Kupang (Antara NTT) - Bupati Sabu Raijua, Provinsi Nusa Tenggara Timur, Marthen Diratome mengatakan, setiap tahun selalu saja ada satu atau dua ekor ikan paus yang terdampar di Pantai Liea, Sabu Raijua.
"Setiap tahun selalu ada ikan paus yang terdampar, tetapi tahun ini jumlahnya terlalu banyak hingga mencapai 44 ekor," kata Dira Tome kepada ANTARA melalui telepon genggam, Rabu.
Pada Senin (1/10) sekitar pukul 20.00 WITA, 44 ekor paus biru terdampar di Pantai Liea, Kabupaten Sabu Raijua.
Ikan Paus yang masih kategori anak puas itu, semuanya mati karena tidak bisa tertolong oleh masyarakat yang bermukim di kawasan pantai itu.
Dia menjelaskan, saat mengetahui ikan-ikan paus itu terdampar di pantai, warga bersama aparat berusaha mengembalikannya ke lautan lepas, tetapi selalu kembali lagi ke laut dangkal dan terdampar di tepi pantai karena terbawa arus.
"Masyarakat berusaha berkali-kali tapi selalu gagal, karena ikan paus itu selalu kembali ke darat," paparnya.
Dia mengatakan, warga kemudian memotong ikan untuk dimakan karena tidak ingin dibiarkan mati dan membusuk di pantai.
Tanda alam
Bupati Diratome menambahkan, para tua-tua adat memandang terdamparnya ikan-ikan paus itu sebagai sebuah tanda alam yang bakal terjadi di Sabu Raijua.
Karena itu, para tua adat ingin melakukan rutual adat dan pemerintah mempersilakan para tua adat menggelar ritual.
Hanya saja, secara rasional terdamparnya ikan paus itu merupakan fenomena alam karena diduga arus laut yang kencang, sehingga mamalia laut itu terdampar di tepi pantai itu.
"Kalau di Kabupaten Alor, pada waktu tertentu banyak ikan mati karena arus laut yang berubah drastis, tetapi di Sabu, hanya ikan paus biru yang terdampar. Ini fenomena alam," ungkapnya.
"Setiap tahun selalu ada ikan paus yang terdampar, tetapi tahun ini jumlahnya terlalu banyak hingga mencapai 44 ekor," kata Dira Tome kepada ANTARA melalui telepon genggam, Rabu.
Pada Senin (1/10) sekitar pukul 20.00 WITA, 44 ekor paus biru terdampar di Pantai Liea, Kabupaten Sabu Raijua.
Ikan Paus yang masih kategori anak puas itu, semuanya mati karena tidak bisa tertolong oleh masyarakat yang bermukim di kawasan pantai itu.
Dia menjelaskan, saat mengetahui ikan-ikan paus itu terdampar di pantai, warga bersama aparat berusaha mengembalikannya ke lautan lepas, tetapi selalu kembali lagi ke laut dangkal dan terdampar di tepi pantai karena terbawa arus.
"Masyarakat berusaha berkali-kali tapi selalu gagal, karena ikan paus itu selalu kembali ke darat," paparnya.
Dia mengatakan, warga kemudian memotong ikan untuk dimakan karena tidak ingin dibiarkan mati dan membusuk di pantai.
Tanda alam
Bupati Diratome menambahkan, para tua-tua adat memandang terdamparnya ikan-ikan paus itu sebagai sebuah tanda alam yang bakal terjadi di Sabu Raijua.
Karena itu, para tua adat ingin melakukan rutual adat dan pemerintah mempersilakan para tua adat menggelar ritual.
Hanya saja, secara rasional terdamparnya ikan paus itu merupakan fenomena alam karena diduga arus laut yang kencang, sehingga mamalia laut itu terdampar di tepi pantai itu.
"Kalau di Kabupaten Alor, pada waktu tertentu banyak ikan mati karena arus laut yang berubah drastis, tetapi di Sabu, hanya ikan paus biru yang terdampar. Ini fenomena alam," ungkapnya.