Yangon (ANTARA) - Rancangan undang-undang (RUU) keamanan dunia maya yang dibuat oleh junta baru Myanmar akan melanggar hak asasi manusia (HAM), kata sekelompok organisasi masyarakat sipil pada Rabu (10/2).
RUU keamanan dunia maya itu akan memungkinkan pihak junta militer Myanmar untuk melarang konten yang tidak disukai, membatasi penyedia internet, dan mencegat data.
RUU berisi 36 halaman aturan diberikan kepada para operator seluler dan pemegang lisensi telekomunikasi untuk dikomentari pada Selasa (9/2), yakni sekitar sepekan setelah tentara menggulingkan pemerintah terpilih Aun San Suu Kyi, menurut pernyataan dari kelompok ormas sipil tersebut.
Juru bicara pemerintah dan kementerian telekomunikasi Myanmar sejauh ini tidak menjawab telepon. Reuters tidak dapat memverifikasi secara independen isi dokumen RUU tersebut, yang tertanggal 6 Februari dan telah beredar luas di Myanmar.
"Dokumen yang disebut RUU itu termasuk beberapa klausul yang melanggar hak asasi manusia, termasuk hak atas kebebasan berekspresi, perlindungan data dan privasi, dan prinsip demokrasi dan hak asasi manusia lainnya di ruang daring," kata pernyataan dari kelompok tersebut, yang ditandatangani oleh lebih dari 150 organisasi.
Salinan RUU yang diusulkan itu, yang ditinjau oleh Reuters, menyebutkan bahwa tujuan RUU termasuk melindungi publik serta mencegah kejahatan dan penggunaan teknologi elektronik yang merugikan negara atau stabilitas negara.
Dalam salinan yang diduga RUU keamanan dunia maya itu, tertera aturan bahwa penyedia internet harus mencegah atau menghapus konten yang dianggap "menyebabkan kebencian, menghancurkan persatuan dan ketenangan", juga konten yang dapat menjadi "berita atau rumor yang tidak benar" atau tidak sesuai dengan budaya Myanmar, seperti pornografi.
Juru bicara perusahaan internet Myanmar Net dan operator seluler Telenor mengatakan mereka tidak tahu tentang RUU yang diusulkan itu.
Beberapa hari setelah merebut kekuasaan, penguasa militer Myanmar melarang Facebook, Twitter dan platform media sosial lainnya yang dimanfaatkan para pengguna untuk menyampaikan kritik terhadap kudeta.
Pihak junta Mynmar memblokir internet selama sehari, tetapi langkah itu tidak menghentikan aksi protes terbesar dalam lebih dari satu dekade untuk menentang kudeta yang dilakukan oleh kelompok militer negara itu.
Kelompok masyarakat sipil menuduh pihak junta Myanmar membuat rancangan undang-undang itu untuk membatasi mobilisasi lawan-lawannya.
Baca juga: Kudeta, militer dan anatomi politik Myanmar
Myanmar adalah salah satu negara paling terisolasi di dunia di bawah pemerintahan junta antara 1962 hingga 2011.
Baca juga: Presiden Jokowi-PM Muhyiddin minta ada pertemuan menlu ASEAN bahas Myanmar
Pada 2011, pemerintah semisipil memulai liberalisasi.
Sumber: Reuters
RUU keamanan dunia maya itu akan memungkinkan pihak junta militer Myanmar untuk melarang konten yang tidak disukai, membatasi penyedia internet, dan mencegat data.
RUU berisi 36 halaman aturan diberikan kepada para operator seluler dan pemegang lisensi telekomunikasi untuk dikomentari pada Selasa (9/2), yakni sekitar sepekan setelah tentara menggulingkan pemerintah terpilih Aun San Suu Kyi, menurut pernyataan dari kelompok ormas sipil tersebut.
Juru bicara pemerintah dan kementerian telekomunikasi Myanmar sejauh ini tidak menjawab telepon. Reuters tidak dapat memverifikasi secara independen isi dokumen RUU tersebut, yang tertanggal 6 Februari dan telah beredar luas di Myanmar.
"Dokumen yang disebut RUU itu termasuk beberapa klausul yang melanggar hak asasi manusia, termasuk hak atas kebebasan berekspresi, perlindungan data dan privasi, dan prinsip demokrasi dan hak asasi manusia lainnya di ruang daring," kata pernyataan dari kelompok tersebut, yang ditandatangani oleh lebih dari 150 organisasi.
Salinan RUU yang diusulkan itu, yang ditinjau oleh Reuters, menyebutkan bahwa tujuan RUU termasuk melindungi publik serta mencegah kejahatan dan penggunaan teknologi elektronik yang merugikan negara atau stabilitas negara.
Dalam salinan yang diduga RUU keamanan dunia maya itu, tertera aturan bahwa penyedia internet harus mencegah atau menghapus konten yang dianggap "menyebabkan kebencian, menghancurkan persatuan dan ketenangan", juga konten yang dapat menjadi "berita atau rumor yang tidak benar" atau tidak sesuai dengan budaya Myanmar, seperti pornografi.
Juru bicara perusahaan internet Myanmar Net dan operator seluler Telenor mengatakan mereka tidak tahu tentang RUU yang diusulkan itu.
Beberapa hari setelah merebut kekuasaan, penguasa militer Myanmar melarang Facebook, Twitter dan platform media sosial lainnya yang dimanfaatkan para pengguna untuk menyampaikan kritik terhadap kudeta.
Pihak junta Mynmar memblokir internet selama sehari, tetapi langkah itu tidak menghentikan aksi protes terbesar dalam lebih dari satu dekade untuk menentang kudeta yang dilakukan oleh kelompok militer negara itu.
Kelompok masyarakat sipil menuduh pihak junta Myanmar membuat rancangan undang-undang itu untuk membatasi mobilisasi lawan-lawannya.
Baca juga: Kudeta, militer dan anatomi politik Myanmar
Myanmar adalah salah satu negara paling terisolasi di dunia di bawah pemerintahan junta antara 1962 hingga 2011.
Baca juga: Presiden Jokowi-PM Muhyiddin minta ada pertemuan menlu ASEAN bahas Myanmar
Pada 2011, pemerintah semisipil memulai liberalisasi.
Sumber: Reuters