Jakarta (ANTARA) -
Perancang Peraturan Perundang-Undangan Ahli Muda Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-Undangan (DJPP) Kemenkumham RI, Ramoti Samuel, mengatakan perubahan pidana dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 Tentang KUHP atau yang kerap dikenal KUHP Baru berlaku secara mutatis mutandis.
 
Ia mengemukakan, dalam KUHP Baru yang mulai berlaku Januari 2026, syarat dan tata cara perubahan pidana penjara seumur hidup, pidana mati dengan masa percobaan 10 tahun, dan pidana mati berlaku dengan penyesuaian seperlunya atau mutatis mutandis.

"Jadi penyesuaian seperlunya syarat dan tata cara perubahan pidana bagi narapidana yang menjalani pidana penjara seumur hidup dan narapidana yang dijatuhi pidana mati, sebelum UU Nomor 1 Tahun 2023 tentang KUHP Baru berlaku," kata Ramoti Samuel dalam diskusi publik untuk memperingati Hari Antihukuman Mati Internasional 2024 yang diselenggarakan Komnas Perempuan secara daring dipantau ANTARA di Jakarta, Kamis, (10/10).

Lebih lanjut, Samuel mengemukakan, terdapat dua syarat dalam perubahan pidana.

Syarat dimaksud, yakni telah menjalani masa percobaan 10 tahun dan menunjukkan sikap serta perbuatan yang terpuji selama masa percobaan di dalam lembaga pemasyarakatan (Lapas).

Sikap dan perbuatan terpuji itu melingkupi tiga hal, yaitu berkelakuan baik dibuktikan dengan tidak melakukan pelanggaran disiplin yang tercatat dalam register hukuman disiplin.

Kemudian, lanjut Samuel, terpidana aktif mengikuti program pembinaan yang dibuktikan dengan hasil pembinaan yang dimuat pada sistem teknologi informasi pemasyarakatan.

Lalu yang ketiga, terpidana telah menunjukkan penurunan risiko yang dibuktikan dengan hasil asesmen atau penilaian.

Samuel menambahkan setelah memenuhi syarat, terdapat lima tata cara dalam perubahan pidana.

Pertama, menteri mengusulkan perubahan pidana bagi terpidana mati dengan masa percobaan 10 tahun, menjadi pidana penjara seumur hidup.

"Yang kedua mekanisme pengajuan dilakukan secara tertulis oleh kepala lapas tempat narapidana menjalani pidana kepada menteri secara berjenjang, kemudian pengajuan usulan itu harus dilengkapi dengan sejumlah dokumen," ujar Perancang Peraturan Perundang-Undangan Ahli Muda DJPP Kemenkumham itu.

Selanjutnya, tata cara keempat dan kelima yakni berdasarkan usulan menteri, presiden meminta pertimbangan kepada Mahkamah Agung (MA) dan keputusan presiden (keppres) diberikan kepada terpidana melalui kepala lapas.

Selain itu bagi terpidana yang grasinya ditolak tetapi belum dilaksanakan eksekusi mati selama 10 tahun, maka masih berhak mendapatkan perubahan.

"Narapidana yang dijatuhi pidana mati berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dan pidana mati tidak dilaksanakan selama 10 tahun sejak grasi ditolak bukan karena narapidana melarikan diri, dapat diberikan perubahan pidana menjadi penjara seumur hidup," kata dia.

Samuel menekankan, semua proses perubahan pidana telah diatur sedemikian rupa dalam UU Nomor 1 Tahun 2023 tentang KUHP Baru guna memenuhi hak asasi manusia (HAM).



Baca juga: Kemenkumham kolaborasi bina penguatan HAM bagi Satpol PP

Baca juga: Andi Agtas sebut pengesahan RUU Paten lindungi inovasi tanah air
Baca juga: Dirjen Karim: Senjata api petugas Imigrasi bukan untuk gagah-gagahan

Pewarta : Donny Aditra
Editor : Bernadus Tokan
Copyright © ANTARA 2024