Kupang, (AntaraNews NTT)- Kuasa Hukum anggota DPRD NTT Jefry Un Banunaek Yanto Ekon menilai penetapan kliennya sebagai tersangka kasus korupsi pembangunan Embung Mnela Lete di kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS) NTT cacat hukum.
"Bagaimana bisa klien kami ditetapkan sebagai tersangka, padahal dirinya tidak memiliki legalitas dengan perusahaan CV Belindo Berkarya yang melaksanakan pembangunan proyek Mnela Lete," katanya kepada Antara saat dihubungi dari Kupang, Kamis.
Hal ini disampaikannya setelah kliennya Jefry Un Banunaek, dan dua rekannya Benyamin Un Banunaek serta Timotius Tapatap mempraperadilkan Kejaksaan Negeri TTS pada sidang lanjutan di Pengadilan Negeri Soe, pada Rabu (13/2) kemarin dengan agenda mendengarkan keterangan saksi ahli terkait kasus pembangunan Embung dengan pagu anggaran Rp756 juta.
Yanto menambahkan bahwa, baik kliennya Jefry dan dua rekannya sebenarnya hanya membantu menyediakan material berupa alat berat serta melakukan pengawasan lapangan selama proyek itu berjalan.
Dia mengatakan penetapan ketiga kliennya sebagai tersangka Mnela Lete, Kejari TTS hanya melakukan perhitungan kerugian negara berdasarkan perhitungan dari ahli Politeknik Negeri Kupang.
"Seharusnya penetapan kerugian negara itu harus berdasarkan hasil audit BPK bukan dilakukan perhitungan secara manual berdasarkan perhitungan ahli dari Politeknik Negeri Kupang," ujar dia.
Ia juga berharap agar putusan yang diberikan Kejari TTS kepada tiga kliennya itu harus dilakukan sesuai dengan fakta yang sudah terungkap di persidangan.
Sementara itu saksi ahli yang dimintai keterangan dalam kasus itu, Aksi Sinurat yang adalah dosen hukum pidana dari Universitas Nusa Cendana Kupang ketika dimintai keterangan di Kupang juga mengatakan bahwa penetapan tersangka dan perhitungan anggaran sesuai dengan UUD 1945 harus dilakukan BPK.
"Kemarin saya dimintai keterangan dan saya hadir sebagai saksi ahli di persidangan dan sesuai dengan UUD 1945 semua penetapan nilai kerugian negara harus sesuai dengan hasil perhitungan BPK, selain itu perhitungan dari BPKP serta hasil audit Inspektorat yang dapat menentukan nilai kerugian negara," tambah dia.
Sebagai pakar hukum Pidana tentu hal tersebut, kata dia, sangat disayangkan karena memang tidak sesuai dengan prosedur.
Menanggapi diprapradilkannya Kejari TTS Jefry Un Banunaek dan kedua rekannya, Kepala Kejaksaan Tinggi Negeri TTS Facrizal dikonfirmasi dari Kupang, Kamis (14/2) mengakui bahwa memang tidak memiliki hubungan kontrak dengan perusahaan CV Belindo Berkarya.
"Namun kami temukan ada aliran dana yang masuk ke rekening Jefry Un Banunaek sebesar Rp612 juta kemudian sebagian dana ditransfer ke CV Belindo Berkayra sebesar Rp300 juta," ujarnya.
Artinya, kata dia, sudah hampir 100 persen aliran dana pembangunan embung itu masuk ke rekening Jefry Un Banunaek.
Saat ini, kata dia, sejumlah barang bukti sudah dikantongi seperti telah rekening koran transaksi soal pembangunan embung itu.
"Bagaimana bisa klien kami ditetapkan sebagai tersangka, padahal dirinya tidak memiliki legalitas dengan perusahaan CV Belindo Berkarya yang melaksanakan pembangunan proyek Mnela Lete," katanya kepada Antara saat dihubungi dari Kupang, Kamis.
Hal ini disampaikannya setelah kliennya Jefry Un Banunaek, dan dua rekannya Benyamin Un Banunaek serta Timotius Tapatap mempraperadilkan Kejaksaan Negeri TTS pada sidang lanjutan di Pengadilan Negeri Soe, pada Rabu (13/2) kemarin dengan agenda mendengarkan keterangan saksi ahli terkait kasus pembangunan Embung dengan pagu anggaran Rp756 juta.
Yanto menambahkan bahwa, baik kliennya Jefry dan dua rekannya sebenarnya hanya membantu menyediakan material berupa alat berat serta melakukan pengawasan lapangan selama proyek itu berjalan.
Dia mengatakan penetapan ketiga kliennya sebagai tersangka Mnela Lete, Kejari TTS hanya melakukan perhitungan kerugian negara berdasarkan perhitungan dari ahli Politeknik Negeri Kupang.
"Seharusnya penetapan kerugian negara itu harus berdasarkan hasil audit BPK bukan dilakukan perhitungan secara manual berdasarkan perhitungan ahli dari Politeknik Negeri Kupang," ujar dia.
Ia juga berharap agar putusan yang diberikan Kejari TTS kepada tiga kliennya itu harus dilakukan sesuai dengan fakta yang sudah terungkap di persidangan.
Sementara itu saksi ahli yang dimintai keterangan dalam kasus itu, Aksi Sinurat yang adalah dosen hukum pidana dari Universitas Nusa Cendana Kupang ketika dimintai keterangan di Kupang juga mengatakan bahwa penetapan tersangka dan perhitungan anggaran sesuai dengan UUD 1945 harus dilakukan BPK.
"Kemarin saya dimintai keterangan dan saya hadir sebagai saksi ahli di persidangan dan sesuai dengan UUD 1945 semua penetapan nilai kerugian negara harus sesuai dengan hasil perhitungan BPK, selain itu perhitungan dari BPKP serta hasil audit Inspektorat yang dapat menentukan nilai kerugian negara," tambah dia.
Sebagai pakar hukum Pidana tentu hal tersebut, kata dia, sangat disayangkan karena memang tidak sesuai dengan prosedur.
Menanggapi diprapradilkannya Kejari TTS Jefry Un Banunaek dan kedua rekannya, Kepala Kejaksaan Tinggi Negeri TTS Facrizal dikonfirmasi dari Kupang, Kamis (14/2) mengakui bahwa memang tidak memiliki hubungan kontrak dengan perusahaan CV Belindo Berkarya.
"Namun kami temukan ada aliran dana yang masuk ke rekening Jefry Un Banunaek sebesar Rp612 juta kemudian sebagian dana ditransfer ke CV Belindo Berkayra sebesar Rp300 juta," ujarnya.
Artinya, kata dia, sudah hampir 100 persen aliran dana pembangunan embung itu masuk ke rekening Jefry Un Banunaek.
Saat ini, kata dia, sejumlah barang bukti sudah dikantongi seperti telah rekening koran transaksi soal pembangunan embung itu.