adanya varian baru yang fatalitasnya mendekati 10 persen dibandingkan dengan varian lama yang 0,1 persen," katanya.
Metode Electronic Surveillance Card, kata Menkes Budi, sama halnya seperti Aplikasi Pedulilindungi yang sebelumnya diterapkan sepanjang periode pandemi COVID-19.
Setiap orang yang datang dari luar negeri, lanjut Menkes, akan memindai kode batang atau QR code yang merekam riwayat perjalanan, dengan notifikasi warna kuning, hijau, dan merah.
Kemenkes sudah menyiapkan dua unit mesin PCR yang bisa 30-40 menit mendeteksi gejala cacar monyet, masing-masing disimpan di Jakarta, Cengkareng, dan Bali.
Baca juga: Artikel - Cacar monyet tak perlu ditakuti tapi harus diwaspdai
Baca juga: Spanyol sumbangkan 20 persen stok vaksin mpox untuk Afrika Tengah
Baca juga: RI aktifkan sistem deteksi dini cegah importasi Mpox
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: BRIN ingatkan disiplin protokol kesehatan cegah penularan cacar monyet