Jakarta (ANTARA) -
Sekjen PENA 98 Adian Napitupulu menyatakan waktu merupakan cara menguji masing-masing orang atas sikap, komitmen dan perjuangan yang mereka lakukan.
 
"Terima kasih untuk Fahri Hamzah yang telah memberi pesan pada generasinya. Saya tidak tahu pesan itu untuk semua yang segenerasi atau hanya untuk saya dan Budiman saja," kata Adian Napitupulu dalam tulisannya diterima di Jakarta Jumat, (13/5/2022).
 
Adian membuat tulisan tersebut menanggapi cuitan Twitter Fahri Hamzah yang menampilkan foto dirinya dan Budiman Sudjatmiko yang diunggah pada 7 Mei 2022.
 
"Saya melihat pesan itu seperti mempertanyakan komitmen perjuangan, komitmen kerakyatan pada saya dan Budiman setelah 24 tahun reformasi. Jika demikian, izinkan saya menjawab itu dengan sedikit berbagi cerita," kata dia.
 
Adian menceritakan perjuangannya dengan rekan sejawat saat turun ke jalan pada 1999 lalu untuk memperjuangkan reformasi.

Perjuangan dan komitmen Adian membela kepentingan rakyat tidak surut. Pada 2008 dia mengatakan kantor pengacara miliknya digaris polisi.
 
"Saya dikejar hingga jadi 'gelandangan' berkeliling dari kota-kota lalu jadi pengumpul trolly di berbagai pusat belanja negara orang. 2010 saya di pukuli hingga babak belur oleh belasan polisi di Pengadilan Jakarta Pusat," kata dia lagi.
 
Kemudian, lanjut Adian pada 2014 dirinya baru terpilih menjadi anggota DPR dan dirinya tetap tegak lurus memperjuangkan hak-hak rakyat.
 
Dirinya bersama rakyat sejak 2015 memperjuangkan agar berhektar-hektar tanah Cendana di kabupaten Bogor bisa dibagikan menjadi milik Rakyat.
 
Adian mengatakan dirinya dan Dani Amrul Ichdan (Direksi Mind Id) bersama masyarakat Pongkor juga berjuang sesuai harapan Presiden Jokowi agar ribuan rakyat bisa membentuk koperasi tambang dan menambang emas di Lahan Antam di Pongkor.
 
Perjuangan bersama rakyat juga ditunjukkan yakni dengan Masyarakat Konawe Utara memperjuangkan 400 hektare lahan Antam agar bisa dikelola oleh perusahaan daerah kabupaten Konawe Utara.

Dirinya juga menunjukkan keberpihakan pada rakyat dengan menjenguk ribuan Aktivis dan mahasiswa untuk memastikan tidak ada kekerasan dalam pemeriksaan terhadap mereka yang ditahan di Polda Oktober 2020 karena menolak UU Cipta kerja.
 
Kemudian dia dan beberapa Alumni Trisakti diantaranya Maman Abdurachman, Hendro dan Iwan berjuang meyakinkan banyak orang untuk membantu rumah dan modal kerja pada 4 keluarga korban Trisakti.
 
Pada 2017, dia memperjuangkan ratusan pekerja taman dan kebersihan DPR gajinya tidak dibayar hingga sehari sebelum Idul Fitri.
 
"Saya harus seharian berkeliling meminjam uang sana sini dan mengagunkan BPKB agar gaji ratusan pekerja itu bisa di bayar DPR sehari jelang Hari Raya Idul Fitri," ucapnya.
 
Dia juga sempat beradu otot leher di kesekjenan DPR agar Pamdal DPR tidak dipotong Rp500.000 per bulan untuk sertifikasi pengamanan.
 
Pada 2014, Adian harus ke Lembaga Pemasyarakatan Sulawesi Tengah lalu kembali ke Jakarta untuk meyakinkan Presiden Jokowi agar membebaskan Eva Susanti Bande salah satu aktivis 98 yang pada 2013 di vonis 4 tahun penjara karena memperjuangkan petani sawit di sulteng.

Baca juga: Siapa yang manipulasi sejarah?
 
Dia bersama aktivis 98 lainnya juga bolak-balik berkali-kali meyakinkan Presiden Jokowi agar menggunakan kewenangannya untuk membebaskan puluhan tahanan politik Papua.

Baca juga: Profil - Mengenal Kassian Chepas, tokoh dalam "Di Tepi Sejarah" musim kedua
 
"Banyak dan teramat banyak cerita yang bisa saya sampaikan. Maaf jika itu semua harus saya uraikan, bukan bermaksud memegahkan dan menyombongkan diri tapi pesan kritik yang seolah mempertanyakan komitmen itu perlu saya jawab," ujarnya.

Pewarta : Boyke Ledy Watra
Editor : Bernadus Tokan
Copyright © ANTARA 2024