JAKARTA (ANTARA) - Kegiatan kepanduan --di Indonesia kita kenal dengan Pramuka--, merupakan salah satu media pendidikan berbasis pengoptimalan otak kanan, yang mampu membangun kecerdasan siswa pada ranah afeksi. Maka bila sekarang ada remaja mengalami keluhan kesehatan mental, depresi, hingga memiliki ide bunuh diri, hampir pasti bukan dari mereka yang mengenyam pendidikan kepanduan.
Kegiatan pembelajaran dalam kurikulum formal lebih berorientasi pada ranah kognitif (pengetahuan) dan psikomotorik (keterampilan), yang bermain di wilayah otak kiri (IQ: intelectual quotient). Hasilnya, terkadang kita mendapati siswa atau anak yang pintar dan cerdas, serta fasih teknologi, tetapi pendiam, pemalu, tidak berani tampil di panggung atau bahkan ada yang minus dalam hal tata krama dan budi pekerti. Itu merupakan buah pendidikan berorientasi otak kiri yang tidak diimbangi dengan pengembangan otak kanan (EQ: emotional quotient).
Pramuka sebagai pelopor organisasi kepanduan di Indonesia, dinilai menjadi wahana pembentukan karakter siswa. Pada kegiatan Pramuka, peserta dilatih kepemimpinan, kerja sama, solidaritas, mandiri, dan keberanian dalam konsep belajar di luar ruang, yang menyenangkan.
Dengan konsep belajar yang atraktif, tidak heran Gerakan Kepanduan bentukan Lord Robert Baden-Powell itu memanen banyak peminat di kalangan anak muda dan cepat menyebar secara global, termasuk yang kita adopsi sebagai Pramuka di Tanah Air.
Letnan Jendral Baden Powell mendirikan Pramuka berdasarkan pengalamannya sebagai prajurit dan pemimpin militer selama Perang Boer di Afrika Selatan. Dari pengalaman itu ia menyadari pentingnya keterampilan hidup di alam terbuka dan kepemimpinan dalam membentuk karakter pemuda.
Awalnya, pada 1907 ia menyelenggarakan perkemahan eksperimental di Pulau Brownsea, Inggris. Sukses dengan eksperimen tersebut, Baden-Powell merilis buku "Scouting for Boys" pada tahun 1908, yang kemudian menjadi dasar panduan untuk Pramuka hingga sekarang.
Di Indonesia, Gerakan Pramuka resmi berdiri melalui Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 448 Tahun 1961 disertai penganugerahan Panji Gerakan Pramuka oleh Presiden Soekarno. Gerakan Pramuka diperkenalkan kepada masyarakat luas pada tanggal 14 Agustus 1961, dengan Ketua Kwarnas pertama adalah Gusti Raden Mas (GRM) Dorojatun atau yang lebih kita kenal sebagai Sultan Hamengkubuwono IX. Seorang Pandu Agung (Pemimpin Kepanduan) itulah yang kemudian dinobatkan menjadi Bapak Pramuka Indonesia.
Segudang manfaat
Polemik Permendikbud No.12 Tahun 2024 yang menghapus Permendikbud No. 63 Tahun 2014 tentang Pendidikan Kepramukaan, sempat menghangat dan belum mereda hingga Agustus ini. Kegiatan Kepramukaan yang selama ini diwajibkan bagi siswa jenjang pendidikan dasar hingga menengah atas, kini menjadi opsional atau sukarela.
Kepala Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan (BSKAP) Kemendikbudristek Anindito Aditomo mencoba meluruskan dengan menegaskan bahwa pihak sekolah tetap wajib menyelenggarakan ekstrakurikuler Pramuka, sedangkan terhadap siswa diberikan hak untuk memilih ekstrakurikuler tersebut.
Hal tersebut sejalan dengan Pasal 13 Undang-Undang No.12 Tahun 2010 tentang Gerakan Pramuka, di mana keikutsertaan murid adalah sebuah hak, bukan kewajiban.
Merespons polemik yang mencuat, Menteri Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi Nadiem Anwar Makarim menyatakan bahwa pihaknya akan meningkatkan status Pramuka dari yang hanya terlibat dalam kegiatan ekstrakurikuler menjadi masuk ke Kurikulum Merdeka sebagai kokurikuler.
Mengapa banyak kalangan begitu reaktif terhadap isu penghapusan kegiatan Kepramukaan, mulai dari masyarakat umum, tenaga pendidik, akademisi, hingga para anggota dewan? Karena mereka menyayangkan bila nilai-nilai Pramuka yang memiliki kontribusi besar dalam membangun karakter unggul generasi muda, mungkin tidak lagi diperoleh secara merata oleh seluruh siswa.
Sifatnya yang hanya pilihan, –tidak wajib—, memberi peluang pada anak-anak yang belum mengerti betapa berguna dan pentingnya kegiatan kepanduan, untuk tidak mengikutinya. Kecuali konsep dimasukkannya nilai Pramuka ke dalam kokurikuler telah matang dan siap diterapkan. Bila tidak, generasi muda yang kini tengah krisis karakter justru bisa makin kehilangan pegangan.
Dalam sejarahnya, pendirian Gerakan Pramuka oleh panitia yang terdiri atas Sultan Hamengkubuwono IX, Prof. Prijono. Dr. A. Aziz Saleh serta Achmadi, merupakan peleburan dari seluruh organisasi kepanduan yang ada di Indonesia. Tidak heran bila organisasi kepanduan yang baru itu lantas didesain agar mengakar, diwajibkan di seluruh lembaga pendidikan tingkat dasar hingga menengah, dengan pimpinan kwartir yang dibuat melekat pada kepala pemerintahan dari tingkat bawah sampai ke pusat, serta pembinaan oleh aparat setempat.
Apa sesungguhnya nilai-nilai Pramuka yang amat berharga bagi pembangunan mental spiritual anak bangsa, sehingga para pendiri negeri ini di masa itu berupaya menguatkan kedudukannya begitu rupa?
Gerakan Pramuka memiliki 10 nilai dasar yang termaktub dalam Dasa Dharma Pramuka, yang menjadi pedoman hidup para anggota. Nilai-nilai itu meliputi kejujuran, tanggung jawab, kedisiplinan, saling tolong-menolong, peduli, dan lain-lain. Berbekal nilai-nilai yang diinternalisasi, mereka akan tumbuh menjadi individu yang memiliki integritas, rasa hormat, dan kesadaran sosial yang tinggi.
Terlebih, jiwa patriotisme, wawasan kebangsaan, dan cinta Tanah Air adalah tiga hal yang senantiasa ditanamkan melalui edukasi terapan dalam banyak kegiatan dan permainan. Begitu pula berbagai kecakapan yang biasa diajarkan kepada para anggota meliputi kecerdasan sosial, kompetensi lintas budaya, kreativitas, serta kemampuan adaptif. Juga keterampilan praktis yang berguna baik untuk kehidupan sehari-hari, apalagi dalam situasi kedaruratan, yaitu survival, jelajah pandu arah, hingga keterampilan pertolongan pertama.
Latihan kepemimpinan merupakan kegiatan yang melekat pada Gerakan Pramuka, yang dipertebal dengan proyek pengabdian di tengah masyarakat. Semua paket lengkap, ilmu dan keterampilan, itu dipelajari dengan cara asyik, menyenangkan dan suasana riang gembira.
Dalam Pramuka, setiap peserta merasa berharga karena kakak pembina senantiasa memberi tantangan dan tidak lupa menyemangati, lantas mengapresiasi untuk kebolehan sekecil apapun itu. Di sana, peserta akan mudah memperoleh tepuk tangan hanya dengan sebuah prestasi sederhana, sedangkan untuk prestasi yang sedikit lebih tinggi bisa membuahkan penghargaan berupa tanda kecakapan khusus (TKK) atau bahkan kepangkatan.
Sungguh, organisasi yang satu ini paling bisa membuat hati semua anggotanya gampang berbunga-bunga, dengan segala konsep pendidikan yang menggembirakan. Pantas bila gerakan kepanduan itu menjadi candu bagi banyak orang yang telah menyelami dan telanjur menjiwai.
Ketika para aktivis Pramuka kembali berbaur ke tengah masyarakat, biasanya bakal mudah dikenali dari sifat dan sikapnya. Seorang anggota Pramuka umumnya menonjol dalam sikap kepemimpinan dan kepeloporan, karena terlatih berorganisasi, mereka tergerak menginisiasi suatu kegiatan produktif yang bermanfaat bagi masyarakat. Belum lagi ketulusan dan ringan tangannya ketika orang lain membutuhkan bantuan.
Anak Pramuka, di mana pun mereka berada, bisa menjadi pembawa dan penular aura positif karena sikap percaya diri juga optimismenya, sementara untuk sikap patriot dan nasionalis, si Pramuka adalah juaranya.
Pramuka dengan segala kelebihan metode ajarnya, tentu menghasilkan remaja gembira beraura positif yang sehat mental, sehingga amat sayang bila pendidikan kepanduan itu hanya sebagai kegiatan pilihan.
Baca juga: Anggota Pramuka NTT Dibekali Kemampuan Promosikan Wisata
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Mengaktifkan otak kanan dalam kegiatan kepanduan