Kupang (ANTARA) - Kepala Kepolisian Daerah Nusa Tenggara Timur Irjen Pol Johanis Asadoma menginstruksikan agar pejabat utama (PJU) Polda NTT, Kapolres dan Kapolsek untuk menjadi oran tua asuh anak penderita stunting atau kerdil di wilayah provinsi berbasis kepulauan itu.
“Kita patut berbangga, karena sudah ada Kapolsek di Polres Alor yang memulai menjadi orang tua asuh bagi puluhan anak stunting di daerah itu," katanya di Kupang, Kamis., (16/3/2023).
Dia mengatakan bahwa langkah awal pembiayaan program ini akan di dukung oleh dinas dimana seluruh Kapolres sudah berkomitmen, dengan para Bhayangkari yang menjadi ujung tombak eksekutor di lapangan.
Menurut dia penanganan stunting di NTT butuh kolaborasi semua pihak, karena itu dirinya menginstruksikan kepada jajaran Polda NTT untuk bahu membahu agar dapat mendukung dan mengawal pelaksanaan percepatan penurunan stunting khususnya di Provinsi NTT.
"Pemerintah tidak mungkin bekerja sendirian, tetapi memerlukan kolaborasi dan dukungan dari semua pihak. Anak-anak bangsa adalah bagian dari masa kini dan masa depan," ujar dia.
Tak hanya itu, orang tua juga diharapkan dapat mengetahui dan memahami bahwa pertumbuhan anak mulai dari balita sampai usia dewasa sangat diperlukan guna mencapai masa depan yang diharapkan.
Untuk orang tua asuh anak stunting tersebut, Kapolda NTT mengatakan bahwa pihaknya sudah membentuk program gerakan orang tua asuh anak stunting (gotaas), guna mendorong percepatan penurunan angka stunting di bumi Flobamora.
"Hal ini bertujuan untuk mempercepat penurunan angka stunting agar dapat mencapai target nasional sebesar 14 persen pada tahun 2024"," ujar dia.
Orang nomor satu di Polda NTT Itu juga mengatakan bahwa berdasarkan survei status gizi Indonesia (ssgi) kementerian kesehatan, prevalensi balita stunting di indonesia mencapai 21,6 persen pada 2022.
Angka ini turun 2,8 poin dari tahun 2021. Namun untuk provinsi NTT berada pada urutan pertama balita stunting yakni 35,3 persen dari 34 provinsi.
Baca juga: Jajaran Polres Kupang jadi bapak asuh anak stunting
Baca juga: NTT dapat bantuan 5.496 alat antropometri dari Kemenkes
“Kita patut berbangga, karena sudah ada Kapolsek di Polres Alor yang memulai menjadi orang tua asuh bagi puluhan anak stunting di daerah itu," katanya di Kupang, Kamis., (16/3/2023).
Dia mengatakan bahwa langkah awal pembiayaan program ini akan di dukung oleh dinas dimana seluruh Kapolres sudah berkomitmen, dengan para Bhayangkari yang menjadi ujung tombak eksekutor di lapangan.
Menurut dia penanganan stunting di NTT butuh kolaborasi semua pihak, karena itu dirinya menginstruksikan kepada jajaran Polda NTT untuk bahu membahu agar dapat mendukung dan mengawal pelaksanaan percepatan penurunan stunting khususnya di Provinsi NTT.
"Pemerintah tidak mungkin bekerja sendirian, tetapi memerlukan kolaborasi dan dukungan dari semua pihak. Anak-anak bangsa adalah bagian dari masa kini dan masa depan," ujar dia.
Tak hanya itu, orang tua juga diharapkan dapat mengetahui dan memahami bahwa pertumbuhan anak mulai dari balita sampai usia dewasa sangat diperlukan guna mencapai masa depan yang diharapkan.
Untuk orang tua asuh anak stunting tersebut, Kapolda NTT mengatakan bahwa pihaknya sudah membentuk program gerakan orang tua asuh anak stunting (gotaas), guna mendorong percepatan penurunan angka stunting di bumi Flobamora.
"Hal ini bertujuan untuk mempercepat penurunan angka stunting agar dapat mencapai target nasional sebesar 14 persen pada tahun 2024"," ujar dia.
Orang nomor satu di Polda NTT Itu juga mengatakan bahwa berdasarkan survei status gizi Indonesia (ssgi) kementerian kesehatan, prevalensi balita stunting di indonesia mencapai 21,6 persen pada 2022.
Angka ini turun 2,8 poin dari tahun 2021. Namun untuk provinsi NTT berada pada urutan pertama balita stunting yakni 35,3 persen dari 34 provinsi.
Baca juga: Jajaran Polres Kupang jadi bapak asuh anak stunting
Baca juga: NTT dapat bantuan 5.496 alat antropometri dari Kemenkes