Seoul (ANTARA) - Korea Utara menembakkan sebuah proyektil tak dikenal ke perairan lepas pantainya pada Selasa, (28/9) kata militer Korea Selatan.
Insiden itu muncul setelah Korut mendesak Amerika Serikat dan Korsel untuk menghapus "kebijakan bermusuhan" mereka.
Militer Korsel tidak menjelaskan lebih rinci tentang insiden itu, namun kementerian pertahanan Jepang mengatakan tampaknya proyektil itu adalah sebuah rudal balistik.
Laporan itu muncul sebelum duta besar Korut di PBB mendesak AS untuk meninggalkan kebijakannya yang tak bersahabat terhadap negaranya.
Dia mengatakan tak ada seorang pun yang menyangkal hak Korut untuk membela diri dan melakukan uji senjata.
Korut menuduh Korsel dan AS menerapkan "standar ganda" yang disebutnya telah mencela pengembangan senjata Korut tapi terus melanjutkan aktivitas militer mereka.
Pada 15 September, Korut dan Korsel menguji rudal balistik mereka masing-masing.
Peristiwa itu menjadi "perlombaan senjata" terbaru di antara kedua negara yang dengan pesat mengembangkan senjata canggih mereka.
Pemerintah AS mengutuk uji pada 15 September itu dan uji Korut sebelumnya yang disebut analis bisa menjadi rudal jelajah Korut pertama yang memiliki hulu ledak nuklir.
Namun, AS tidak menyinggung uji rudal balistik dari kapal selam (SLBM) yang dilakukan Korsel.
Sejak itu Korut merilis sejumlah pernyataan yang mengatakan mereka berniat melanjutkan pembicaraan dua Korea.
Mereka juga mempertimbangkan pertemuan puncak jika Korsel meninggalkan standar ganda dan kebijakan yang bermusuhan terhadap Korut.
Komando militer AS di Pasifik dan Departemen Pertahanan AS belum menanggapi permintaan untuk berkomentar.
Di Sidang Majelis Umum PBB, dubes Korut di PBB Kim Song mengatakan negaranya hanya memperkuat pertahanan diri.
Baca juga: Korut sebut seruan untuk nyatakan akhir Perang Korea terlalu dini
Jika AS menghapus kebijakannya yang bermusuhan, kata dia, Korut akan merespons "dengan rela kapan saja" untuk melakukan pembicaraan.
Baca juga: Militer AS: Uji coba rudal Korea Utara ancam negara-negara tetangga
"Namun kami menilai tak ada kemajuan pada tahap sekarang ini bagi AS untuk benar-benar menarik kebijakan permusuhannya," kata Kim (Antara/Reuters)
Insiden itu muncul setelah Korut mendesak Amerika Serikat dan Korsel untuk menghapus "kebijakan bermusuhan" mereka.
Militer Korsel tidak menjelaskan lebih rinci tentang insiden itu, namun kementerian pertahanan Jepang mengatakan tampaknya proyektil itu adalah sebuah rudal balistik.
Laporan itu muncul sebelum duta besar Korut di PBB mendesak AS untuk meninggalkan kebijakannya yang tak bersahabat terhadap negaranya.
Dia mengatakan tak ada seorang pun yang menyangkal hak Korut untuk membela diri dan melakukan uji senjata.
Korut menuduh Korsel dan AS menerapkan "standar ganda" yang disebutnya telah mencela pengembangan senjata Korut tapi terus melanjutkan aktivitas militer mereka.
Pada 15 September, Korut dan Korsel menguji rudal balistik mereka masing-masing.
Peristiwa itu menjadi "perlombaan senjata" terbaru di antara kedua negara yang dengan pesat mengembangkan senjata canggih mereka.
Pemerintah AS mengutuk uji pada 15 September itu dan uji Korut sebelumnya yang disebut analis bisa menjadi rudal jelajah Korut pertama yang memiliki hulu ledak nuklir.
Namun, AS tidak menyinggung uji rudal balistik dari kapal selam (SLBM) yang dilakukan Korsel.
Sejak itu Korut merilis sejumlah pernyataan yang mengatakan mereka berniat melanjutkan pembicaraan dua Korea.
Mereka juga mempertimbangkan pertemuan puncak jika Korsel meninggalkan standar ganda dan kebijakan yang bermusuhan terhadap Korut.
Komando militer AS di Pasifik dan Departemen Pertahanan AS belum menanggapi permintaan untuk berkomentar.
Di Sidang Majelis Umum PBB, dubes Korut di PBB Kim Song mengatakan negaranya hanya memperkuat pertahanan diri.
Baca juga: Korut sebut seruan untuk nyatakan akhir Perang Korea terlalu dini
Jika AS menghapus kebijakannya yang bermusuhan, kata dia, Korut akan merespons "dengan rela kapan saja" untuk melakukan pembicaraan.
Baca juga: Militer AS: Uji coba rudal Korea Utara ancam negara-negara tetangga
"Namun kami menilai tak ada kemajuan pada tahap sekarang ini bagi AS untuk benar-benar menarik kebijakan permusuhannya," kata Kim (Antara/Reuters)