Menolak ISIS bukti Indonesia serius perangi teroris

id isis

Menolak ISIS bukti Indonesia serius perangi teroris

Peserta aksi yang tergabung dalam Barisan Relawan Bhinneka Jaya (Barabaja) berunjuk rasa dengan membawa poster di depan Istana Merdeka Jakarta, Senin (10/2/2020). Mereka menolak rencana pemulangan sekitar 600 warga negara Indonesia (WNI) eks ISIS kembali ke Indonesia. (ANTARA FOTO/Wahyu Putro A/aww)

"Dilihat dari kepentingan bangsa dan negara, pemerintah melarang warga negara Indonesia eks ISIS untuk kembali ke Indonesia, lebih pada pendekatan keamanan (security approach)," kata Ahmad Atang..
Kupang (ANTARA) - Akademisi dari Universitas Muhammadiyah Kupang Dr Ahmad Atang MSi mengatakan, keputusan pemerintah untuk menolak kembalinya sekitar 600 WNI eks ISIS menunjukkan bahwa Indonesia sangat serius memerangi terorisme, walaupun dengan warganya sendiri.

"Dilihat dari kepentingan bangsa dan negara, pemerintah melarang warga negara Indonesia eks ISIS untuk kembali ke Indonesia, lebih pada pendekatan keamanan (security approach)," kata Ahmad Atang kepada Antara di Kupang, Kamis (13/2).

Menurut dia, Islamic State in Iraq and Syria (ISIS) atau dalam bahasa Arab disebut Al-Dawla al-Islamiya fi al-Iraq wa al-Sham sebagai sebuah organisasi jihad dengan gerakan radikalisme dan terorismenya, telah menjadi musuh bersama masyarakat dunia.

"Jika WNI eks ISIS diterima kembali sebagai warga negara, maka Indonesia akan dicap sebagai negara yang melindungi warganya yang terlibat dalam organisasi ISIS," katanya.

Karena itu, langkah pemerintah menolak kembalinya warga negara Indonesia eks ISIS, menunjukkan bahwa Indonesia sangat serius memerangi terorisme walaupun dengan warganya sendiri.
Tahanan warga asing yang diduga sebagai bagian dari Islamic State berbaring di sel penjara di Hasaka, Suriah, 7 Januari 2020. (REUTERS/Goran Tomasevic/aww/cfo)
Dia menambahkan, pesan politik yang bisa ditangkap dari penolakan kembalinya WNI eks ISIS oleh pemerintah bahwa, jangankan warga negara luar, warga negara sendiri saja pemerintah tidak mentolerir apalagi warga negara lain yang terpapar ISIS dan radikalisme.

"Pamerintah memberi pesan kepada kepada publik bahwa radikalisme dalam bentuk apapun tidak boleh berkembang di negeri ini," katanya.

Karena itu, sikap pemerintah dengan menolak kepulangan warga negara Indonesia eks ISIS harus diberi apresiasi, katanya.

Sungguhpun begitu, dalam tataran demokrasi global, sikap pemerintah bisa dinilai sebagai bagian dari upaya untuk mengekang kebebasan warga negara.

Pandangan ini, kata dia, dalam politik mainstream wajar saja, namun kebebasan mesti diletakkan dalam kerangka tidak bebas karena masih ada hak orang lain.

Menurut dia, ISIS selalu mengembangkan ideologi maut tentu sangat bertentangan nilai kemanusiaan universal.

"Dengan demikian, apapun pandangan terhadap sikap pemerintah ini, bagi saya merupakan tindakan arif untuk melindungi warga negara dari ancaman keselamatannya," kata pengajar ilmu komunikasi politik pada sejumlah perguruan tinggi di NTT itu. 
Para narapidana terduga eks anggota ISIS berada di ruang tahanan di Hasaka, Syiria, 11 Januari 2020. Foto dari Reuters ini dirilis pada Rabu (12/2/2020). (ANTARA FOTO/REUTERS/Goran Tomasevic/pras).