Labuan Bajo (ANTARA) - Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Manggarai Barat (Mabar), Nusa Tenggara Timur (NTT) melatih puluhan tenaga kesehatan terkait penilaian risiko kesehatan lingkungan (kesling) sebagai komitmen dalam pencegahan penyakit menular berbasis lingkungan.
 
"Komitmen itu dimulai dengan penguatan kapasitas para petugas sanitasi (sanitarian) dan kader kesehatan yang berada di garda terdepan penanganan penyakit, terutama yang berbasis pada lingkungan," kata Sekretaris Dinas Kesehatan Manggarai Barat Tarsisius Cai dalam keterangan yang diterima di Labuan Bajo, Minggu, (28/4/2024).
 
Ia menjelaskan pelatihan studi Enviromental Health Risk Assessment (EHRA) atau studi Penilaian Risiko Kesehatan Lingkungan melibatkan sebanyak 22 sanitarian dari 22 puskesmas dan 30 kader kesehatan dari 30 desa se-Kabupaten Manggarai Barat.
 
Ia menambahkan studi EHRA merupakan suatu studi partisipatif di kabupaten/kota untuk memahami kondisi fasilitas sanitasi dan higiene, serta perilaku-perilaku masyarakat pada skala rumah tangga.
 
Terdapat dua hal yang menjadi fokus pada studi EHRA, yaitu fasilitas sanitasi dan perilaku masyarakat. Fasilitas sanitasi yang diteliti mencakup sumber air minum, layanan pembuangan sampah, jamban, dan saluran pembuangan air limbah.
 
Sedangkan perilaku yang dipelajari, lanjut dia, adalah yang terkait dengan higienitas dan sanitasi dengan mengacu pada Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) mulai dari cara buang air besar, cara mencuci tangan, pengelolaan air minum rumah tangga, pengelolaan sampah, hingga pengelolaan air limbah rumah tangga.
 
Lebih lanjut ia menjelaskan studi EHRA yang dilakukan mempedomani Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 852 Tahun 2008 tentang Strategi Nasional Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM), sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 03 Tahun 2014 tentang Sanitasi Total Berbasis Masyarakat.
 
“Pelaksanaan Program STBM di Kabupaten Manggarai Barat saat ini sedang gencar-gencarnya, baik oleh pihak pemerintah daerah melalui program rutin dinas maupun pembiayaan melalui dana desa," katanya.
 
Menurut dia kegiatan tersebut bertujuan untuk menurunkan angka kejadian penyakit menular berbasis lingkungan serta meningkatkan perilaku higienis dan kualitas kehidupan masyarakat.

Baca juga: Bupati: Pemkab Manggarai berupaya pertahankan keberadaan nakes
 
Ia menambahkan data yang dihasilkan dari studi EHRA dapat dimanfaatkan untuk pengembangan program sanitasi, termasuk advokasi di kabupaten/kota hingga kelurahan.

Baca juga: Mendagri Tito kritisi penyalahgunaan insentif dokter untuk menutup utang pemda

Baca juga: Kemenkes bilang distribusi nakes penting untuk akses pelayanan yang merata
 
"Data yang dikumpulkan dari studi EHRA akan digunakan sebagai salah satu bahan penetapan area berisiko dan penyusunan Strategi Sanitasi Kabupaten/Kota (SSK), menentukan tingkat area berisiko di tiap kelurahan/desa sebagai masukan penyusunan instrumen profil sanitasi," katanya.

Pewarta : Gecio Viana
Editor : Bernadus Tokan
Copyright © ANTARA 2024