Kupang (ANTARA) - Yayasan Plan Internasional Indonesia (Plan Indonesia) bersama dengan pemerintah Kota Kupang mengadakan pelatihan penanganan sampah infeksius dalam penyelesaian masalah sampah medis di kota itu.
Wise project manager Plan Indonesia Sabaruddin ditemui ANTARA di sela-sela pelatihan tersebut di Kota Kupang, Senin (7/6) mengatakan bahwa pelatihan ini dilakukan setelah pihaknya selama beberapa pekan melakukan penelitian di beberapa puskesmas terkait masalah limbah sampah COVID-19.
"Ada sekitar 10 puskesmas yang kita lakukan assement, dan temuannya limbah medis itu memang sudah dikelola oleh UPT Dinas kebersihan provinsi, tetapi sayangnya pengangkutan limbah medis itu tidak terjadwal dengan baik," katanya.
Ia mengambil contoh pengangkutan limbah medis di salah satu puskesmas di Kota Kupang biasanya dibiarkan selama satu bulan bahkan dua bulan sehingga limbah medis itu terkumpul.
Bahkan ada beberapa kamar toilet yang belum digunakan di puskesmas terkadang dipakai untuk menyimpan sampah medis khusus pencegah COVID-19 dan menumpuk.
Sabaruddin juga menambahkan bahwa tingginya angka penderita COVID-19 dan minimnya tempat pembuangan sampah limbah medis bekas pasien COVID-19, meningkatkan jumlah sampah medis yang semakin menggunung di pelayanan kesehatan.
Selain itu kewajiban untuk memakai masker ketika beraktivitas menjadi salah satu alasan meningkatnya sampah masker. Sampah infeksius berbahaya karena selain mencemari lingkungan, sampah bisa menjadi sumber penyebaran penyakit dari pathogen yang menempel.
Oleh karena itu ujar dia, Plan Indonesia melalui Project WASH SDGs for COVID-19 Inclusive Intervention (WISE) mengajak semua lapisan masyarakat, mulai dari pemerintah kota sampai para kader di masyarakat untuk dapat berperan langsung dalam penanganan sampah infeksius.
“Kami berharap agar para kader yang mengikuti pelatihan ini dapat menularkan ilmu yang mereka peroleh kepada masyarakat setempat, sehingga sampah medis di tingkat rumah tangga juga dapat terkelola dengan baik," tambah dia.
Selain itu, Plan juga mendorong pemerintah Kota Kupang untuk menerbitkan peraturan untuk pengelolaan sampah infeksius sebagai respons dari penambahan jumlah sampah infeksius akibat pandemik COVID-19.
Menanggapi masalah sampah medis itu lurah Kelurahan Oesapa, Kota Kupang Kiai Kia di sela-sela pelaksanaan pelatihan itu mengaku bahwa sampah medis ini baru dikenal masyarakat setelah ada COVID-19.
Baca juga: Plan Indonesia kucurkan Rp1,2 miliar bantu penyintas bencana di Lembata
"Namun sayangnya masyarakat belum paham betul. Selain itu juga ujar dia kendala yang ditemui di lapangan juga adalah minimnya lokasi untuk penempatan tempat sampah khusus sampah medis, sehingga warga juga bingung harus membuang maskernya di mana usai digunakan," tambah dia.
Baca juga: Plan Indonesia latih warga NTT manfaatkan teknologi sanitasi
Ia mengatakan bahwa pelaksanaan pelatihan dan diskusi bersama yang digelar oleh Plan itu membuat dirinya tahu bahwa hampir semua kelurahan di kota Kupang mempunyai masalah yang sama yakni tempat sampah khusus sampak infeksius.
Wise project manager Plan Indonesia Sabaruddin ditemui ANTARA di sela-sela pelatihan tersebut di Kota Kupang, Senin (7/6) mengatakan bahwa pelatihan ini dilakukan setelah pihaknya selama beberapa pekan melakukan penelitian di beberapa puskesmas terkait masalah limbah sampah COVID-19.
"Ada sekitar 10 puskesmas yang kita lakukan assement, dan temuannya limbah medis itu memang sudah dikelola oleh UPT Dinas kebersihan provinsi, tetapi sayangnya pengangkutan limbah medis itu tidak terjadwal dengan baik," katanya.
Ia mengambil contoh pengangkutan limbah medis di salah satu puskesmas di Kota Kupang biasanya dibiarkan selama satu bulan bahkan dua bulan sehingga limbah medis itu terkumpul.
Bahkan ada beberapa kamar toilet yang belum digunakan di puskesmas terkadang dipakai untuk menyimpan sampah medis khusus pencegah COVID-19 dan menumpuk.
Sabaruddin juga menambahkan bahwa tingginya angka penderita COVID-19 dan minimnya tempat pembuangan sampah limbah medis bekas pasien COVID-19, meningkatkan jumlah sampah medis yang semakin menggunung di pelayanan kesehatan.
Selain itu kewajiban untuk memakai masker ketika beraktivitas menjadi salah satu alasan meningkatnya sampah masker. Sampah infeksius berbahaya karena selain mencemari lingkungan, sampah bisa menjadi sumber penyebaran penyakit dari pathogen yang menempel.
Oleh karena itu ujar dia, Plan Indonesia melalui Project WASH SDGs for COVID-19 Inclusive Intervention (WISE) mengajak semua lapisan masyarakat, mulai dari pemerintah kota sampai para kader di masyarakat untuk dapat berperan langsung dalam penanganan sampah infeksius.
“Kami berharap agar para kader yang mengikuti pelatihan ini dapat menularkan ilmu yang mereka peroleh kepada masyarakat setempat, sehingga sampah medis di tingkat rumah tangga juga dapat terkelola dengan baik," tambah dia.
Selain itu, Plan juga mendorong pemerintah Kota Kupang untuk menerbitkan peraturan untuk pengelolaan sampah infeksius sebagai respons dari penambahan jumlah sampah infeksius akibat pandemik COVID-19.
Menanggapi masalah sampah medis itu lurah Kelurahan Oesapa, Kota Kupang Kiai Kia di sela-sela pelaksanaan pelatihan itu mengaku bahwa sampah medis ini baru dikenal masyarakat setelah ada COVID-19.
Baca juga: Plan Indonesia kucurkan Rp1,2 miliar bantu penyintas bencana di Lembata
"Namun sayangnya masyarakat belum paham betul. Selain itu juga ujar dia kendala yang ditemui di lapangan juga adalah minimnya lokasi untuk penempatan tempat sampah khusus sampah medis, sehingga warga juga bingung harus membuang maskernya di mana usai digunakan," tambah dia.
Baca juga: Plan Indonesia latih warga NTT manfaatkan teknologi sanitasi
Ia mengatakan bahwa pelaksanaan pelatihan dan diskusi bersama yang digelar oleh Plan itu membuat dirinya tahu bahwa hampir semua kelurahan di kota Kupang mempunyai masalah yang sama yakni tempat sampah khusus sampak infeksius.