Kupang (Antara NTT) - Seorang rohaniawan Katolik asal Pulau Adonara Pater Yohanes Kopong Tuan MSF mengatakan Bupati Flores Timur Yoseph Lagadoni Herin harus meminta maaf kepada masyarakat di Pulau Adonara yang sedang berkonflik sampai akhirnya menimbulkan korban jiwa.

"Ucapan Bupati Flores Timur menunjukkan kesombongan kekuasaan yang telah menjadi pemicu terjadinya konflik berdarah antara warga Desa Lewonara dan Lewobunga di Kecamatan Adonara Timur yang terus berkobar sampai sekarang," katanya dalam surat elektroniknya kepada ANTARA di Kupang, Sabtu.

Imam Katolik yang bertugas di Samarinda, Kalimantan Timur itu mengatakan Bupati Flores Timur patut dihukum, baik secara hukum positif maupun hukum adat Adonara, karena tidak mengindahkan permintaan tulus dari masyarakat adat Lewonara untuk tidak meresmikan fasilitas perumahan transmigrasi lokal di Riangbunga.

Berdasarkan catatan sejarah, areal tanah seluas sekitar 15 hektare yang telah dimanfaatkan pemerintah untuk membangun 200 unit perumahan bagi warga transmigrasi lokal serta lahan yang menjadi pemukiman warga Riangbunga, adalah tanah ulayat milik masyarakat adat Lewonara.

Masyarakat adat Lewonara memberi ruang dan waktu kepada Bupati Flores Timur selama sebulan untuk mempertimbangkan rencananya untuk meresmikan fasilitas perumahan tersebut, karena dibangun di atas tanah milik suku adat Lewonara.

Bupati Flores Timur Yoseph Lagadoni Herin yang juga mantan jurnalis itu tidak mengindahkan permintaan masyarakat adat Lewonara, tetapi malah bertekad untuk meresmikan fasilitas perumahan di atas tanah sengketa tersebut.

Kenekadan Bupati Flores Timur inilah yang memicu perang tanding antara warga Desa Lewonara dengan warga Desa Lewobunga yang sudah berlangsung hampir sepekan, meski Kapolda Nusa Tenggara Timur Brigjen Pol Ricky HP Sitohang dan Komandan Korem 161/Wirasakti Kupang Brigjen TNI Ferdinand Setiawan sudah turun ke daerah konflik.

Selama konflik berlangsung yang mengakibatkan korban jiwa berjatuhan dan rumah penduduk warga Riangbunga dibakar masyarakat dari Lewonara, Bupati Flores Timur tidak pernah menginjakkan kakinya di Pulau Adonara untuk menyelesaikan konflik berdarah tersebut.

Bupati memilih tetap bertahan di pusat pemerintahan di Kota Larantuka, ibu kota Kabupaten Flores Timur di ujung timur Pulau Flores, yang terkesan tidak mengambil sikap peduli sebagai seorang pemimpin wilayah ketika melihat rakyatnya sedang bergolak dalam balutan darah dan kobaran api.

"Bupati Flores Timur sebaiknya mundur dari jabatannya, karena terus membiarkan konflik berdarah itu berlangsung tanpa mencari solusi untuk meredam dan mengakhiri pertikaian," kata Pater Kopong Tuan.

Ia juga meminta agar pasukan Brimob dan TNI segera ditarik dari wilayah konflik, karena kehadiran aparat keamanan tersebut bukan membawa rasa aman, tetapi justru menambah masalah baru dengan menembak empat warga Lewonara hingga salah seorang di antaranya tewas.

"Masyarakat Adonara memiliki cara penyelesaian tersendiri melalui mekanisme adat berdasarkan kearifan lokal yang ada," katanya dan meminta pihak gereja, majelis ulama Indonesia (MUI), tokoh agama dan agama setempat untuk segera melakukan konsolidasi perdamaian sekaligus mencari bentuk-bentuk penyelesaian konflik secara damai dan memberikan rasa nyaman, aman dan keadilan bagi semua pihak.

Pater Kopong Tuan juga mendesak pemerintahan Bupati Lagadoni Herin untuk segera mencarikan tempat yang layak bagi pendidikan ana-anak yang sekolahnya saat ini ditutup hingga batas waktu yang belum jelas.

Pewarta :
Editor : Ibnu
Copyright © ANTARA 2024