Kupang (Antara NTT) - Warga Naikliu dan beberapa desa lainnya di wilayah Kecamatan Amfoang Utara dan Timur, Kabupaten Kupang, Nusa Tenggara Timur saat ini terisolasi total akibat meluapnya 80 sungai di wilayah tersebut.

Camat Amfoang Utara Andreas Naisunis ketika dihubungi Antara, Senin, mengatakan meluapnya 80 sungai di pegunungan Amfoang menyebabkan masyarakat daerah ini menjadi terisolir karena transportasi darat ke daerah itu putus total.

"Hujan deras terjadi selama empat hari ini, menyebabkan transportasi darat ke Naikliu putus total. Tiap kali musim hujan, nasib kami memang selalu demikian," ujarnya.

Andreas Naisunis ditemui usai acara pelantikan 75 orang Kepala Desa di Oelamasi, 38 km arah timur Kota Kupang mengatakan, kendaraan umum seperti bus hanya bisa beroperasi pada musim kemarau.

Hujan yang terjadi empat hari ini, menurut dia, mengakibatkan ruas jalan menuju Naikliu menjadi berlumpur sehingga tidak bisa dilintasi kendaraan roda empat menuju daerah yang berbatasan langsung dengan wilayah kantung (enclave) Timor Leste, Oecusse itu.

"Wilayah Naikliu menjadi daerah yang terisolir pada musim hujan. Warga Naikliu, ada yang nekad berpergian dengan sepeda motor sambil menunggu banjir surut," ujarnya.

Andreas Naisunis mengatakan, telah memperoleh informasi dari warga di Naikliu bahwa tiga unit bus yang ditumpangi puluhan orang penumpang masih terjebak dalam lumpur dipingiran sungai Taen yang memiliki bentangan ratusan meter di wilayah itu.

"Tiga unit bus itu sudah tiga hari berada dilokasi karena terjebak dalam lumpur di pingiran sungai Taen. Masyarakat sedang mengupayakan untuk menarik tiga unit kendaraan itu agar tidak terseret banjir," tegasnya.

Dikatakannya, kendaraan yang mampu melintasi medan di wilayah ini hanya jenis kendaraan dobel gardan. Namun jumlah kendaraan itu sangat terbatas.

"Dalam kondisi yang terdesak apabila ada urusan yang penting di Kupang, maka biaya kendaraan itu menjadi sangat mahal. Satu orang penumpang dikenakan tarif Rp2 juta," kata Andreas Naisunis.

Ia mengatakan, pada musim hujan, waktu tempuh perjalanan menggunakan kendaraan dobel gardan yang biasanya hanya ditempuh tujuh jam, pada musim hujan ditempuh selama 24 jam.

"Kalau sungai yang dilintasi itu masih terjadi banjir terpaksa harus bermalam di pingir sungai," ujarnya.

Dia mengharapkan, agar pemerintah pusat menuntaskan pembangunan ruas jalan raya di poros tengah Amfoang yang sudah dirintis pembangunanya sejak dua tahun lalu. Namun pembangunan jalan raya ini tidak dilanjutkan lagi tanpa alasan jelas.

Ia mengatakan, sarana transportasi laut juga menjadi sarana transportasi alternatif bagi warga Naikliu, namun kapal motor milik nelayan di daerah ini sangat terbatas.

"Kapal motor milik nelayan di Naikliu bobotnya kecil sehingga tidak mampu melintasi gelombang laut yang sangat ganas saat musim hujan menuju Kupang, sehingga butuh kapal laut yang berbobot besar atau kapal Fery, namun kendala lain di daerah ini belum memiliki dermaga penyeberangan Fery," ujarnya.

Pewarta : Benidiktus Jahang
Editor : Laurensius Molan
Copyright © ANTARA 2024