Jakarta (ANTARA) - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengembangkan sistem peringatan dini berbasis dampak atau impact based forecasting yang mulai diterapkan pada tahun 2026 untuk meningkatkan ketepatan mitigasi bencana hidrometeorologi.

Kepala BMKG Teuku Faisal Fathani dalam konferensi pers "Climate Outlook 2026" di Jakarta, Selasa, mengatakan pengembangan tersebut merupakan pembelajaran dari berbagai kejadian bencana hidrometeorologi dalam beberapa tahun terakhir.

BMKG menilai sistem ini tidak hanya menyampaikan informasi prakiraan cuaca, tetapi juga memproyeksikan potensi dampak yang dapat ditimbulkan di wilayah terdampak.

“Ketika BMKG menyampaikan hujan akan terjadi di suatu daerah, baik intensitas sedang, lebat, maupun sangat lebat, informasi itu akan dianalisis lebih lanjut untuk melihat potensi dampaknya,” kata Teuku Faisal.

BMKG, lanjut dia, bekerja sama dengan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Kementerian Pekerjaan Umum (PU), serta Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dalam pengembangan sistem tersebut.

Analisis dampak dilakukan dengan menggabungkan prakiraan cuaca BMKG dengan peta kerentanan wilayah, sehingga dapat diidentifikasi potensi bencana seperti banjir dan tanah longsor secara lebih spesifik.

Teuku Faisal menjelaskan BMKG saat ini telah memiliki kemampuan prakiraan cuaca dengan tingkat akurasi tinggi untuk rentang waktu tiga hingga tujuh hari ke depan.

“Tantangan kami sekarang adalah menyiapkan peta kerentanan wilayah secara lebih detail agar informasi dampak bisa disampaikan secara tepat,” ujarnya.

Dengan sistem tersebut, lanjutnya, BMKG menargetkan peringatan dini pada 2026 tidak lagi bersifat umum, melainkan disertai informasi lokasi-lokasi yang berpotensi terdampak bencana, sehingga mendukung langkah mitigasi yang lebih cepat dan terarah.

Hal ini dinilai penting setelah Direktorat Klimatologi BMKG memaparkan bahwa curah hujan tahunan di Indonesia pada 2026 diperkirakan berkisar antara 1.500 hingga 4.000 milimeter per tahun, sesuai dengan pola klimatologi yang telah sering terjadi pada periode sebelumnya.

Sejumlah wilayah dilaporkan memiliki potensi hujan tinggi, terutama di pesisir barat Pulau Sumatera yang dipengaruhi oleh suhu permukaan laut Samudra Hindia yang relatif hangat serta faktor orografis Pegunungan Bukit Barisan.

Hujan dengan intensitas tinggi berpeluang terjadi pada Januari-Februari serta November-Desember 2026, dengan wilayah pesisir barat Sumatera seperti Aceh, Sumatera Barat-Bengkulu perlu meningkatkan kewaspadaan pada puncak musim hujan.

Selain pesisir barat Sumatera, BMKG juga memprakirakan potensi hujan tinggi terjadi di sebagian wilayah Jawa Barat, Jawa Tengah, Kalimantan, Sulawesi Tengah, dan Papua.

BMKG menilai meskipun sifat hujan secara umum normal, intensitas hujan yang terjadi secara lokal berpotensi memicu bencana hidrometeorologi, seperti banjir dan tanah longsor, khususnya di wilayah rawan. Sementara periode Mei hingga September 2026 diperkirakan menjadi fase kemarau.

Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: BMKG kembangkan peringatan dini cuaca berbasis dampak mulai 2026


Pewarta : M. Riezko Bima Elko Prasetyo
Editor : Anwar Maga
Copyright © ANTARA 2025