Jakarta (ANTARA) - Menteri Koordinasi Politik, Hukum, dan Keamanan Republik Indonesia Mahfud MD menyatakan bahwa terdapat gangguan pada tatanan kebangsaan Indonesia yang menggunakan demokrasi sebagai alasan.
“Demokrasi yang harusnya memperkuat ikatan kebangsaan, belakangan ini justru destruktif,” kata Mahfud MD ketika memberikan pemaparannya sebagai pembicara kunci dalam seminar yang diselenggarakan oleh CSIS di dalam jaringan (daring), Senin, (27/7).
Dalam pemaparannya, Mahfud juga menyebutkan bahwa gangguan yang dialami oleh tatanan kebangsaan Indonesia berada dalam beragam bentuk, yaitu kekerasan di tengah-tengah masyarakat, intoleransi, maupun hoaks.
Salah satu perilaku yang dinilai membahayakan bagi Mahfud MD adalah intoleransi, mengingat Indonesia telah melalui proses penyatuan berbagai ikatan primordial dalam pendiriannya.
Adapun yang dimaksud dengan ikatan primordial, yakni ikatan yang menyatukan berbagai ras, agama, suku, daerah, bahkan bahasa yang berbeda.
“Dulu, kesepakatannya kita memilih bentuk demokrasi karena seluruh elemen dari ikatan-ikatan primordial akan bertemu untuk berembuk,” kata Mahfud MD.
Akan tetapi, lanjutnya, alih-alih menemukan titik tengah, justru hasil diskusi yang terjadi di Indonesia mengalami berbagai penolakan dan menimbulkan gejolak dalam tatanan kebangsaan.
Mahfud MD mengatakan terdapat esensi penting yang dilupakan oleh masyarakat. “Seharusnya keputusan yang sudah dirembuk itu dikerjakan bersama,” ujarnya.
Dalam pelaksanaan, keputusan pemerintah yang diambil berdasarkan pada hasil diskusi bersama perwakilan masing-masing daerah, justru menuai penolakan dan ketidakpuasan dari kelompok-kelompok masyarakat. Menurut Mahfud, hal ini yang lantas menjebak pemerintah dalam posisi yang acap kali disalahkan.
Hal yang serupa juga diutarakan oleh Yenny Wahid, aktivis Islam dan politisi Indonesia. Yenny juga menambahkan, selain menjalankan keputusan, terdapat catatan penting dalam proses pengambilan keputusan.
“Pastikan keputusan yang diambil merupakan kepentingan masyarakat umum, bukan hanya mayoritas,” kata Yenny.
Oleh karena itu, Mahfud MD mengajak para pakar maupun akademisi yang terlibat dalam lembaga think-tank untuk memberi masukan kepada pemerintah berupa solusi dalam mengatasi tantangan-tantangan demokrasi.
Baca juga: Benarkan demokrasi Indonesia akan hambar tanpa oposisi?
Mahfud MD menjadi pembicara kunci dalam sebuah seminar daring yang diselenggarakan oleh Centre for Strategic and International Studies (CSIS). CSIS merupakan lembaga think-tank non-profit yang telah berdiri selama 50 tahun.
Baca juga: Mikhael Bataona sebut aneh negara demokrasi modern tanpa pengontrol
Tema yang diangkat pada seminar tersebut adalah Masa Depan Kebangsaan dan Demokrasi Indonesia.
“Demokrasi yang harusnya memperkuat ikatan kebangsaan, belakangan ini justru destruktif,” kata Mahfud MD ketika memberikan pemaparannya sebagai pembicara kunci dalam seminar yang diselenggarakan oleh CSIS di dalam jaringan (daring), Senin, (27/7).
Dalam pemaparannya, Mahfud juga menyebutkan bahwa gangguan yang dialami oleh tatanan kebangsaan Indonesia berada dalam beragam bentuk, yaitu kekerasan di tengah-tengah masyarakat, intoleransi, maupun hoaks.
Salah satu perilaku yang dinilai membahayakan bagi Mahfud MD adalah intoleransi, mengingat Indonesia telah melalui proses penyatuan berbagai ikatan primordial dalam pendiriannya.
Adapun yang dimaksud dengan ikatan primordial, yakni ikatan yang menyatukan berbagai ras, agama, suku, daerah, bahkan bahasa yang berbeda.
“Dulu, kesepakatannya kita memilih bentuk demokrasi karena seluruh elemen dari ikatan-ikatan primordial akan bertemu untuk berembuk,” kata Mahfud MD.
Akan tetapi, lanjutnya, alih-alih menemukan titik tengah, justru hasil diskusi yang terjadi di Indonesia mengalami berbagai penolakan dan menimbulkan gejolak dalam tatanan kebangsaan.
Mahfud MD mengatakan terdapat esensi penting yang dilupakan oleh masyarakat. “Seharusnya keputusan yang sudah dirembuk itu dikerjakan bersama,” ujarnya.
Dalam pelaksanaan, keputusan pemerintah yang diambil berdasarkan pada hasil diskusi bersama perwakilan masing-masing daerah, justru menuai penolakan dan ketidakpuasan dari kelompok-kelompok masyarakat. Menurut Mahfud, hal ini yang lantas menjebak pemerintah dalam posisi yang acap kali disalahkan.
Hal yang serupa juga diutarakan oleh Yenny Wahid, aktivis Islam dan politisi Indonesia. Yenny juga menambahkan, selain menjalankan keputusan, terdapat catatan penting dalam proses pengambilan keputusan.
“Pastikan keputusan yang diambil merupakan kepentingan masyarakat umum, bukan hanya mayoritas,” kata Yenny.
Oleh karena itu, Mahfud MD mengajak para pakar maupun akademisi yang terlibat dalam lembaga think-tank untuk memberi masukan kepada pemerintah berupa solusi dalam mengatasi tantangan-tantangan demokrasi.
Baca juga: Benarkan demokrasi Indonesia akan hambar tanpa oposisi?
Mahfud MD menjadi pembicara kunci dalam sebuah seminar daring yang diselenggarakan oleh Centre for Strategic and International Studies (CSIS). CSIS merupakan lembaga think-tank non-profit yang telah berdiri selama 50 tahun.
Baca juga: Mikhael Bataona sebut aneh negara demokrasi modern tanpa pengontrol
Tema yang diangkat pada seminar tersebut adalah Masa Depan Kebangsaan dan Demokrasi Indonesia.