Jakarta (ANTARA) - Bank Indonesia (BI) memperkirakan Bank Sentral AS, The Fed, akan mulai mengurangi likuiditas atau tapering off pada awal 2022 dan mulai meningkatkan suku bunga pada awal 2023.
"Paling cepat kemungkinan di akhir 2021, tetapi pasar lebih ke 2022," kata Deputi Gubernur Senior BI Destry Damayanti dalam diskusi daring di Jakarta, Kamis, (29/7).
Menurut dia, perkiraan tersebut mempertimbangkan tren perekonomian global yang mulai meningkat secara persisten dan inflasi di Amerika yang sudah mencapai 5,4 persen, meski dalam jangka panjang Negeri Paman Sam akan terus menjaga inflasi tetap berada di level dua persen.
Kendati demikian, kebijakan tapering off likuiditas Fed akan didahului oleh sinyal yang jelas, serta dilaksanakan secara terukur dan transparan.
Sejauh ini, Destry mengatakan bahwa Fed masih mempertahankan kebijakan akomodatif dengan rencana yang belum berubah pada rapat dini hari tadi.
Adapun Bank Sentral AS masih mempertahankan kebijakan suku bunga di level mendekati 0 persen, serta pembelian aset tetap senilai 120 miliar dolar AS.
Kemudian, ia menjelaskan, Fed terus menekankan bahwa tekanan inflasi bersifat sementara atau transitory, bukan karena struktural tight labor market, sehingga suku bunga akan tetap rendah.
Selain itu, diskusi pengurangan pembelian aset pada rapat Bank Sentral AS mendatang yang dikhawatirkan pasar masih bersifat kemungkinan dengan mempertimbangkan kondisi ketenagakerjaan.
Baca juga: BI tegaskan Bitcoin bukan alat pembayaran sah di RI
Baca juga: BI longgarkan uang muka kredit kendaraan dan KPR
Kendati demikian, seluruh kemungkinan tersebut, kata Destry, perlu diantisipasi pasar dan juga seluruh bank sentral di berbagai negara, termasuk BI.
"Tentunya apa yang terjadi di sana akan mempengaruhi stance dari kebijakan BI, sehingga kami akan mengoptimalkan seluruh bauran kebijakan yang kami miliki," ujarnya.
"Paling cepat kemungkinan di akhir 2021, tetapi pasar lebih ke 2022," kata Deputi Gubernur Senior BI Destry Damayanti dalam diskusi daring di Jakarta, Kamis, (29/7).
Menurut dia, perkiraan tersebut mempertimbangkan tren perekonomian global yang mulai meningkat secara persisten dan inflasi di Amerika yang sudah mencapai 5,4 persen, meski dalam jangka panjang Negeri Paman Sam akan terus menjaga inflasi tetap berada di level dua persen.
Kendati demikian, kebijakan tapering off likuiditas Fed akan didahului oleh sinyal yang jelas, serta dilaksanakan secara terukur dan transparan.
Sejauh ini, Destry mengatakan bahwa Fed masih mempertahankan kebijakan akomodatif dengan rencana yang belum berubah pada rapat dini hari tadi.
Adapun Bank Sentral AS masih mempertahankan kebijakan suku bunga di level mendekati 0 persen, serta pembelian aset tetap senilai 120 miliar dolar AS.
Kemudian, ia menjelaskan, Fed terus menekankan bahwa tekanan inflasi bersifat sementara atau transitory, bukan karena struktural tight labor market, sehingga suku bunga akan tetap rendah.
Selain itu, diskusi pengurangan pembelian aset pada rapat Bank Sentral AS mendatang yang dikhawatirkan pasar masih bersifat kemungkinan dengan mempertimbangkan kondisi ketenagakerjaan.
Baca juga: BI tegaskan Bitcoin bukan alat pembayaran sah di RI
Baca juga: BI longgarkan uang muka kredit kendaraan dan KPR
Kendati demikian, seluruh kemungkinan tersebut, kata Destry, perlu diantisipasi pasar dan juga seluruh bank sentral di berbagai negara, termasuk BI.
"Tentunya apa yang terjadi di sana akan mempengaruhi stance dari kebijakan BI, sehingga kami akan mengoptimalkan seluruh bauran kebijakan yang kami miliki," ujarnya.