Kupang (ANTARA) - Pengamat Hukum Tata Negara dari Universitas Nusa Cendana (Undana) Kupang, Nusa Tenggara Timur, Dr Johanes Tuba Helan mengatakan kebijakan baru memperbolehkan penjabat kepala daerah melakukan mutasi atau memecat Aparatur Sipil Negara (ASN) tak sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP).
"Kebijakan penjabat kepala daerah boleh melakukan mutasi atau memecat ASN yang dikeluarkan melalui Surat Edaran Mendagri tak sesuai dengan aturan yang lebih tinggi di PP," katanya ketika dihubungi di Kupang, Jumat, (23/9/2022).
Ia mengatakan hal itu menanggapi Surat Edaran (SE) Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 821/5292/SJ ditandatangani Tito Karnavian pada 14 September 2022 yang membolehkan Penjabat Kepala Daerah melakukan mutasi atau memecat ASN.
Tuba Helan mengatakan aturan tersebut memang dapat dibaca sebagai niat baik Menteri Dalam Negeri agar penyelenggaraan pemerintahan lebih efisien dan efektif.
Namun niat itu bertentangan dengan aturan mengenai penjabat kepala daerah dalam PP Nomor 49 Tahun 2008 tentang Pemilihan, Pengesahan Pengangkatan, dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah.
PP itu menegaskan penjabat kepala daerah atau pelaksana tugas kepala daerah yang diangkat untuk mengisi kekosongan jabatan kepala daerah karena mengundurkan diri untuk mencalonkan/dicalonkan menjadi calon kepala daerah/wakil kepala daerah, serta kepala daerah yang diangkat dari wakil kepala daerah yang menggantikan kepala daerah yang mengundurkan diri untuk mencalonkan/dicalonkan sebagai calon kepala daerah/wakil kepala daerah dilarang melakukan mutasi pegawai.
"Oleh karena itu, untuk menjamin tertib hukum maka Surat Edaran bisa dicabut karena Indonesia negara hukum yang berlaku asas legalitas," katanya.
Dosen Fakultas Hukum Undana itu mengatakan kebijakan itu hanya bisa terlaksana melalui perubahan aturan mengenai penjabat kepala daerah.
Baca juga: Kemendagri bilang penjabat kepala daerah boleh pecat ASN
Tuba Helan berharap Mendagri mempertimbangkan kembali kebijakan tersebut agar tidak menimbulkan persoalan lanjutan dalam tingkat pelaksanaan di lapangan.
Baca juga: Kemendagri luruskan soal izin penjabat kepala daerah mutasi PNS
"Setiap surat edaran yang dikeluarkan tentu perlu dikaji secara mendalam. Artinya tidak boleh gegabah karena agar aturan yang ada tidak saling bertentangan," katanya.
"Kebijakan penjabat kepala daerah boleh melakukan mutasi atau memecat ASN yang dikeluarkan melalui Surat Edaran Mendagri tak sesuai dengan aturan yang lebih tinggi di PP," katanya ketika dihubungi di Kupang, Jumat, (23/9/2022).
Ia mengatakan hal itu menanggapi Surat Edaran (SE) Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 821/5292/SJ ditandatangani Tito Karnavian pada 14 September 2022 yang membolehkan Penjabat Kepala Daerah melakukan mutasi atau memecat ASN.
Tuba Helan mengatakan aturan tersebut memang dapat dibaca sebagai niat baik Menteri Dalam Negeri agar penyelenggaraan pemerintahan lebih efisien dan efektif.
Namun niat itu bertentangan dengan aturan mengenai penjabat kepala daerah dalam PP Nomor 49 Tahun 2008 tentang Pemilihan, Pengesahan Pengangkatan, dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah.
PP itu menegaskan penjabat kepala daerah atau pelaksana tugas kepala daerah yang diangkat untuk mengisi kekosongan jabatan kepala daerah karena mengundurkan diri untuk mencalonkan/dicalonkan menjadi calon kepala daerah/wakil kepala daerah, serta kepala daerah yang diangkat dari wakil kepala daerah yang menggantikan kepala daerah yang mengundurkan diri untuk mencalonkan/dicalonkan sebagai calon kepala daerah/wakil kepala daerah dilarang melakukan mutasi pegawai.
"Oleh karena itu, untuk menjamin tertib hukum maka Surat Edaran bisa dicabut karena Indonesia negara hukum yang berlaku asas legalitas," katanya.
Dosen Fakultas Hukum Undana itu mengatakan kebijakan itu hanya bisa terlaksana melalui perubahan aturan mengenai penjabat kepala daerah.
Baca juga: Kemendagri bilang penjabat kepala daerah boleh pecat ASN
Tuba Helan berharap Mendagri mempertimbangkan kembali kebijakan tersebut agar tidak menimbulkan persoalan lanjutan dalam tingkat pelaksanaan di lapangan.
Baca juga: Kemendagri luruskan soal izin penjabat kepala daerah mutasi PNS
"Setiap surat edaran yang dikeluarkan tentu perlu dikaji secara mendalam. Artinya tidak boleh gegabah karena agar aturan yang ada tidak saling bertentangan," katanya.