Jakarta (ANTARA) - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani mengingatkan agar Indonesia mewaspadai krisis yang sedang dialami raksasa properti di Tiongkok, Evergrande, yang akan memberikan dampak besar terhadap ekonomi Negeri Panda maupun dunia.
"Isu risiko stabilitas sektor keuangan terutama di Tiongkok itu menjadi perhatian pada minggu-minggu ini," ungkap Sri Mulyani dalam Konferensi Pers APBN KITA September 2021 secara daring di Jakarta, Kamis, (23/9).
Menurut dia, Indonesia harus bisa terus mewaspadai dan mempelajari situasi ekonomi Tiongkok karena kenaikan ekspor terutama komoditas akan sangat dipengaruhi pemulihan ekonomi global, terutama pergerakan mitra-mitra dagang utama Indonesia seperti Negeri Tirai Bambu tersebut.
Dengan demikian, krisis Evergrande menjadi faktor yang berpotensi memperlambat pemulihan ekonomi global, selain masih adanya COVID-19 varian Delta serta mutasi virus lainnya, pemulihan ekonomi yang tidak merata di berbagai negara, serta kenaikan inflasi.
Sri Mulyani menjelaskan Evergrande saat ini mengalami situasi yang sangat sulit, yaitu kondisi gagal bayar yang cukup besar.
"Utang perusahaan konstruksi terbesar di Tiongkok itu mencapai di atas 300 miliar dolar AS," ucap dia.
Baca juga: Pasar saham Asia tegang di bawah bayang-bayang Evergrande
Maka dari itu, krisis tersebut, kata dia, tentunya akan mempengaruhi ekonomi Tiongkok maupun dunia, serta akan berdampak pada Indonesia.
Baca juga: Evergrande kian dekati tenggat waktu gagal bayar
Hal tersebut pun menyebabkan Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) pada September 2021 menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi global tahun ini sebesar 0,1 persen menjadi 5,7 persen.
"Isu risiko stabilitas sektor keuangan terutama di Tiongkok itu menjadi perhatian pada minggu-minggu ini," ungkap Sri Mulyani dalam Konferensi Pers APBN KITA September 2021 secara daring di Jakarta, Kamis, (23/9).
Menurut dia, Indonesia harus bisa terus mewaspadai dan mempelajari situasi ekonomi Tiongkok karena kenaikan ekspor terutama komoditas akan sangat dipengaruhi pemulihan ekonomi global, terutama pergerakan mitra-mitra dagang utama Indonesia seperti Negeri Tirai Bambu tersebut.
Dengan demikian, krisis Evergrande menjadi faktor yang berpotensi memperlambat pemulihan ekonomi global, selain masih adanya COVID-19 varian Delta serta mutasi virus lainnya, pemulihan ekonomi yang tidak merata di berbagai negara, serta kenaikan inflasi.
Sri Mulyani menjelaskan Evergrande saat ini mengalami situasi yang sangat sulit, yaitu kondisi gagal bayar yang cukup besar.
"Utang perusahaan konstruksi terbesar di Tiongkok itu mencapai di atas 300 miliar dolar AS," ucap dia.
Baca juga: Pasar saham Asia tegang di bawah bayang-bayang Evergrande
Maka dari itu, krisis tersebut, kata dia, tentunya akan mempengaruhi ekonomi Tiongkok maupun dunia, serta akan berdampak pada Indonesia.
Baca juga: Evergrande kian dekati tenggat waktu gagal bayar
Hal tersebut pun menyebabkan Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) pada September 2021 menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi global tahun ini sebesar 0,1 persen menjadi 5,7 persen.