Waikabubak, NTT (ANTARA) - Organisasi Save The Children Indonesia menyatakan bahwa dari empat Kabupaten di Pulau Sumba, Kabupaten Sumba Barat, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) merupakan daerah yang paling banyak mendapatkan program pendampingan, khususnya bagi anak-anak.
Media dan Brand Manager Save The Children Indonesia Dewi Sri Sumana kepada wartawan di Waikabubak, Sumba Barat, Rabu (14/9/2022) mengatakan bahwa pendampingan-pendampingan itu sudah berjalan selama sembilan tahun.
“Jadi ada namanya program sponsorship dan itu sudah jalan sembilan tahun, dengan memberikan pendampingan kepada anak usai 0-18 tahun,” katanya usai menggelar kegiatan Lokakarya Jurnalis Sahabat Anak NTT di Waikabubak.
Ia menjelaskan bahwa kabupaten Sumba Barat menjadi daerah yang paling banyak diintervensi program-program Save The Children karena survei awal dilakukan di Sumba Barat, selain kabupaten yang lain.
Selain itu juga banyak temuan-temuan yang didapatkan di Sumba Barat yang memang membutuhkan prioritas untuk dibantu.
Ia menambahkan bahwa ada lima program prioritas Save The Children yang diterapkan dalam program pendampingan anak-anak dan ibu di Sumba Barat.
Program-program itu seperti kesehatan gizi nutrisi ibu dan bayi, kemudian program perlindungan anak dan gender, program air bersih, pemberdayaan masyarakat, dan program pendidikan.
Untuk program perlindungan anak dan gender pihaknya memulainya dari program sekolah dasar dengan meningkatkan kapasitas guru, meningkatkan peran serta orang tua dan program PAUD di mana diterapkan program penerapan prinsip bermain untuk anak-anak.
“Sementara untuk tingkat SD lebih pada peningkatan literasi,” katanya.
Dalam menjalankan program-program itu, kata dia, pihaknya tidak berjalan sendiri, tetapi justru bersinergi dengan pemerintah kabupaten, bahkan provinsi.
Pihaknya selalu berkoordinasi baik dengan pemkab dan pemprov untuk pemilihan wilayah dampingan, di mana untuk wilayah dampingan dipetakan oleh pemkab sesuai dengan wilayah-wilayah yang belum tertangani sepenuhnya oleh pemerintah daerah.
“Wilayah-wilayah seperti itu yang dimasuki oleh Save The Children,” tambahnya.
Terkait persentase atau ukuran penerapan program-program Save The Children selama sembilan terakhir di Sumba Barat, ia mengaku ada ukurannya namun untuk persentasenya masih harus dilihat lagi.
“Tentu ada ukurannya. Jadi di setiap program kami melakukan 'base line', jadi studi awal sebelum, penerapan program berjalan. Contohnya program literasi dasar. Kami punya program terhadap anak-anak yang di sekolah yang kami dampingi, terkait sampai mana kemampuan literasi dasar mereka,” katanya.
Baca juga: Save The Children dampingi korban kekerasan terhadap anak di Pulau Sumba
Di setiap fase, katanya, Save The Children melakukan penilaian berlanjut, misalnya pada saat usia kelas 1 SD itu kemampuannya literasinya seperti apa, lalu akan lanjutan di kelas dua sampai dengan kelas tiga.
Baca juga: Save The Children bantu korban kebakaran kampung adat Deke di Sumba Barat
“Jadi ada tahapan perubahan monitoring yang kita lakukan untuk bisa menangkap atau melihat perubahan yang terjadi pada anak,” demikian Dewi Sri Sumana.
Media dan Brand Manager Save The Children Indonesia Dewi Sri Sumana kepada wartawan di Waikabubak, Sumba Barat, Rabu (14/9/2022) mengatakan bahwa pendampingan-pendampingan itu sudah berjalan selama sembilan tahun.
“Jadi ada namanya program sponsorship dan itu sudah jalan sembilan tahun, dengan memberikan pendampingan kepada anak usai 0-18 tahun,” katanya usai menggelar kegiatan Lokakarya Jurnalis Sahabat Anak NTT di Waikabubak.
Ia menjelaskan bahwa kabupaten Sumba Barat menjadi daerah yang paling banyak diintervensi program-program Save The Children karena survei awal dilakukan di Sumba Barat, selain kabupaten yang lain.
Selain itu juga banyak temuan-temuan yang didapatkan di Sumba Barat yang memang membutuhkan prioritas untuk dibantu.
Ia menambahkan bahwa ada lima program prioritas Save The Children yang diterapkan dalam program pendampingan anak-anak dan ibu di Sumba Barat.
Program-program itu seperti kesehatan gizi nutrisi ibu dan bayi, kemudian program perlindungan anak dan gender, program air bersih, pemberdayaan masyarakat, dan program pendidikan.
Untuk program perlindungan anak dan gender pihaknya memulainya dari program sekolah dasar dengan meningkatkan kapasitas guru, meningkatkan peran serta orang tua dan program PAUD di mana diterapkan program penerapan prinsip bermain untuk anak-anak.
“Sementara untuk tingkat SD lebih pada peningkatan literasi,” katanya.
Dalam menjalankan program-program itu, kata dia, pihaknya tidak berjalan sendiri, tetapi justru bersinergi dengan pemerintah kabupaten, bahkan provinsi.
Pihaknya selalu berkoordinasi baik dengan pemkab dan pemprov untuk pemilihan wilayah dampingan, di mana untuk wilayah dampingan dipetakan oleh pemkab sesuai dengan wilayah-wilayah yang belum tertangani sepenuhnya oleh pemerintah daerah.
“Wilayah-wilayah seperti itu yang dimasuki oleh Save The Children,” tambahnya.
Terkait persentase atau ukuran penerapan program-program Save The Children selama sembilan terakhir di Sumba Barat, ia mengaku ada ukurannya namun untuk persentasenya masih harus dilihat lagi.
“Tentu ada ukurannya. Jadi di setiap program kami melakukan 'base line', jadi studi awal sebelum, penerapan program berjalan. Contohnya program literasi dasar. Kami punya program terhadap anak-anak yang di sekolah yang kami dampingi, terkait sampai mana kemampuan literasi dasar mereka,” katanya.
Baca juga: Save The Children dampingi korban kekerasan terhadap anak di Pulau Sumba
Di setiap fase, katanya, Save The Children melakukan penilaian berlanjut, misalnya pada saat usia kelas 1 SD itu kemampuannya literasinya seperti apa, lalu akan lanjutan di kelas dua sampai dengan kelas tiga.
Baca juga: Save The Children bantu korban kebakaran kampung adat Deke di Sumba Barat
“Jadi ada tahapan perubahan monitoring yang kita lakukan untuk bisa menangkap atau melihat perubahan yang terjadi pada anak,” demikian Dewi Sri Sumana.