Makassar (ANTARA) - PT PLN (Persero) memproduksi "green hydrogen" yang 100 persen bersumber dari energi baru terbarukan (EBT) dan mampu memproduksi 51 ton hidrogen per tahun.
"Green hydrogen" (hidrogen hijau) merupakan sumber energi bersih yang hanya mengeluarkan uap air dan tidak meninggalkan residu di udara atau menambah emisi karbon gas rumah kaca.
Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo melalui keterangannya di Makassar, Rabu, (11/10/2023) mengemukakan bahwa era masa depan transportasi tidak hanya bergerak ke arah listrik, namun ke arah hidrogen. Oleh karena itu, PLN sebagai "key player" dalam transisi energi terus berpacu menyediakan energi bersih bagi masyarakat.
Dari total produksi hidrogen 51 ton per tahun, sebesar 43 ton dapat dimanfaatkan untuk 147 mobil yang menempuh jarak 100 km setiap hari.
“Jika saat ini emisi 10 kilometer kendaraan BBM sebesar 2,4 kg CO2, maka dengan menggunakan 'green hydrogen' yang emisinya 0, artinya bisa menghindarkan emisi sebesar 1.920 ton CO2e per tahun,” kata Darmawan.
Melalui Subholding PLN Nusantara Power (PLN NP), "Green Hydrogen Plant" (GHP) pertama di Indonesia yang berlokasi di kawasan Pembangkit Listrik Tenaga Gas Uap (PLTGU) Muara Karang, Pluit, Jakarta, telah diresmikan.
"Ini merupakan wujud nyata dari kolaborasi bersama Kementerian ESDM. Karya inovasi ini kami lakukan dalam menjawab transisi energi," kata dia.
Darmawan menjelaskan GHP ini merupakan hasil inovasi yang terus dilakukan PLN dalam menjawab tantangan transisi energi. Salah satu kegunaan hidrogen adalah untuk bahan bakar transportasi.
GHP besutan PLN Nusantara Power diproduksi dengan menggunakan sumber dari pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) yang terdapat di area PLTGU Muara Karang. Selain dihasilkan dari PLTS yang terpasang, hidrogen hijau ini berasal dari pembelian Renewable Energy Certificate (REC) yang berasal dari Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Kamojang.
Selain untuk kendaraan, hidrogen ini dapat dimanfaatkan sektor industri, seperti pembuatan baja, produksi beton, pembuatan bahan kimia, dan pupuk.
Direktur Utama PLN Nusantara Power Ruly Firmansyah menyampaikan arah perusahaan dalam produksi gas yang ramah lingkungan tersebut.
Dia menjelaskan pengembangan hidrogen hijau menjadi salah satu alternatif dalam usaha bersama mengurangi gas rumah kaca sehingga hadirnya GHP pertama di Indonesia ini diharapkan dapat menjadi pionir dan memunculkan banyak hidrogen hijau di penjuru Nusantara.
Baca juga: PLTP Ulumbu dinilai menjadi solusi keandalan pasokan listrik
Pemanfaatan hidrogen hijau ini, katanya, akan memudahkan berbagai sektor industri yang sulit dielektrifikasi seperti industri baja, penerbangan, kendaraan berat, dan perkapalan.
Baca juga: PLN berdayakan perempuan rentan di Sumba lewat program menjahit
"GHP di UP Muara Karang ini adalah sebuah 'starting point'. Ke depan, kami berencana untuk mereplikasi ke pembangkit PLN Nusantara Power yang memiliki 'hydrogen plant' di Pulau Jawa sehingga potensi yang dihasilkan akan mencapai sekitar 150 ton per tahun," ujar Ruly.
"Green hydrogen" (hidrogen hijau) merupakan sumber energi bersih yang hanya mengeluarkan uap air dan tidak meninggalkan residu di udara atau menambah emisi karbon gas rumah kaca.
Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo melalui keterangannya di Makassar, Rabu, (11/10/2023) mengemukakan bahwa era masa depan transportasi tidak hanya bergerak ke arah listrik, namun ke arah hidrogen. Oleh karena itu, PLN sebagai "key player" dalam transisi energi terus berpacu menyediakan energi bersih bagi masyarakat.
Dari total produksi hidrogen 51 ton per tahun, sebesar 43 ton dapat dimanfaatkan untuk 147 mobil yang menempuh jarak 100 km setiap hari.
“Jika saat ini emisi 10 kilometer kendaraan BBM sebesar 2,4 kg CO2, maka dengan menggunakan 'green hydrogen' yang emisinya 0, artinya bisa menghindarkan emisi sebesar 1.920 ton CO2e per tahun,” kata Darmawan.
Melalui Subholding PLN Nusantara Power (PLN NP), "Green Hydrogen Plant" (GHP) pertama di Indonesia yang berlokasi di kawasan Pembangkit Listrik Tenaga Gas Uap (PLTGU) Muara Karang, Pluit, Jakarta, telah diresmikan.
"Ini merupakan wujud nyata dari kolaborasi bersama Kementerian ESDM. Karya inovasi ini kami lakukan dalam menjawab transisi energi," kata dia.
Darmawan menjelaskan GHP ini merupakan hasil inovasi yang terus dilakukan PLN dalam menjawab tantangan transisi energi. Salah satu kegunaan hidrogen adalah untuk bahan bakar transportasi.
GHP besutan PLN Nusantara Power diproduksi dengan menggunakan sumber dari pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) yang terdapat di area PLTGU Muara Karang. Selain dihasilkan dari PLTS yang terpasang, hidrogen hijau ini berasal dari pembelian Renewable Energy Certificate (REC) yang berasal dari Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Kamojang.
Selain untuk kendaraan, hidrogen ini dapat dimanfaatkan sektor industri, seperti pembuatan baja, produksi beton, pembuatan bahan kimia, dan pupuk.
Direktur Utama PLN Nusantara Power Ruly Firmansyah menyampaikan arah perusahaan dalam produksi gas yang ramah lingkungan tersebut.
Dia menjelaskan pengembangan hidrogen hijau menjadi salah satu alternatif dalam usaha bersama mengurangi gas rumah kaca sehingga hadirnya GHP pertama di Indonesia ini diharapkan dapat menjadi pionir dan memunculkan banyak hidrogen hijau di penjuru Nusantara.
Baca juga: PLTP Ulumbu dinilai menjadi solusi keandalan pasokan listrik
Pemanfaatan hidrogen hijau ini, katanya, akan memudahkan berbagai sektor industri yang sulit dielektrifikasi seperti industri baja, penerbangan, kendaraan berat, dan perkapalan.
Baca juga: PLN berdayakan perempuan rentan di Sumba lewat program menjahit
"GHP di UP Muara Karang ini adalah sebuah 'starting point'. Ke depan, kami berencana untuk mereplikasi ke pembangkit PLN Nusantara Power yang memiliki 'hydrogen plant' di Pulau Jawa sehingga potensi yang dihasilkan akan mencapai sekitar 150 ton per tahun," ujar Ruly.