Kupang (ANTARA) - Aktivis Kemanusiaan dari Provinsi Nusa Tenggara Timur Pendeta Emmy Suhertian menyebutkan hingga pertengahan tahun 2023, jumlah pekerja migran Indonesia (PMI) nonprosedural atau ilegl asal NTT yang meninggal dunia di luar Indonesia telah mencapai 93 orang.
"Jumlah tersebut tidaklah wajar karena jenazah PMI nonprosedural. JIka dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya jumlah tersebut seharusnya di akhir tahun,” kata Emmy di Kupang, Senin
Emmy menambahkan PMI yang dipulangkan dalam keadaan tak bernyawa itu didominasi oleh pekerja buruh kasar pada perkebunan kelapa sawit di Malaysia yang pergi tanpa prosedur yang jelas atau "undocumented".
Berdasarkan data dari Balai Pelayanan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP3MI) NTT selama tahun 2022, jumlah PMI nonprosedural yang dipulangkan ke NTT dalam keadaan tak bernyawa mencapai 106 orang.
Lebih lanjut tambah Emmy, orang-orang yang bekerja tanpa dokumen yang jelas tersebut disebutnya sangat rentan terhadap kasus tindak pidana perdagangan orang (TPPO).
“Karena kalau mengikuti prosedur yang benar, biayanya mahal sekali dan aksesnya cukup sulit, sehingga kebanyakan orang yang terdesak ekonomi memilih jalan undocumented,” tegas Emmy.
PMI yang berangkat secara nonprosedural ke luar negeri, menurut Emmy sulit untuk diidektifikasi dan ditekan, karena pelaku kejahatan tersebut memiliki sindikat dan jaringan yang luas.
“Kami mendapati yang bermain di dalam ini memiliki lapisan kekuasaan yang terstruktur, baik penyedia kerja maupun unsur aparat demi memudahkan jalannya tenaga kerja yang non-prosedural ke luar NTT,” tambah Emmy.
Kendatipun demikian, bukan berarti perekrutan Pekerja Migran Indonesia (PMI) yang nonprosedural tidak bisa diatasi.Emmy optimis dengan pemberdayaan masyarakat desa, urbanisasi masyarakat ke luar NTT dapat ditekan.
Dia menambahkan pengelolaan ekonomi pedesaan merupakan suatu hal yang urgen agar masyarakat bisa mendapatkan pemasukan dan mengelola aset yang dimiliki secara optimal seperti ladang pertanian, sehingga akses untuk mendapat pendidikkan dan membentuk keluarga sejahtera dapat tercapai.
Baca juga: Pemprov NTT sebut 185 PMI jadi korban TPPO selama 2023
Emmy juga menegaskan, perlu adanya perubahan pola pikir (mindset) masyarakat agar budaya di NTT yang kebanyakan pestanya perlu ditekan dan kebiasaan “satu keluarga kecil memelihara satu keluarga besar” di ubah dengan transformasi pola pikir (mindset).
Baca juga: Kemlu RI: Masalah PMI tak digaji paling banyak di Malaysia dan Saudi
“Istilah menikah di NTT bukan hanya tentang menikah dengan satu orang melainkan dengan satu keluarga besar. Orang NTT terkena modus kekeluargaan,"tambahnya
"Jumlah tersebut tidaklah wajar karena jenazah PMI nonprosedural. JIka dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya jumlah tersebut seharusnya di akhir tahun,” kata Emmy di Kupang, Senin
Emmy menambahkan PMI yang dipulangkan dalam keadaan tak bernyawa itu didominasi oleh pekerja buruh kasar pada perkebunan kelapa sawit di Malaysia yang pergi tanpa prosedur yang jelas atau "undocumented".
Berdasarkan data dari Balai Pelayanan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP3MI) NTT selama tahun 2022, jumlah PMI nonprosedural yang dipulangkan ke NTT dalam keadaan tak bernyawa mencapai 106 orang.
Lebih lanjut tambah Emmy, orang-orang yang bekerja tanpa dokumen yang jelas tersebut disebutnya sangat rentan terhadap kasus tindak pidana perdagangan orang (TPPO).
“Karena kalau mengikuti prosedur yang benar, biayanya mahal sekali dan aksesnya cukup sulit, sehingga kebanyakan orang yang terdesak ekonomi memilih jalan undocumented,” tegas Emmy.
PMI yang berangkat secara nonprosedural ke luar negeri, menurut Emmy sulit untuk diidektifikasi dan ditekan, karena pelaku kejahatan tersebut memiliki sindikat dan jaringan yang luas.
“Kami mendapati yang bermain di dalam ini memiliki lapisan kekuasaan yang terstruktur, baik penyedia kerja maupun unsur aparat demi memudahkan jalannya tenaga kerja yang non-prosedural ke luar NTT,” tambah Emmy.
Kendatipun demikian, bukan berarti perekrutan Pekerja Migran Indonesia (PMI) yang nonprosedural tidak bisa diatasi.Emmy optimis dengan pemberdayaan masyarakat desa, urbanisasi masyarakat ke luar NTT dapat ditekan.
Dia menambahkan pengelolaan ekonomi pedesaan merupakan suatu hal yang urgen agar masyarakat bisa mendapatkan pemasukan dan mengelola aset yang dimiliki secara optimal seperti ladang pertanian, sehingga akses untuk mendapat pendidikkan dan membentuk keluarga sejahtera dapat tercapai.
Baca juga: Pemprov NTT sebut 185 PMI jadi korban TPPO selama 2023
Emmy juga menegaskan, perlu adanya perubahan pola pikir (mindset) masyarakat agar budaya di NTT yang kebanyakan pestanya perlu ditekan dan kebiasaan “satu keluarga kecil memelihara satu keluarga besar” di ubah dengan transformasi pola pikir (mindset).
Baca juga: Kemlu RI: Masalah PMI tak digaji paling banyak di Malaysia dan Saudi
“Istilah menikah di NTT bukan hanya tentang menikah dengan satu orang melainkan dengan satu keluarga besar. Orang NTT terkena modus kekeluargaan,"tambahnya