Kupang (ANTARA) - Pengamat ekonomi dari Universitas Widya Mandira (Unwira) Kupang, Nusa Tenggara Timur Thomas Ola Langoday menilai efisiensi anggaran akan berdampak negatif terhadap sektor pariwisata dan perhotelan di Provinsi berbasis kepulauan itu.
"Basis ekonomi NTT adalah 80 persen oleh APBN dan APBD sementara swasta berada pada angka 20 persen saja," katanya kepada ANTARA di Kupang, Jumat.
Hal ini disampaikan berkaitan dengan adanya efisiensi anggaran yang berdampak pada larangan instansi pemerintahan untuk menggelar rapat atau kegiatan di hotel serta sektor pariwisata.
Dia juga menilai bahwa jika efisiensi ini mengarah pada perjalanan dinas, seminar, fokus grup diskusi, maka seberapa besar efisiensi program-program tersebut memberi kontribusi yang sama bahkan lebih besar pada pariwisata dan perhotelan di NTT.
"Kontribusi swasta yang 20 persen juga ikut memberikan dampak negatif, jika swasta juga mengandalkan anggaran dari APBN dan APBD," ujar dia.
Terkait apakah akan berpengaruh pada kunjungan wisatawan ke NTT, mantan Wakil Bupati Lembata itu mengatakan bahwa jika dengan melihat basis anggaran di NTT maka kontribusi terbesar pariwisata NTT oleh birokrasi.
Jika terjadi efisiensi anggaran oleh birokrasi maka akan mempengaruhi kunjungan wisatawan domestik di NTT.
"Tidak ada lagi perjalanan dinas, tidak ada lagi seminar, tidak ada lagi bimtek, tidak ada lagi FGD, birokrat mana yang ke NTT atau ke destinasi wisata di NTT," ujar dia.
Tentunya saat ini ujar dia sektor pariwisata hanya berharap wisatawan mancanegara, dengan catatan, efisiensi tidak berdampak pada kenaikan harga hotel, restoran, paket kunjungan, transportasi dan fasilitas di destinasi wisata.
Karena itu, ujar dia, perlu solusi elegan agar pariwisata di NTT tetap hidup dengan tetap memberi kontribusi langsung maupun tidak langsung terhadap pembentukan PDRB, kesempatan kerja dan pendapatan.
BPD Perhotelan dan Restoran Indonesia (PHRI) NTT juga mengkhawatirkan akan ada pemberhentian hubungan kerja (PHK) besar-besaran di bulan Maret hingga April jika masalah ini terus berlanjut.
"Saat ini tingkat okupansi kamar hotel di NTT turun dari 20 hingga 35 persen," ujar Ketua BPD PHRI NTT Robby Rawis.