Kupang (Antara NTT) - Terganjalnya rencana pemerintah untuk membangun Bendungan Kolhua dalam upaya mengatasi krisis air bersih di Kota Kupang dan sekitarnya, akibat permainan politik dari sejumlah elite yang melarang warga untuk menyerahkan lahannya.

"Inilah titik masalahnya, sehingga masih terus mengganjal rencana pemerintah untuk membangun Bendungan Kolhua yang direncanakan sejak 2014," kata Camat Maulafa, Kota Kupang Korinus Tuan di Kupang, Rabu.

Ia mengatakan dari sekitar 60 pemilik lahan, hanya 12 pemilik lahan saja yang masih terbias oleh politisasi oknum elite yang mengatakan bahwa daerah itu akan tenggelam jika bendungan dibangun.

"Ini kan informasi yang sangat menyesatkan. Kami akan terus berupaya meyakinkan masyarakat agar pembangunan bendungan Kolhua tetap dilaksanakan," katanya.

Korinus mengatakan lahan yang bakal digunakan untuk pembangunan bendungan tersebut hanyalah sawah musiman.

Ada sekitar 30 - 40 hektare merupakan areal sawah tadah hujan, sementara lahan sisanya merupakan lahan kering.

"Dari 83 hektare lahan yang akan dimanfaatkan, hanya sekitar itulah lahan persawahan tadah hujannya. Selebihnya lahan kritis," katanya.

Dengan demikian, maka penolakan dengan alasan lahan pertanian, hanyalah sebuah alasan yang dibuat-buat, karena telah terjadi politisasi elite yang memanfaatkan warga sebagai tamengnya.

Presiden Joko Widodo sudah memprogramkan pembangunan tujuh bendungan berukuran raksasa di Nusa Tenggara Timur untuk mengatasi kesulitan air bersih yang dihadapi masyarakat selama ini.

Dari tujuh bendungan tersebut, baru dua unit bendungan yang tengah dibangun, yakni Bendungan Raknamo di Kabupaten Kupang serta Bendungan Rotiklot di Kabupaten Belu yang berbatasan langsung dengan negara Timor Leste.

Lima bendungan lainnya adalah Kolhua di Kota Kupang, Napunggete di Kabupaten Sikka (Pulau Flores), Lambo di Kabupaten Nagekeo (Flores), Temef di Kabupaten Timor Tengah Selatan, serta Manikin di Kabupaten Kupang.

Terus berupaya
Sementara itu, Sekda Kota Kupang Bernadus Benu mengatakan pemerintahannya akan terus berupaya meyakinkan masyarakat tentang pentingnya pembangunan bendungan tersebut untuk mengatasi krisis air bersih yang terus melanda saat tibanya musim kemarau.

"Ini sudah menjadi tekad kami, dan apa pun alasannya, pembangunan Bendungan Kolhua tetap dilaksanakan," katanya menegaskan.

Menurut dia, pembangunan bendungan di wilayah Kecamatan Maulafa itu yang menjadi salah satu upaya pemerintah dalam mengatasi krisis air bersih bagi warganya di ibu kota Provinsi Nusa Tenggara Timur.

Memang diakuinya, telah terjadi pengalihan pendekatan pembebasan lahan dari Pemerintah Kota Kupang ke Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur sebagai akibat dari perubahan peraturan yang ada.

Namun demikian, Pemerintah Kota Kupang akan ikut membantu melakukan pendekatan kepada warga agar bisa segera merelakan lahannya untuk pembangunan bendungan.

"Soal ganti rugi, tetap akan kita penuhi sesuai aturan yang ada, sehingga warga tidak perlu merasa cemas," ujarnya.

Dari aspek teknis, lanjut Bernadus, lokasi tersebut tidak bisa dipindahkan ke tempat lain, karena dinilai telah memenuhi syarat berkaitan dengan gravitasi air suplai saat pemanfaatannya nanti.

Ia mengatakan jika bendungan Kolhua itu berhasil dibangun maka akan menghasilkan sumber air dengan debit 150 liter per detik yang bisa melayani 15.000 pelanggan atau sekitar 160.000 jiwa.

Pewarta : Yohanes Adrianus
Editor : Laurensius Molan
Copyright © ANTARA 2024