Kupang (ANTARA) - Antropolog dari Universitas Katolik Widya Mandira (UNWIRA) Kupang, Provinsi Nusa Tenggara Timur Pater Gregor Neonbasu, SVD mengharapkan adanya evaluasi penanganan tindak pidana perdagangan orang (TPPO) di NTT yang terintegrasi antara, pemerintah, masyarakat adat, dan LSM.
“Penanganan TPPO di NTT sejauh ini telah dilaksanakan, tetapi belum maksimal karena kurangnya evaluasi terhadap setiap program yang telah dijalankan, sehingga setiap tahun selalu ada kasus baru,” katanya saat di temui di Biara SVD di Soverdi Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT), Sabtu, (26/8/2023).
Dosen Antropologi di UNWIRA tersebut menilai dari perspektif antropologis masyarakat NTT sangat rentan terhadap TPPO karena dipicu oleh kekerabatan yang sudah longgar dalam struktur masyarakat tradisional dan juga kemiskinan yang mendera kehidupan masyarakat .
Neonbasu menambahkan bahwa mereka yang terjerat kasus TPPO disebabkan oleh tuntutan ekonomi dan tawaran gaji yang besar ketika bekerja di luar NTT.
“Selain itu juga karena sistem kekerabatan dalam budaya tradisional yang semakin longgar,” tegas Pater Gregor.
Untuk menekan kasus TPPO dan penyeludupan manusia di NTT, dirinya mengatakan diperlukan langkah yang diterjemahkan dalam dua aspek.
Pertama, pembinaan nilai-nilai tradisional terhadap masyarakat, terutama kelompok masyarakat yang rentan TPPO. Kedua, menciptakan lingkungan ekonomi bagi masyarakat non ASN untuk berkarya menghasilkan uang.
“Pemerintah (pihak terkait,red) perlu melakukan pendekatan dengan mengkontekstualisasikan diri melalui budaya masyarakat setempat untuk mendorong masyarakat berkreasi dan bekerja keras, terutama bagi masyarakat non- ASN supaya tidak mudah terjebak iming-iming tawaran gaji dan hidup yang baik di luar,” tambah Pater Gregor.
Aktivis kemanusiaan NTT, Pendeta Emmy Suhrtian mengatakan pemberdayaan masyarakat desa perlu dilakukan pemerintah untuk menekan urbanisasi masyarakat desa ke luar NTT.
“Pengelolaan ekonomi pedesaan merupakan suatu hal yang urgen agar masyarakat bisa mendapatkan uang dan mengelola aset yang dimiliki secara optimal, sehingga akses untuk pendidikan dan membentuk keluarga sejahtera dapat tercapai,” kata Emmy.
Baca juga: Pemprov NTT sebut 185 PMI jadi korban TPPO selama 2023
Emmy juga menambahkan, di pertengahan tahun 2023 jumlah jumlah korban TPPO dan penyelundupan manusia sudah tinggi.
Baca juga: Pemprov NTT lakukan upaya pencegahan orang bekerja secara ilegal
“Tahun ini meskipun masih berada dipertengahan tahun, jumlah korban telah mencapai 90 korban dan jumlah tersebut berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya yang baru mencapai angka demikian diakhir tahun,”tambah dia.
“Penanganan TPPO di NTT sejauh ini telah dilaksanakan, tetapi belum maksimal karena kurangnya evaluasi terhadap setiap program yang telah dijalankan, sehingga setiap tahun selalu ada kasus baru,” katanya saat di temui di Biara SVD di Soverdi Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT), Sabtu, (26/8/2023).
Dosen Antropologi di UNWIRA tersebut menilai dari perspektif antropologis masyarakat NTT sangat rentan terhadap TPPO karena dipicu oleh kekerabatan yang sudah longgar dalam struktur masyarakat tradisional dan juga kemiskinan yang mendera kehidupan masyarakat .
Neonbasu menambahkan bahwa mereka yang terjerat kasus TPPO disebabkan oleh tuntutan ekonomi dan tawaran gaji yang besar ketika bekerja di luar NTT.
“Selain itu juga karena sistem kekerabatan dalam budaya tradisional yang semakin longgar,” tegas Pater Gregor.
Untuk menekan kasus TPPO dan penyeludupan manusia di NTT, dirinya mengatakan diperlukan langkah yang diterjemahkan dalam dua aspek.
Pertama, pembinaan nilai-nilai tradisional terhadap masyarakat, terutama kelompok masyarakat yang rentan TPPO. Kedua, menciptakan lingkungan ekonomi bagi masyarakat non ASN untuk berkarya menghasilkan uang.
“Pemerintah (pihak terkait,red) perlu melakukan pendekatan dengan mengkontekstualisasikan diri melalui budaya masyarakat setempat untuk mendorong masyarakat berkreasi dan bekerja keras, terutama bagi masyarakat non- ASN supaya tidak mudah terjebak iming-iming tawaran gaji dan hidup yang baik di luar,” tambah Pater Gregor.
Aktivis kemanusiaan NTT, Pendeta Emmy Suhrtian mengatakan pemberdayaan masyarakat desa perlu dilakukan pemerintah untuk menekan urbanisasi masyarakat desa ke luar NTT.
“Pengelolaan ekonomi pedesaan merupakan suatu hal yang urgen agar masyarakat bisa mendapatkan uang dan mengelola aset yang dimiliki secara optimal, sehingga akses untuk pendidikan dan membentuk keluarga sejahtera dapat tercapai,” kata Emmy.
Baca juga: Pemprov NTT sebut 185 PMI jadi korban TPPO selama 2023
Emmy juga menambahkan, di pertengahan tahun 2023 jumlah jumlah korban TPPO dan penyelundupan manusia sudah tinggi.
Baca juga: Pemprov NTT lakukan upaya pencegahan orang bekerja secara ilegal
“Tahun ini meskipun masih berada dipertengahan tahun, jumlah korban telah mencapai 90 korban dan jumlah tersebut berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya yang baru mencapai angka demikian diakhir tahun,”tambah dia.