Rote Ndao (ANTARA) - Mama Metri Nainatu (42) sibuk memantau pelaksanaan pembuatan sabun mandi dari bahan-bahan yang dihasilkan oleh laut, seperti rumput laut, mangrove, dan balakacida oleh empat anggota Kelompok Ita Esa (Kita Satu) di Desa Oeseli, Kecamatan Rote Barat, Kabupaten Rote Ndao.

Sambil tangannya melipat-lipat kertas minyak yang akan dijadikan tatakan di mal pembuatan sabun mandi, dia sibuk juga menjawab beberapa pertanyaan dari tim The Arafura and Timor Seas Ecosystem Action Phase II (ATSEA-2) terkait usaha Kelompok Ita Esa yang terdiri dari 14 mama-mama.

“Kelompok kami ini sudah jalan sejak tahun 2021 dan usaha sabun dari hasil laut ini juga sudah mulai pada tahun 2021 juga,” cerita Mama Metri sambil mengawasi pembuatan sabun dari hasil laut oleh anggota kelompoknya, seperti disaksikan ANTARA.

Saat itu tim dari The Arafura and Timor Seas Ecosystem Action Phase II (ATSEA-2) yang didanai Global Environment Facility (GEF) dan diimplementasi oleh United Nations Development Programme (UNDP) bekerja sama dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) juga memberikan pencerahan kepada warga di desa tersebut terkait pemanfaatan hasil laut untuk peningkatan ekonomi masyarakat setempat.

Program fase dua yang sudah berjalan sejak tahun 2019, mencakup empat negara, yakni Australia, Indonesia, Papua New Guinea, dan Timor-Leste. Di Indonesia, ATSEA-2 berfokus di tiga wilayah kerja, yaitu Kepulauan Aru di Maluku, Merauke di Papua Selatan, dan Rote Ndao di NTT.

Di Rote Ndao sendiri, ATSEA-2 berfokus pada pelatihan kepada masyarakat pesisir untuk mengelola hasil laut sebagai pendorong peningkatan ekonomi, sehingga masyarakat pesisir tidak hanya fokus pada tangkapan ikan, tetapi bisa memanfaatkan potensi lain yang ada di pesisir pantai sebagai salah satu sumber penghidupan.

Warga setempat justru tak mengetahui bahwa hasil yang diperoleh dari laut mampu dimanfaatkan untuk bisa menghasilkan uang tambahan, selain menangkap ikan yang sering dilakukan oleh bapak-bapak nelayan.

Mereka hanya tahu menangkap ikan, membudidayakan rumput laut, dan bertani, serta memanfaatkan potensi pariwisata di desa tersebut yang memiliki lokasi wisata yang indah, salah satunya adalah telaga nirwana.

Awalnya mereka tidak paham dan tidak tahu bahwa rumput laut bisa dijadikan bahan untuk sabun. Sebelumnya, pekerjaan mereka setiap hari hanya berada di laut.

Bagi Mama Metri dan semua masyarakat di Desa Oeseli menganggap rumput laut hanya bisa dimanfaatkan sebagai makanan serta kebutuhan sehari-hari.

Mereka kemudian dilatih oleh tim dari ATSEA untuk mengolah tumbuhan yang berada di pesisir pantai itu untuk bisa dikembangkan menjadi bahan-bahan yang berguna.

Melihat potensinya menjanjikan, 14 orang mama-mama di desa itu mulai berdiskusi dan bersepakat untuk masing-masing mengumpulkan Rp50 ribu untuk dijadikan modal awal dalam membangun usaha tersebut.

Dari Rp50 ribu itu kemudian terkumpul Rp700 ribu. Mereka kemudian menjadikan modal tersebut untuk membeli soda api dan minyak kelapa dan mencoba membuat sabun dan kala itu hanya menghasilkan belasan sabun.

Sementara bahan-bahan dasar hanya diambil langsung dari laut, seperti rumput laut dan mangrove.

Sabun itu kemudian diberi nama Minano dan mulai dipromosikan kepada wisatawan yang berkunjung ke Desa Oeseli untuk berwisata ke Telaga Nirwana yang ada di desa tersebut.

Hasilnya positif. Melihat hasil itu, kelompok masyarakat yang didominasi oleh mama-mama kemudian mendapatkan perhatian dari pemerintah desa setempat.

Kelompok Masyarakat itu lalu mendapatkan dana bantuan untuk pengembangan usaha mereka sebanyak Rp5 juta. Dana itu kemudian dimanfaatkan untuk membeli peralatan, seperti cetakan dan bahan-bahan lainnya.

Bahkan, mereka juga mendapatkan dana pinjaman dari bank pembangunan daerah (BPD) untuk untuk mengembangkan usaha yang dikembangkan kelompok tersebut.


Inovasi baru
Melihat pasarannya mulai bagus, karena beberapa penginapan di Desa Nembrala yang merupakan lokasi wisata sudah mulai memesan, pihaknya lalu mulai mengembangkan sabun dengan bahan dasar balakacida pada 2022.

Hal ini karena balakacida merupakan tumbuhan laut yang bisa digunakan untuk mengobati luka. Jika tergores karang saat melaut, atau luka yang disebabkan oleh hal yang lain.

Jadi waktu itu ada wisatawan asal Prancis yang meminta membuat sabun yang bisa menyembuhkan luka, mereka menyanggupi. Saat itu, mereka mulai membuatnya, sehingga saat ini ada tiga jenis sabun, yakni dari mangrove, dari balakacida, dan dari rumput laut.

Kini tiga jenis sabun minano itu sudah sudah dipesan oleh sejumlah hotel dan penginapan di kawasan wisata di Desa Bo’a dan Desa Nembrala, yang memang menurut pemilik penginapan atau hotel sangat disukai wisatawan.

Untuk memenuhi kebutuhan hotel dan penginapan serta permintaan masyarakat atau wisatawan yang berkunjung ke Oeseli, setiap harinya mereka bisa memproduksi 200 batang sabun.

Alat-alat yang digunakan juga sangat sederhana, yakni menggunakan cetakan dan dituangkan secara manual, lalu jika sudah kering proses pemotongannya juga menggunakan alat dari kayu dan alat potongnya dari benang. Sejumlah ibu-ibu yang tergabung dalam Kelompok usaha Ita Esa sedang memproduksi sabun mandi yang sudah diproduksi dengan campuran hasil laut di desa Oeseli, Kabupaten Rote Ndao,NTT, Rabu (21/6/2023).ANTARA FOTO/Kornelis Kaha.
Harga sabunnya juga bervariasi, mulai dari Rp5 ribu hingga Rp15 ribu per batang, tergantung varian yang dibutuhkan oleh konsumen yang memesan.

Sampai dengan saat ini sudah ribuan sabun yang terjual dan penghasilan sebulan pun berkisar dari Rp15 juta-Rp16 juta, yang keuntungannya dibagi dua dengan anggota kelompok. Sampai dengan pertengahan Juni 2023 keuntungan yang didapat sudah mencapai Rp4 juta.

Dalam perjalanan, beberapa wisatawan asing juga meminta agar mama-mama kelompok masyarakat Ita Esa bisa membuat yang lebih banyak agar bisa diimpor ke luar negeri.

Beberapa waktu lalu ada wisatawan dari Prancis, Belanda, dan Inggris datang dan meminta bekerja sama agar bisa dijual di negara mereka, tetapi kelompok itu belum bisa memenuhi permintaan mereka.

Hal ini dikarenakan izin ekspor belum dikeluarkan, sehingga permintaan itu tidak bisa dipenuhi oleh kelompok tersebut. Padahal bagi Metri dan mama-mama yang lain, punya mimpi tersebut.

Selain itu juga satu harapan mama-mama tersebut agar memiliki rumah produksi, sehingga tidak perlu lagi memproduksi sejumlah sabun itu di rumah milik orang lain yang sudah lama tidak ditempati.


Perda
Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Rote Ndao Jusup Mesakh memuji mama-mama kelompok Ita Esa yang sudah berhasil memproduksi sabun dari hasil laut yang. bisa memberikan tambahan ekonomi.

Program ATSEA-2 di Kabupaten Rote Ndao memberikan pengetahuan baru dan peningkatan ekonomi masyarakat di kabupaten tersebut.

Baca juga: artikel - Menyeruput Kopi Mangrove olahan mama-mama Desa Daiama

Karena itu diharapkan Pemerintah Kabupaten Rote Ndao mengeluarkan Peraturan Daerah (Perda) yang mewajibkan hotel-hotel di lokasi wisata menggunakan sabun minano.

Baca juga: Artikel - Mengenal Steven Mesah pencinta mangrove di selatan NKRI

Hal ini bertujuan untuk meningkatkan perekonomian masyarakat, khususnya warga pesisir di Desa Oeseli.

Kalau izin berjalan dengan bagus dan lancar, tentu kelompok mama-mama itu akan membawa nama Desa Oeseli menjadi lebih dikenal, termasuk berdampak pada objek wisata setempat.




 

Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Saat mama-mama di Oeseli memanen rupiah dari hasil laut

Pewarta : Kornelis Kaha
Editor : Bernadus Tokan
Copyright © ANTARA 2024