Kupang (Antara NTT) - Pemerintah Kabupaten Timor Tengah Utara, Nusa Tenggara Timur menyiapkan pasar untuk 35 kelompok pengrajin tenun ikat yang menyebar di wilayah Biboki, Miomofao, dan Insana.
"Pasar yang kita siapkan ini agar kelompok pengrajin tenun ikat lebih terkonsentrasi dalam memasarkan hasil tenunannya kepada masyarakat," kata Bupati Timor Tengah Utara Raymundus Sau Fernandes saat dihubungi Antara dari Kupang, Sabtu.
Ia mengatakan pasar tenun ikat yang disiapkan tersebut mewajibkan semua aparatur sipil negara (ASN) di wilayah kabupaten yang berbatasan langsung dengan Oecusse, daerah kantung (enclave) Timor Leste itu untuk membelinya.
"Tiap hari Jumat, semua ASN di wilayah Kabupaten Timor Tengah Utara wajib mengenakan pakaian tenun ikat," katanya.
Bupati dua periode itu mengatakan, aturan wajib berpakaian adat bagi ASN (Aparatur Sipil Negara) yang diberlakukan sejak tahun 2011 itu untuk mendukung ekonomi usaha kecil menengah terutama pengrajin tenun setempat.
"Selama ini kita mendorong agar pengrajin tenun terus produktif tapi pasarnya belum tersedia secara memadai sehingga kita perlu memberlakukan upaya seperi ini," katanya.
Untuk itu, katanya, sejak tahun 2011 aturan mulai diberlakukan dengan adanya Instruksi Bupati dan periode selanjutnya dikeluarkan berupa Peraturan Bupati terkait Tata Cara Berpakaian bagi ASN.
Raymundus menjelaskan, usaha produksi kelompok pengrajin itu didampingi oleh Dewan Kerajinan Nasional di tingkat daerah (Dekranasda) dan hasilnya dipasarkan untuk memenuhi kebutuhan lebih 7.000 ASN di Timor Tengah Utara.
Menurutunya, hasil produksi dari kelompok pengrajin yang ada cukup efektif meningkatkan pendapatan kelompok pengrajin karena kebutuhan setiap ASN bisa lebh dari satu setelan pakaian adat.
Dia mencontohkan, setelan pakain adat yang sederhana seperti kain sarung yang besar untuk laki-laki, ikat pinggang, selendang dan destar.
"Biasanya ASN memiliki lebih dari satu setelan pakaian adat dan itu sudah bisa menggairahkan pasar bagi kelompok penenun," katanya pula.
Selain itu, pihaknya juga memfasilitasi kebutuhan benang kepada kelompok pengrajin tenun tersebut secara gratis dengan sistem bagi hasil.
"Katakan saja satu rol benang bisa menghasilkan tiga produk maka dua untuk pengrajin dan satu untuk kami sehingga digunakan sebagai cinderamata bagi tamu dan juga meyakinkan pihak luar agar bisa membantu biaya pemberdayaan potensi pengrajin tenun yang ada," katanya.
Bupati Raymundus mengatakan, ke depannya, aturan tersebut terus diberlakukan sebagai salah satu bentuk dan dukungan terhadap keberadaan usaha ekonomi kreatif di masyarakat.
"Selain itu untuk memastikan kain tenun yang merupakan produk kearifan budaya lokal tetap dilestarikan oleh masyarakat kita," katanya.
"Pasar yang kita siapkan ini agar kelompok pengrajin tenun ikat lebih terkonsentrasi dalam memasarkan hasil tenunannya kepada masyarakat," kata Bupati Timor Tengah Utara Raymundus Sau Fernandes saat dihubungi Antara dari Kupang, Sabtu.
Ia mengatakan pasar tenun ikat yang disiapkan tersebut mewajibkan semua aparatur sipil negara (ASN) di wilayah kabupaten yang berbatasan langsung dengan Oecusse, daerah kantung (enclave) Timor Leste itu untuk membelinya.
"Tiap hari Jumat, semua ASN di wilayah Kabupaten Timor Tengah Utara wajib mengenakan pakaian tenun ikat," katanya.
Bupati dua periode itu mengatakan, aturan wajib berpakaian adat bagi ASN (Aparatur Sipil Negara) yang diberlakukan sejak tahun 2011 itu untuk mendukung ekonomi usaha kecil menengah terutama pengrajin tenun setempat.
"Selama ini kita mendorong agar pengrajin tenun terus produktif tapi pasarnya belum tersedia secara memadai sehingga kita perlu memberlakukan upaya seperi ini," katanya.
Untuk itu, katanya, sejak tahun 2011 aturan mulai diberlakukan dengan adanya Instruksi Bupati dan periode selanjutnya dikeluarkan berupa Peraturan Bupati terkait Tata Cara Berpakaian bagi ASN.
Raymundus menjelaskan, usaha produksi kelompok pengrajin itu didampingi oleh Dewan Kerajinan Nasional di tingkat daerah (Dekranasda) dan hasilnya dipasarkan untuk memenuhi kebutuhan lebih 7.000 ASN di Timor Tengah Utara.
Menurutunya, hasil produksi dari kelompok pengrajin yang ada cukup efektif meningkatkan pendapatan kelompok pengrajin karena kebutuhan setiap ASN bisa lebh dari satu setelan pakaian adat.
Dia mencontohkan, setelan pakain adat yang sederhana seperti kain sarung yang besar untuk laki-laki, ikat pinggang, selendang dan destar.
"Biasanya ASN memiliki lebih dari satu setelan pakaian adat dan itu sudah bisa menggairahkan pasar bagi kelompok penenun," katanya pula.
Selain itu, pihaknya juga memfasilitasi kebutuhan benang kepada kelompok pengrajin tenun tersebut secara gratis dengan sistem bagi hasil.
"Katakan saja satu rol benang bisa menghasilkan tiga produk maka dua untuk pengrajin dan satu untuk kami sehingga digunakan sebagai cinderamata bagi tamu dan juga meyakinkan pihak luar agar bisa membantu biaya pemberdayaan potensi pengrajin tenun yang ada," katanya.
Bupati Raymundus mengatakan, ke depannya, aturan tersebut terus diberlakukan sebagai salah satu bentuk dan dukungan terhadap keberadaan usaha ekonomi kreatif di masyarakat.
"Selain itu untuk memastikan kain tenun yang merupakan produk kearifan budaya lokal tetap dilestarikan oleh masyarakat kita," katanya.