Kupang (Antara NTT) - Akademisi dari Universitas Nusa Cendana (Undana) Kupang Prof Dr Alo Liliweri mengapresiasi langkah Kementerian Komunikasi dan Informatika yang terus berupaya menutup situs-situs penyebar informasi hoax (bohong).
"Kemenkominfo sudah bagus dengan menutup situs penyebar hoax, asal dia tahu sumber, misalnya yang paling marak lewat media sosial seperti facebook dan twiter," kata Direktur Pascasarjana Undana Kupang itu ketika dihubungi Antara di Kupang, Rabu.
Dosen Pascasarjana Undana itu menilai, pemerintah pusat melalui Kemenkominfo sudah bertindak protektif dan antisipatif dengan menutup situ-situs penyebar hoax di media sosial.
Langkah tersebut, menurutnya, tidak lantas dinilai sebagai tindakan yang represif atau sewenang-wenang, namun bertujuan untuk melindungi masyarakat dari pengaruh informasi yang salah atau menyesatkan.
"Tidak benar juga kalau kita menuduh rezim ini bertindak represif, bukan itu masalahnya, tapi penyebaran berita hoax akan sangat berbahaya dalam membentuk opini publik," katanya.
Dia menjelaskan, dalam komunikasi, sebuah informasi bohong atau hoax kalau disampaikan berulang-ulang akan berdampak pada pembentukan opini.
Informasi-informasi tersebut, lanjut dia, biasanya disampaikan dengan dukungan foto dan teks dan dikemas seolah-olah menjadi sebuah informasi yang benar.
Prof Alo mengakui, banyak pengguna media sosial belum mampu membedakan privasi orang yang kemudian dimasukkan ke dalam ranah publik dengan berbagai tujuan seperti menyerang karakter seseorang maupun membentuk opini publik.
"Ini yang perlu kita wanti-wanti karena banyak pengguna media sosial yang berpengetahuan literasi media yang memadai. Banyak yang masih asal konsumsi informasi tanpa mengkritisi kebenarannya," katanya.
Sementara itu, menurutnya, untuk membentuk publik media sosial yang berkemampuan kritis masih memerlukan pendidikan dan penyadaran yang lama karena karakteristik penggunanya dari berbagai kalangan usia.
Untuk itulah, dia menilai, upaya penutupan situs-situs penyebar hoax sebagai langkah tepat untuk melindungi masyarakat informasi yang keliru dan menyesatkan.
"Masyarakat tidak boleh dibiarkan berpolemik atau dilindungi dari informasi-informasi bohong," demikian Alo Liliweri
"Kemenkominfo sudah bagus dengan menutup situs penyebar hoax, asal dia tahu sumber, misalnya yang paling marak lewat media sosial seperti facebook dan twiter," kata Direktur Pascasarjana Undana Kupang itu ketika dihubungi Antara di Kupang, Rabu.
Dosen Pascasarjana Undana itu menilai, pemerintah pusat melalui Kemenkominfo sudah bertindak protektif dan antisipatif dengan menutup situ-situs penyebar hoax di media sosial.
Langkah tersebut, menurutnya, tidak lantas dinilai sebagai tindakan yang represif atau sewenang-wenang, namun bertujuan untuk melindungi masyarakat dari pengaruh informasi yang salah atau menyesatkan.
"Tidak benar juga kalau kita menuduh rezim ini bertindak represif, bukan itu masalahnya, tapi penyebaran berita hoax akan sangat berbahaya dalam membentuk opini publik," katanya.
Dia menjelaskan, dalam komunikasi, sebuah informasi bohong atau hoax kalau disampaikan berulang-ulang akan berdampak pada pembentukan opini.
Informasi-informasi tersebut, lanjut dia, biasanya disampaikan dengan dukungan foto dan teks dan dikemas seolah-olah menjadi sebuah informasi yang benar.
Prof Alo mengakui, banyak pengguna media sosial belum mampu membedakan privasi orang yang kemudian dimasukkan ke dalam ranah publik dengan berbagai tujuan seperti menyerang karakter seseorang maupun membentuk opini publik.
"Ini yang perlu kita wanti-wanti karena banyak pengguna media sosial yang berpengetahuan literasi media yang memadai. Banyak yang masih asal konsumsi informasi tanpa mengkritisi kebenarannya," katanya.
Sementara itu, menurutnya, untuk membentuk publik media sosial yang berkemampuan kritis masih memerlukan pendidikan dan penyadaran yang lama karena karakteristik penggunanya dari berbagai kalangan usia.
Untuk itulah, dia menilai, upaya penutupan situs-situs penyebar hoax sebagai langkah tepat untuk melindungi masyarakat informasi yang keliru dan menyesatkan.
"Masyarakat tidak boleh dibiarkan berpolemik atau dilindungi dari informasi-informasi bohong," demikian Alo Liliweri