Kupang (ANTARA) - Hari pencoblosan tinggal menghitung hari. Rabu 17 April 2019 akan menjadi sejarah baru dalam sistem perpolitikan di Indonesia.
Mengapa menjadi sejarah baru? Karena baru kali ini dalam sejarah lahirnya Indonesia secara serentak akan digelar Pemilu bisa disebut dengan tingkat kerumitan yang tinggi.
Rakyat Indonesia yang terbentang dari Sabang sampai Merauke dan dari Sanghie Talaud sampai Pulau Rote, akan berbondong-bondong ke tempat pemungutan suara (TPS) untuk memilih pemimpin negeri yang berazaskan Pancasila.
Sejarah baru akan ditorehkan bangsa ini karena masyarakat akan mencoblos lima kartu surat suara sekaligus, mulai dari pasangan calon presiden dan wakil presiden, anggota DPR RI, DPRD Provinsi, DPRD kabupaten/kota serta memilih anggota DPD.
Hal ini membutuhkan kerja keras dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) serta bawahannya untuk bekerja lebih ekstra agar pelaksanaan Pemilu 2019 dapat berjalan dengan lancar.
Namun, jika dilihat dari lima proses pelaksanaan Pemilu tahun ini, gaung pemilihan untuk calon presiden dan wakil presiden lebih banyak diperbincangkan.
Untuk kedua kalinya, calon presiden Joko Widodo akan kembali bertarung dengan calon presiden Prabowo Subianto yang sempat kalah dalam Pemilu tahun 2014 lalu.
Bedanya kali ini, kedua mempunyai calon wakil yang berbeda dari pesta demokrasi lima tahun lalu. Untuk tahun ini Jokowi bersama Ma'ruf Amin, sementara Prabowo bersama mantan wakil gubernur DKI Sandiaga Uno.
Hal yang paling ditakutkan dan dikhawatirkan dalam setiap kali Pemilu adalah munculnya perbedaan persepsi atau perbedaan pilihan di antara semua masyarakat Indonesia.
Para pendukung masing-masing pasangan di setiap media sosial selalu memunculkan ejekan-ejekan yang untuk menghina pasangan yang lainnya.
Bahkan muncul beberapa kekhawatiran jika hal ini terus terjadi akan menimbulkan masalah baru dalam tatanan hidup bermasyarakat akibat beda pilihan dalam pemimpin.
Padahal, sebuah negara demokrasi memang membutuhkan adanya perbedaan, namun perbedaan itu bukan untuk melahirkan percekcokan dan pertengkaran di antara sesama anak negeri.
Karena itulah, masing-masing pemimpin dan tokoh agama mengimbau umatnya untuk saling menjaga suasana agar terus tercipta rasa damai dan aman dalam kehidupan sehari-hari guna memperkokoh bangunan demokrasi serta sarana bagi semua orang untuk ambil bagian dalam pembangunan.
Nahdlatul Ulama (NU) Nusa Tenggara Timur mengharapkan agar berbagai perbedaan pilihan dalam Pemilu jangan sampai menghancurkan nilai-nilai kebersamaan yang sudah terjalin dengan baik selama ini.
Capres nomor urut 01 Joko Widodo dan capres nomor urut 02 Prabowo Subianto berfoto bersama dengan moderator saat mengikuti debat capres putaran keempat di Hotel Shangri La, Jakarta, Sabtu (30/3/2019). (ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A)
"Berbagai perbedaan politik dan pilihan dalam Pemilu diharapkan tidak merusak nilai kebersamaan yang sudah terjalin dengan baik selama ini," ujar Ketua NU NTT Jamal Ahmad.
Indonesia selama ini sudah mempunyai tatanan nilai-nilai kebersamaan, nilai-nilai gotong royong yang menjadi kekuatan dalam memupuk semua elemen masyarakat yang menyebar di berbagai daerah kepulauan di NTT.
Jadi jika nilai-nilai ini dirusak hanya karena masalah perbedaan pilihan, tentunya ada yang salah. "Kita perlu mencegahnya lebih dini agar jangan sampai terjadi," ujar dia.
Calon presiden nomor urut 01 Joko Widodo, beberapa waktu lalu juga mengingatkan seluruh masyarakat jangan sampai terpecah hanya gara-gara beda pilihan dalam pemilihan umum yang merupakan agenda lima tahunan.
"Kami mengajak jangan sampai karena urusan pemilihan gubernur (pilgub), pemilihan presiden (pilpres) kita tidak seperti saudara lagi," ucapnya.
Ia menjelaskan kehidupan masyarakat yang berjalan beriringan meski berbeda agama, budaya, suku, adat, dan golongan, merupakan Indonesia yang sebenarnya.
"Inilah sebenarnya Indonesia yang kita inginkan. Semuanya harus bisa menjaga ukhuwah, persaudaraan, baik ukhuwah islamiyah maupun wathoniyah," kata Jokowi.
Hati Nurani
Hati nurani menjadi sangat penting di saat Pemilu 2019 yang akan dilaksanakan pada Rabu (17/4) pekan depan.
Seluruh masyarakat Indonesia, tidak hanya yang tinggal di Indonesia tetapi di seluruh penjuru bumi ini akan menentukan pilihan politiknya sesuai hati nurani, tanpa tekanan dan tanpa adanya paksaan dari pihak manapun untuk mendapatkan seorang pemimpin yang kredibel untuk memimpin negeri ini lima tahun ke depan.
Hanya satu di antara dua pasangan calon presiden dan calon wakil presiden yang akan dipilih untuk menentukan perjalanan bangsa yang multietnis ini, lima tahun ke depan. Apakah itu, Joko Widodo-KH. Ma'ruf Amin ataukah Prabowo Subianto-Sandiaga Salahuddin Uno.
Hati nurani mereka yang akan menentukan, siapa pemimpin Indonesia yang pantas untuk memimpin negeri ini. Dengan demikian, akan lahir sebuah pesta demokrasi yang aman dan damai, meski ada perbedaan ideologi dalam menentukan pilihan politik.
Gereja katolik khususnya keuskupan Agung Kupang NTT mengimbau seluruh umat Katolik di wilayah itu untuk beramai-ramai menuju ke TPS pada tanggal 17 April nanti.
"Sebagai uskup saya ingin sampaikan kepada seluruh umat Katolik di wilayah Keuskupan Agung Kupang untuk tetap menggunakan hak politiknya pada Pemilu 17 April 2019," ujar Uskup Turang .
Menurut Uskup Turang, sebagai umat Katolik yang baik harus menyalurkan hak politiknya pada pesta demokrasi lima tahunan itu untuk memilih pemimpin yang telah diutus Tuhan untuk memimpin negeri ini.
"Pergilah ke TPS masing-masing untuk mencoblos guna memilih pemimpin yang baik yang bisa memimpin negeri ini ke arah yang lebih baik untuk kesejahteraan dan kemakmuran rakyat Indonesia," ucapnya, menegaskan.
Kapolda NTT Irjen Pol Raja Erizman juga mengimbau para pemilih yang sudah masuk dalam daftar pemilih tetap (DPT) dan tambahan (DPTb) agar dapat menyalurkan hak politiknya secara baik dan benar pada Pemilu nanti.
"Jangan hanya menjadi penonton, tetapi gunakan hak suara secara baik untuk memilih pemimpinmu sesuai hati nurani, agar tidak terdaftar sebagai kelompok golongan putih," tambah dia.
Pemilu Aman
Pendukung pasangan Capres dan Cawapres nomor urut 01, Joko Widodo (Jokowi)-Ma'ruf Amin mengikuti Konser Putih Bersatu dalam rangka kampanye akbar pasangan pasangan tersebut di Gelora Bung Karno (GBK), Jakarta, Sabtu (13/4/2019). ANTARA FOTO/Nova Wahyudi).
Provinsi Nusa Tenggara Timur dinilai sebagai provinsi yang tak masuk dalam "zona merah" akan kerawanan Pemilu.
Namun, pihak keamanan dalam hal ini Polda NTT dan TNI tak ingin lengah dengan hal itu. sebanyak 7.000 personel gabungan disiapkan agar Pemilu di wilayah itu berjalan dengan lancar.
"Berdasarkan hasil 'video conference' dengan Menko Polhukam Wiranto dinyatakan bahwa NTT tidak masuk dalam daftar merah kerawanan Pemilu 2019. Meski demikian, kami tetap saja waspada," kata Kapolda.
Ia mengatakan sejumlah pasukan saat ini sudah disiagakan di setiap titik di seluruh wilayah provinsi berbasis kepulauan itu, dengan segala kemungkinan terburuk yang terjadi jelang atau saat pelaksanaan Pemilu.
"Pada intinya, kami tidak mau kecolongan atau lengah mulai saat ini, walaupun secara nasional NTT itu disebut sebagai daerah yang aman," imbuh Kapolda Erizman.
Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) NTT Abdul Kadir Makarim mengharapkan jangan ada keributan saat Pemilu.
"Saya yakin bahwa kalau seluruh masyarakat Indonesia, khususnya NTT menyadari bahwa pemilu adalah suatu alat demokrasi, saya yakin bahwa akan berjalan dengan lancar," ujar dia.
Disamping itu juga ia mengimbau tetap menjalin keakraban dengan umat beragama lainnya, sehingga kondisi keamanan tetap terjaga dengan baik.
Simpatisan pendukung pasangan capres dan cawapres nomor urut 02 Prabowo-Sandiaga Uno menghadiri kampanye akbar di Lapangan Ahmad Yani, Alun - Alun Kota Tanggerang, Banten, Sabtu (13/4/2019). (ANTARA FOTO/GALIH PRADIPTA)
Mengapa menjadi sejarah baru? Karena baru kali ini dalam sejarah lahirnya Indonesia secara serentak akan digelar Pemilu bisa disebut dengan tingkat kerumitan yang tinggi.
Rakyat Indonesia yang terbentang dari Sabang sampai Merauke dan dari Sanghie Talaud sampai Pulau Rote, akan berbondong-bondong ke tempat pemungutan suara (TPS) untuk memilih pemimpin negeri yang berazaskan Pancasila.
Sejarah baru akan ditorehkan bangsa ini karena masyarakat akan mencoblos lima kartu surat suara sekaligus, mulai dari pasangan calon presiden dan wakil presiden, anggota DPR RI, DPRD Provinsi, DPRD kabupaten/kota serta memilih anggota DPD.
Hal ini membutuhkan kerja keras dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) serta bawahannya untuk bekerja lebih ekstra agar pelaksanaan Pemilu 2019 dapat berjalan dengan lancar.
Namun, jika dilihat dari lima proses pelaksanaan Pemilu tahun ini, gaung pemilihan untuk calon presiden dan wakil presiden lebih banyak diperbincangkan.
Untuk kedua kalinya, calon presiden Joko Widodo akan kembali bertarung dengan calon presiden Prabowo Subianto yang sempat kalah dalam Pemilu tahun 2014 lalu.
Bedanya kali ini, kedua mempunyai calon wakil yang berbeda dari pesta demokrasi lima tahun lalu. Untuk tahun ini Jokowi bersama Ma'ruf Amin, sementara Prabowo bersama mantan wakil gubernur DKI Sandiaga Uno.
Hal yang paling ditakutkan dan dikhawatirkan dalam setiap kali Pemilu adalah munculnya perbedaan persepsi atau perbedaan pilihan di antara semua masyarakat Indonesia.
Para pendukung masing-masing pasangan di setiap media sosial selalu memunculkan ejekan-ejekan yang untuk menghina pasangan yang lainnya.
Bahkan muncul beberapa kekhawatiran jika hal ini terus terjadi akan menimbulkan masalah baru dalam tatanan hidup bermasyarakat akibat beda pilihan dalam pemimpin.
Padahal, sebuah negara demokrasi memang membutuhkan adanya perbedaan, namun perbedaan itu bukan untuk melahirkan percekcokan dan pertengkaran di antara sesama anak negeri.
Karena itulah, masing-masing pemimpin dan tokoh agama mengimbau umatnya untuk saling menjaga suasana agar terus tercipta rasa damai dan aman dalam kehidupan sehari-hari guna memperkokoh bangunan demokrasi serta sarana bagi semua orang untuk ambil bagian dalam pembangunan.
Nahdlatul Ulama (NU) Nusa Tenggara Timur mengharapkan agar berbagai perbedaan pilihan dalam Pemilu jangan sampai menghancurkan nilai-nilai kebersamaan yang sudah terjalin dengan baik selama ini.
"Berbagai perbedaan politik dan pilihan dalam Pemilu diharapkan tidak merusak nilai kebersamaan yang sudah terjalin dengan baik selama ini," ujar Ketua NU NTT Jamal Ahmad.
Indonesia selama ini sudah mempunyai tatanan nilai-nilai kebersamaan, nilai-nilai gotong royong yang menjadi kekuatan dalam memupuk semua elemen masyarakat yang menyebar di berbagai daerah kepulauan di NTT.
Jadi jika nilai-nilai ini dirusak hanya karena masalah perbedaan pilihan, tentunya ada yang salah. "Kita perlu mencegahnya lebih dini agar jangan sampai terjadi," ujar dia.
Calon presiden nomor urut 01 Joko Widodo, beberapa waktu lalu juga mengingatkan seluruh masyarakat jangan sampai terpecah hanya gara-gara beda pilihan dalam pemilihan umum yang merupakan agenda lima tahunan.
"Kami mengajak jangan sampai karena urusan pemilihan gubernur (pilgub), pemilihan presiden (pilpres) kita tidak seperti saudara lagi," ucapnya.
Ia menjelaskan kehidupan masyarakat yang berjalan beriringan meski berbeda agama, budaya, suku, adat, dan golongan, merupakan Indonesia yang sebenarnya.
"Inilah sebenarnya Indonesia yang kita inginkan. Semuanya harus bisa menjaga ukhuwah, persaudaraan, baik ukhuwah islamiyah maupun wathoniyah," kata Jokowi.
Hati Nurani
Hati nurani menjadi sangat penting di saat Pemilu 2019 yang akan dilaksanakan pada Rabu (17/4) pekan depan.
Seluruh masyarakat Indonesia, tidak hanya yang tinggal di Indonesia tetapi di seluruh penjuru bumi ini akan menentukan pilihan politiknya sesuai hati nurani, tanpa tekanan dan tanpa adanya paksaan dari pihak manapun untuk mendapatkan seorang pemimpin yang kredibel untuk memimpin negeri ini lima tahun ke depan.
Hanya satu di antara dua pasangan calon presiden dan calon wakil presiden yang akan dipilih untuk menentukan perjalanan bangsa yang multietnis ini, lima tahun ke depan. Apakah itu, Joko Widodo-KH. Ma'ruf Amin ataukah Prabowo Subianto-Sandiaga Salahuddin Uno.
Hati nurani mereka yang akan menentukan, siapa pemimpin Indonesia yang pantas untuk memimpin negeri ini. Dengan demikian, akan lahir sebuah pesta demokrasi yang aman dan damai, meski ada perbedaan ideologi dalam menentukan pilihan politik.
Gereja katolik khususnya keuskupan Agung Kupang NTT mengimbau seluruh umat Katolik di wilayah itu untuk beramai-ramai menuju ke TPS pada tanggal 17 April nanti.
"Sebagai uskup saya ingin sampaikan kepada seluruh umat Katolik di wilayah Keuskupan Agung Kupang untuk tetap menggunakan hak politiknya pada Pemilu 17 April 2019," ujar Uskup Turang .
Menurut Uskup Turang, sebagai umat Katolik yang baik harus menyalurkan hak politiknya pada pesta demokrasi lima tahunan itu untuk memilih pemimpin yang telah diutus Tuhan untuk memimpin negeri ini.
"Pergilah ke TPS masing-masing untuk mencoblos guna memilih pemimpin yang baik yang bisa memimpin negeri ini ke arah yang lebih baik untuk kesejahteraan dan kemakmuran rakyat Indonesia," ucapnya, menegaskan.
Kapolda NTT Irjen Pol Raja Erizman juga mengimbau para pemilih yang sudah masuk dalam daftar pemilih tetap (DPT) dan tambahan (DPTb) agar dapat menyalurkan hak politiknya secara baik dan benar pada Pemilu nanti.
"Jangan hanya menjadi penonton, tetapi gunakan hak suara secara baik untuk memilih pemimpinmu sesuai hati nurani, agar tidak terdaftar sebagai kelompok golongan putih," tambah dia.
Pemilu Aman
Namun, pihak keamanan dalam hal ini Polda NTT dan TNI tak ingin lengah dengan hal itu. sebanyak 7.000 personel gabungan disiapkan agar Pemilu di wilayah itu berjalan dengan lancar.
"Berdasarkan hasil 'video conference' dengan Menko Polhukam Wiranto dinyatakan bahwa NTT tidak masuk dalam daftar merah kerawanan Pemilu 2019. Meski demikian, kami tetap saja waspada," kata Kapolda.
Ia mengatakan sejumlah pasukan saat ini sudah disiagakan di setiap titik di seluruh wilayah provinsi berbasis kepulauan itu, dengan segala kemungkinan terburuk yang terjadi jelang atau saat pelaksanaan Pemilu.
"Pada intinya, kami tidak mau kecolongan atau lengah mulai saat ini, walaupun secara nasional NTT itu disebut sebagai daerah yang aman," imbuh Kapolda Erizman.
Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) NTT Abdul Kadir Makarim mengharapkan jangan ada keributan saat Pemilu.
"Saya yakin bahwa kalau seluruh masyarakat Indonesia, khususnya NTT menyadari bahwa pemilu adalah suatu alat demokrasi, saya yakin bahwa akan berjalan dengan lancar," ujar dia.
Disamping itu juga ia mengimbau tetap menjalin keakraban dengan umat beragama lainnya, sehingga kondisi keamanan tetap terjaga dengan baik.