Jakarta (ANTARA) - Pakar hukum dari Universitas Borobudur Jakarta Faisal Santiago memandang perlu pemerintah menyegerakan revisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) untuk mengakomodasi hukuman pidana alternatif.
"Perlu memasukkan hukuman pidana alternatif supaya kelebihan kapasitas lembaga pemasyarakatan tidak terjadi lagi," kata Prof. Dr. Faisal Santiago ketika dihubungi di Jakarta, Kamis (9/9).
Faisal mengatakan bahwa KUHP yang masih berlaku hingga sekarang merupakan peninggalan zaman Belanda dan sudah tidak relevan dengan kondisi Indonesia saat ini.
Faisal memandang penting Indonesia memiliki KUHP terbaru guna mengatasi permasalahan yang muncul sesuai dengan perkembangan zaman.
Dikatakan pula bahwa tingginya angka kematian korban kebakaran Lapas Kelas 1 Tangerang diakibatkan oleh kelebihan kapasitas lapas.
Menurut dia, idealnya 9 kamar hanya diisi sekitar 40 narapidana. Akan tetapi, 9 kamar di Blok C2 dihuni oleh 122 narapidana.
Secara keseluruhan, Lapas Kelas 1 Tangerang menampung 2.072 warga binaan pemasyarakatan. Padahal, kapasitas lapas ini hanya menampung 600 orang.
Kelebihan kapasitas, kata Prof. Faisal, memengaruhi tingkat keamanan dan kenyamanan warga binaan pemasyarakatan.
Selain itu, kelebihan kapasitas yang tidak selaras dengan jumlah petugas, lanjut dia, juga akan memengaruhi kesigapan dan kecepatan kinerja petugas, khususnya dalam mengatasi permasalahan, seperti kebakaran yang terjadi di Lapas Kelas 1 Tangerang, Rabu (8/9).
"Walaupun mereka adalah terpidana yang sudah dihukum, bukan berarti hak mereka sebagai manusia dapat diabaikan," ucapnya menegaskan.
Faisal mengatakan bahwa kelebihan kapasitas tidak hanya di Lapas Kelas 1 Tangerang, tetapi juga di lapas lainnya di Tanah Air seiring dengan peningkatan pelaku kriminal.
Akan tetapi, dia menegaskan bahwa hal tersebut tidak dapat untuk melakukan justifikasi terhadap keadaan lapas yang memprihatinkan.
Oleh karena itu, lanjut dia, untuk tindak pidana ringan, misalnya pidana dengan hukuman di bawah 1 tahun, sebaiknya hukuman pidana alternatif, seperti melakukan kerja sosial.
Dikemukakan pula bahwa definisi kerja sosial bisa dirumuskan dalam penyusunan dan pembahasan RUU KUHP.
"Nanti juga bisa diumumkan (tindak pidananya, red.) kepada masyarakat. Hukuman sosial itu lebih kejam," kata Faisal.
Baca juga: Pakar sebut pasal santet RUU KUHP perlu dikaji ulang
"Perlu memasukkan hukuman pidana alternatif supaya kelebihan kapasitas lembaga pemasyarakatan tidak terjadi lagi," kata Prof. Dr. Faisal Santiago ketika dihubungi di Jakarta, Kamis (9/9).
Faisal mengatakan bahwa KUHP yang masih berlaku hingga sekarang merupakan peninggalan zaman Belanda dan sudah tidak relevan dengan kondisi Indonesia saat ini.
Faisal memandang penting Indonesia memiliki KUHP terbaru guna mengatasi permasalahan yang muncul sesuai dengan perkembangan zaman.
Dikatakan pula bahwa tingginya angka kematian korban kebakaran Lapas Kelas 1 Tangerang diakibatkan oleh kelebihan kapasitas lapas.
Menurut dia, idealnya 9 kamar hanya diisi sekitar 40 narapidana. Akan tetapi, 9 kamar di Blok C2 dihuni oleh 122 narapidana.
Secara keseluruhan, Lapas Kelas 1 Tangerang menampung 2.072 warga binaan pemasyarakatan. Padahal, kapasitas lapas ini hanya menampung 600 orang.
Kelebihan kapasitas, kata Prof. Faisal, memengaruhi tingkat keamanan dan kenyamanan warga binaan pemasyarakatan.
Selain itu, kelebihan kapasitas yang tidak selaras dengan jumlah petugas, lanjut dia, juga akan memengaruhi kesigapan dan kecepatan kinerja petugas, khususnya dalam mengatasi permasalahan, seperti kebakaran yang terjadi di Lapas Kelas 1 Tangerang, Rabu (8/9).
"Walaupun mereka adalah terpidana yang sudah dihukum, bukan berarti hak mereka sebagai manusia dapat diabaikan," ucapnya menegaskan.
Faisal mengatakan bahwa kelebihan kapasitas tidak hanya di Lapas Kelas 1 Tangerang, tetapi juga di lapas lainnya di Tanah Air seiring dengan peningkatan pelaku kriminal.
Akan tetapi, dia menegaskan bahwa hal tersebut tidak dapat untuk melakukan justifikasi terhadap keadaan lapas yang memprihatinkan.
Oleh karena itu, lanjut dia, untuk tindak pidana ringan, misalnya pidana dengan hukuman di bawah 1 tahun, sebaiknya hukuman pidana alternatif, seperti melakukan kerja sosial.
Dikemukakan pula bahwa definisi kerja sosial bisa dirumuskan dalam penyusunan dan pembahasan RUU KUHP.
"Nanti juga bisa diumumkan (tindak pidananya, red.) kepada masyarakat. Hukuman sosial itu lebih kejam," kata Faisal.
Baca juga: Pakar sebut pasal santet RUU KUHP perlu dikaji ulang