Yogyakarta (ANTARA) - Kekeringan mulai melanda beberapa wilayah di Tanah Air, seperti yang diungkapkan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), sejumlah wilayah sedang dilanda kekeringan akibat fenomena El Nino.
BNPB menyebut beberapa daerah itu antara lain Kabupaten Bekasi dan Bogor di Jawa Barat, Temanggung dan Sukoharjo di Jawa Tengah, Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta, Banten, hingga Tapanuli Selatan di Sumatera Utara.
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memproyeksikan puncak siklus El Nino terjadi mulai Agustus sampai Oktober 2023. Pada saat itu sejumlah daerah akan dilanda kekeringan parah, terutama di daerah yang memiliki curah hujan relatif lebih rendah dibandingkan daerah lain. Prediksi lain menyebutkan fenomena berlanjut hingga Februari 2024.
Dari daerah-daerah yang kekeringan tersebut, ada pula yang berdampak terhadap sektor pertanian. Di Bekasi, misalnya, di Kelurahan Mustikasari sudah mengalami kekeringan sehingga pengairan sawah terganggu. Kemudian di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, seperti dikemukakan Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kabupaten Bangka Selatan, tercatat 300 hektare lahan persawahan dilanda kekeringan.
Solusi telah ditempuh untuk mengatasi kekeringan di persawahan. Di Bekasi menggunakan pompa air untuk membantu irigasi yang mulai mengering. Di Bangka Selatan, irigasi menggunakan air dari embung yang telah dipersiapkan. Meski solusi telah dilakukan, kekhawatiran akan terjadi gagal panen masih saja muncul. Jika diakumulasikan secara nasional, bukan mustahil bisa mengancam produksi beras.
Angka sementara sawah yang gagal panen dikemukakan oleh Kementerian Pertanian. Data dari Direktorat Perlindungan Tanaman Pangan memproyeksikan sejumlah lahan pertanian yang mengalami gagal panen dalam beberapa bulan ke depan. Selain itu, beberapa daerah juga berpotensi dilanda banjir yang bisa berdampak pada gagal panen.
Posisi geografis Indonesia cukup unik, diapit oleh dua samudera, sehingga saat terjadi El Nino, ada wilayah yang akan terdampak kekeringan ekstrem, namun ada juga wilayah yang justru akan mengalami banjir.
Kombinasi kekeringan dan kebanjiran ini dapat menyebabkan gagal panen. Periode Januari hingga Juli 2023, tercatat 20.255 hektare (ha) lahan padi mengalami kekeringan dan 469 ha dinyatakan gagal panen, sedangkan 14.000 ha lahan padi terkena banjir dan 1.800 ha di antaranya sudah puso alias gagal panen.
Gagal panen itu membuat beberapa pihak mengkhawatirkan produksi beras nasional akan terganggu. Dan dikhawatirkan berdampak pada target ketersediaan beras 46,84 juta ton pada 2024. BPS mengumumkan produksi beras periode Januari – September 2023 diperkirakan 530.000 ton lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.
Oleh karena itu, berbagai upaya layak dilakukan para pelaku ketahanan pangan agar produksi beras tidak melorot jauh. Upaya terpenting adalah menjaga jangan sampai waktu tanam mundur terlalu jauh. Sentra produksi beras dijaga benar agar waktu tanam masih tepat. Untuk itu ketersediaan air patut diprioritaskan, entah lewat pengadaan pompa air, pemanfaatan embung, maupun optimalisasi bendungan.
Sejauh ini Pemerintah telah mempersiapkan 223 bendungan dengan total volume air 6,7 miliar meter kubik (m3) dan volume pemanfaatan air 4,37 miliar m3 sebagai salah satu infrastruktur penunjang ketersediaan air. Namun, pemanfaatan air tetap harus diatur karena persediaan air jelas berkurang akibat El Nino. Oleh karena itu, prioritas terhadap ketahanan pangan harus menjadi fokus.
Upaya lain adalah memperluas areal tanam. Dalam hal ini gerakan kejar tanam (gertam) diperhitungkan demi ketahanan pangan hingga akhir 2024. Mengapa sampai akhir tahun depan? Hal ini terkait prediksi bahwa dampak El Nino 2023 terhitung panjang karena pada Februari 2024 diperkirakan masih ada El Nino.
Dalam hal meningkatkan perluasan areal tanam (PAT) dan produktivitas berdasarkan pemetaan wilayah, Kementerian Pertanian menggelar gerakan kejar tanam (gertam) 1.000 hektare per kabupaten, dan gerakan nasional (gernas) penanganan dampak El Nino 500.000 ha di 10 provinsi.
Terdapat enam wilayah yang dipersiapkan untuk gertam, yakni Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Sulawesi. Kemudian terdapat empat provinsi pendukung yaitu Lampung, Banten, Kalimantan Selatan, dan Nusa Tenggara Barat.
Baca juga: Artikel - Melindungi areal sawah, menjaga swasembada pangan
Perhitungan Kementerian Pertanian dari gertam akan panen pada November 2023. Persoalan stok beras untuk 2023 akan teratasi. Selanjutnya, bagaimana untuk 2024 di mana El Nino masih berdampak? Di sinilah perlu keberlanjutan gertam agar stok beras 2024 juga aman.
Pihak yang pesimistis bahwa target produksi beras 2024 dapat tercapai mengusulkan untuk dilakukan impor beras. Tatkala harga beras di pasar global sedang tinggi, impor tentu bukan solusi. Oleh karena itu, Direktur Utama Perum Bulog Budi Waseso memastikan tidak akan ada impor tambahan beras.
Baca juga: Artikel - Kaum milenial dan pertanian masa depan
Hingga kini, impor beras yang telah direalisasikan oleh Bulog sebanyak 1,6 juta ton beras dari total penugasan 2,3 juta ton, yang terdiri atas 300 ribu ton dari sisa penugasan pada 2022 dan 2 juta ton dari penugasan 2023. Untuk stok (tahun) ini sudah tiba 1,3 juta ton dari 2 juta ton tersebut. Dengan demikian tinggal masuk 700.000 ton, sisanya 400.000 ton akan datang secara bertahap.
Bagaimanapun lebih baik menggenjot produksi dalam negeri, ketimbang terus-menerus tergantung pada impor. Oleh karena itu, menjadi harapan bersama bahwa El Nino dapat menjadi momentum untuk mendongkrak produksi beras nasional.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Menyelamantkan produksi beras dari dampak El Nino