Atambua (Antara NTT) - Antrean kendaraan bermotor di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) Kota Atambua, Kabupaten Belu, Nusa Tenggara Timur, terus terjadi.
"Kami sudah antre sejak pagi sekitar pukul 10.00 WITA dan sampai sekarang belum juga bisa masuk. Ini selalu terjadi setiap hari, saya tidak tahu mengapa dibiarkan begini," kata seorang pengemudi angkutan kota, Viktor Bere yang ditemui saat mengantre BBM di SPBU di Wekatimu Kecamatan Atambua Kabupaten Belu, wilayah batas negara RI-Timor Leste, Kamis.
Dia mengatakan, kondisi ini selalu terjadi dan sudah berjalan dalam beberapa pekan, setelah para petugas keamanan dari Satuan Brimob dan TNI serta Polisi Pamong Praja ditarik dari SPBU, yang bertugas melakukan pengawasan.
Menurut Viktor, pada saat SPBU yang ada di Kota Atambua dijaga oleh sejumlah aparat keamanan tersebut, semua konsumen termasuk para supir kendaraan dan ojek, selalu mendapatkan kesempatan untuk mengisi BBM yang dibutuhkan untuk kendaraannya.
"Namun setelah ditarik para petugas tersebut, antrean semakin menjadi-jadi dan bahkan BBM selalu habis sebelum malam tiba," kata dia.
Viktor mengatakan, kendatipun sempat masuk ke halaman SPBU dan siap melakukan pengisian, kadang tidak bisa kebagian karena BBM yang dibutuhkan habis di SPBU tersebut.
"Saya punya pengalaman, saat sudah giliran saya mengisi, petugas nosel (selang) di SPBU mengatakan, BBM habis," kata dia.
Dia mengatakan, seharusnya kondisi ini tidak boleh dibiarkan pemerintah terus berlarut karena akan menganggu segala aktivitas masyarakat di daerah batas negara tersebut, termasuk aktivitas dalam mengejar dan meningkatkan kesejahteraan dalam rumah tangga.
"Kami yang menjual jasa melalui angkutan kota, para ojek dan para penjual lainnya yang membutuhkan BBM akan kesulitan dalam melakukan aktivitas kami. Dan ini akan mengganggu upaya pemenuhan kebutuhan dalam rumah tangga," kata dia.
Dia berpendapat, ada pihak lain yang melakukan permainan menyimpang untuk memperoleh dan menimbun BBM subsidi pemerintah untuk masyarakat kecil itu, dan dijual secara ilegal ke negara Timor Leste melalui jalan tikus.
"Kalau tidak seperti itu, kenapa BBM di Atambua dan Kabupaten Belu secara umum, selalu kurang dan sulit diperoleh, padahal jumlah kendaraan baik roda dua dan empat serta lainnya tidak terlalu banyak. Saya yakin ada permainan," kata Viktor.
Jika begitu kondisinya, lanjut dia, pemerintah dan seluruh aparat keamanan yang ada di serambi negara ini, harus benar-benar ikhlas melaksanakan tugasnya untuk melakukan penindakan terhadap segala kegiatan menyimpang termasuk kemungkinan penyelundupan ke Timor Leste.
"Kami masyarakat kecil hanya bisa berharap ketegasan pemerintah dan aparat keamanan untuk menyelesaikan persoalan ini, demi keberlanjutan aktivitas mempertahankan hidup kami dan keluarga di daerah ini," kata Viktor.
Sementara itu, harga jual eceran premium subsidi yang ada di sejumlah pengecer di Kota Atambua, dijual dengan harga Rp10.000 per botol ukuran satu liter, meskipun takaran volume bensinnya tidak penuh.
"Kami terpaksa melakukan ini karena kami juga sulit mendapatkan BBM jenis premium dari SPBU. Kami juga membeli dari pihak lainnya dengan harga tinggi," kata seorang pedagang premium eceran Yohanes Klau di Atambua, Kamis.
Dia mengaku mendapatkan pasokan BBM jenis premium dari oknum penjual lain, yang memiliki koneksi dengan pihak SPBU yang ada.
"Meskipun ditawari dengan harga mahal, kami tetap beli untuk bisa melanjutkan usaha kami sebagai pedagang bensin eceran. Karenanya kami naikan harganya atau turunkan volumenya dengan setengah botol Rp5.000," kata Yohanes.
"Kami sudah antre sejak pagi sekitar pukul 10.00 WITA dan sampai sekarang belum juga bisa masuk. Ini selalu terjadi setiap hari, saya tidak tahu mengapa dibiarkan begini," kata seorang pengemudi angkutan kota, Viktor Bere yang ditemui saat mengantre BBM di SPBU di Wekatimu Kecamatan Atambua Kabupaten Belu, wilayah batas negara RI-Timor Leste, Kamis.
Dia mengatakan, kondisi ini selalu terjadi dan sudah berjalan dalam beberapa pekan, setelah para petugas keamanan dari Satuan Brimob dan TNI serta Polisi Pamong Praja ditarik dari SPBU, yang bertugas melakukan pengawasan.
Menurut Viktor, pada saat SPBU yang ada di Kota Atambua dijaga oleh sejumlah aparat keamanan tersebut, semua konsumen termasuk para supir kendaraan dan ojek, selalu mendapatkan kesempatan untuk mengisi BBM yang dibutuhkan untuk kendaraannya.
"Namun setelah ditarik para petugas tersebut, antrean semakin menjadi-jadi dan bahkan BBM selalu habis sebelum malam tiba," kata dia.
Viktor mengatakan, kendatipun sempat masuk ke halaman SPBU dan siap melakukan pengisian, kadang tidak bisa kebagian karena BBM yang dibutuhkan habis di SPBU tersebut.
"Saya punya pengalaman, saat sudah giliran saya mengisi, petugas nosel (selang) di SPBU mengatakan, BBM habis," kata dia.
Dia mengatakan, seharusnya kondisi ini tidak boleh dibiarkan pemerintah terus berlarut karena akan menganggu segala aktivitas masyarakat di daerah batas negara tersebut, termasuk aktivitas dalam mengejar dan meningkatkan kesejahteraan dalam rumah tangga.
"Kami yang menjual jasa melalui angkutan kota, para ojek dan para penjual lainnya yang membutuhkan BBM akan kesulitan dalam melakukan aktivitas kami. Dan ini akan mengganggu upaya pemenuhan kebutuhan dalam rumah tangga," kata dia.
Dia berpendapat, ada pihak lain yang melakukan permainan menyimpang untuk memperoleh dan menimbun BBM subsidi pemerintah untuk masyarakat kecil itu, dan dijual secara ilegal ke negara Timor Leste melalui jalan tikus.
"Kalau tidak seperti itu, kenapa BBM di Atambua dan Kabupaten Belu secara umum, selalu kurang dan sulit diperoleh, padahal jumlah kendaraan baik roda dua dan empat serta lainnya tidak terlalu banyak. Saya yakin ada permainan," kata Viktor.
Jika begitu kondisinya, lanjut dia, pemerintah dan seluruh aparat keamanan yang ada di serambi negara ini, harus benar-benar ikhlas melaksanakan tugasnya untuk melakukan penindakan terhadap segala kegiatan menyimpang termasuk kemungkinan penyelundupan ke Timor Leste.
"Kami masyarakat kecil hanya bisa berharap ketegasan pemerintah dan aparat keamanan untuk menyelesaikan persoalan ini, demi keberlanjutan aktivitas mempertahankan hidup kami dan keluarga di daerah ini," kata Viktor.
Sementara itu, harga jual eceran premium subsidi yang ada di sejumlah pengecer di Kota Atambua, dijual dengan harga Rp10.000 per botol ukuran satu liter, meskipun takaran volume bensinnya tidak penuh.
"Kami terpaksa melakukan ini karena kami juga sulit mendapatkan BBM jenis premium dari SPBU. Kami juga membeli dari pihak lainnya dengan harga tinggi," kata seorang pedagang premium eceran Yohanes Klau di Atambua, Kamis.
Dia mengaku mendapatkan pasokan BBM jenis premium dari oknum penjual lain, yang memiliki koneksi dengan pihak SPBU yang ada.
"Meskipun ditawari dengan harga mahal, kami tetap beli untuk bisa melanjutkan usaha kami sebagai pedagang bensin eceran. Karenanya kami naikan harganya atau turunkan volumenya dengan setengah botol Rp5.000," kata Yohanes.