Kupang (AntaraNews NTT) - Bank Indonesia memperkirakan inflasi triwulan I tahun 2018 di Nusa Tenggara Timur (NTT) berada pada kisaran 3,40-3,80 persen (yoy) atau meningkat dibanding perkiraaan inflasi 2017 pada kisaran 2,55 persen-2,95 persen (yoy).
"Relatif tinggi inflasi pada triwulan I ini, lebih disebabkan oleh faktor based effect, yaitu rendah posisi harga tahun sebelumnya, terutama untuk komoditas bahan makanan, sayur-sayuran dan bumbu-bumbuan serta rokok, seiring masih adanya kenaikan bertahap biaya cukai," demikian hasil kajian ekonomi dan keuangan regional NTT yang disampaikan Bank Indonesia, Rabu.
Secara tahunan, dalam laporan Bank Indonesia itu, pertumbuhan inflasi pada akhir tahun 2018 diperkirakan pada kisaran 4,20 hingga 4,60 persen (yoy). Sedangkan inflasi tahun 2018 diperkirakan meningkat dibandingkan perkiraan realisasi tahun 2017 sebesar 2,55 persen-2,95 persen (yoy).
Kondisi ini didorong oleh pembalikan arah, terutama untuk komoditas sayur-sayuran dan bumbu-bumbuan yang tercatat inflasi rendah dan beberapa kali mengalami deflasi.
Rokok dan tembakau turut menjadi pendorong inflasi tahunan 2018, seiring masih berlangsung kenaikan cukai rokok. Sementara itu, komoditas lain masih relatif stabil seperti daging ayam ras, seiring adanya penambahan breeding farm. Komoditas sandang, kesehatan dan pendidikan juga diperkirakan relatif stabil.
Komoditas administered prices yang paling sering menyumbang inflasi tinggi di Provinsi NTT, yakni angkutan udara pada tahun 2018 diperkirakan relatif lebih stabil, seiring penambahan rute penerbangan yang lebih banyak pada tahun tersebut. Potensi kenaikan lebih disumbang oleh risiko kenaikan harga bahan bakar pesawat (avtur).
Dalam rangka pengendalian inflasi tahun 2018, Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Provinsi NTT terus meningkatkan koordinasi dengan semua pihak terkait hingga seluruh kabupaten/kota, termasuk Tim Satgas Pangan Polda dalam mengawal harga.
BI menyebutkan pula, pada tahun 2018 ini, direncanakan akan mulai penjajakan pembentukan klaster hortikultura. Kondisi ini disebabkan karena 80 persen lebih penyebab inflasi di Provinsi NTT berasal dari komoditas hortikultura seperti bumbu-bumbuan dan sayur-sayuran.
Dengan memastikan pasokan yang terjaga pada komoditas hortikultura, diharapkan dapat berkontribusi besar dalam meredam gejolak harga volatile food.
"Relatif tinggi inflasi pada triwulan I ini, lebih disebabkan oleh faktor based effect, yaitu rendah posisi harga tahun sebelumnya, terutama untuk komoditas bahan makanan, sayur-sayuran dan bumbu-bumbuan serta rokok, seiring masih adanya kenaikan bertahap biaya cukai," demikian hasil kajian ekonomi dan keuangan regional NTT yang disampaikan Bank Indonesia, Rabu.
Secara tahunan, dalam laporan Bank Indonesia itu, pertumbuhan inflasi pada akhir tahun 2018 diperkirakan pada kisaran 4,20 hingga 4,60 persen (yoy). Sedangkan inflasi tahun 2018 diperkirakan meningkat dibandingkan perkiraan realisasi tahun 2017 sebesar 2,55 persen-2,95 persen (yoy).
Kondisi ini didorong oleh pembalikan arah, terutama untuk komoditas sayur-sayuran dan bumbu-bumbuan yang tercatat inflasi rendah dan beberapa kali mengalami deflasi.
Rokok dan tembakau turut menjadi pendorong inflasi tahunan 2018, seiring masih berlangsung kenaikan cukai rokok. Sementara itu, komoditas lain masih relatif stabil seperti daging ayam ras, seiring adanya penambahan breeding farm. Komoditas sandang, kesehatan dan pendidikan juga diperkirakan relatif stabil.
Komoditas administered prices yang paling sering menyumbang inflasi tinggi di Provinsi NTT, yakni angkutan udara pada tahun 2018 diperkirakan relatif lebih stabil, seiring penambahan rute penerbangan yang lebih banyak pada tahun tersebut. Potensi kenaikan lebih disumbang oleh risiko kenaikan harga bahan bakar pesawat (avtur).
Dalam rangka pengendalian inflasi tahun 2018, Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Provinsi NTT terus meningkatkan koordinasi dengan semua pihak terkait hingga seluruh kabupaten/kota, termasuk Tim Satgas Pangan Polda dalam mengawal harga.
BI menyebutkan pula, pada tahun 2018 ini, direncanakan akan mulai penjajakan pembentukan klaster hortikultura. Kondisi ini disebabkan karena 80 persen lebih penyebab inflasi di Provinsi NTT berasal dari komoditas hortikultura seperti bumbu-bumbuan dan sayur-sayuran.
Dengan memastikan pasokan yang terjaga pada komoditas hortikultura, diharapkan dapat berkontribusi besar dalam meredam gejolak harga volatile food.