Labuan Bajo (ANTARA) - Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Utama Badan Pelaksana Otorita Labuan Bajo Flores (BPOLBF) Frans Teguh mengatakan berbagai festival yang diselenggarakan Keuskupan Keuskupan Ruteng dinilai bukan hanya sebuah perayaan, tetapi kesempatan emas untuk memperkuat ikatan komunitas agama dan menarik lebih banyak wisatawan. 
 
"Wisatawan dapat mengunjungi dan menikmati keindahan dan kekayaan budaya religi di Keuskupan Ruteng," kata Frans Teguh dalam keterangan yang diterima di Labuan Bajo, Rabu, (16/10).
 
Hal tersebut disampaikan dalam diskusi bersama Delegatus Kepariwisataan Keuskupan Ruteng sekaligus Praktisi Budaya Manggarai Romo Diosesan (RD) Inosensius Sutam di Universitas Katolik Indonesia Santu Paulus Ruteng. 
 
Dalam diskusi tersebut beberapa hal yang dibahas adalah penyelenggaraan Festival di wilayah Keuskupan Ruteng seperti Festival Golo Koe, Festival Golo Curu, dan Festival Lembah Sanpio dalam konteks budaya dan religi. 
 
Keuskupan Ruteng telah menetapkan tanggal penyelenggaraan berbagai festival secara rutin setiap tahunnya. Festival Golo Koe Maria Assumpta Nusantara dilakukan pada 10-15 Agustus, Festival Lembah Sanpio Kisol Maria Bunda Segala Bangsa pada 4-8 September, dan Festival Golo Curu Maria Ratu Rosari pada 3-7 Oktober.
 
Sementara itu, Delegatus Kepariwisataan Keuskupan Ruteng sekaligus Praktisi Budaya Manggarai Romo Diosesan (RD) Inosensius Sutam menjelaskan poin penting dari tiga festival yang diselenggarakan Keuskupan Ruteng.
 
Festival Golo Koe, lanjut dia, mengusung tema kolaborasi antarumat beragama, Festival Golo Curu mengangkat tema devosi yang sangat membumi, dan Festival Lembah Sanpio membawa unsur kolaborasi UMKM yang sangat merakyat.
 
Kehadiran ketiga festival itu merupakan bukti nyata peran gereja Katolik dalam mendukung pembangunan kepariwisataan yang inklusif bagi seluruh pihak. 
 
"Kehadiran festival-festival ini merupakan bukti nyata peran gereja Katolik dalam pembangunan kepariwisataan yang inklusif bagi seluruh pihak," katanya. 
 
Selain berdiskusi terkait festival, beberapa poin penting lainnya yang dibahas adalah terkait Travel Pattern (Peta Perjalanan Wisata) Religi Katolik di Pulau Flores.
 
Dalam kesempatan tersebut, RD Inosensius Sutam menyambut baik peluncuran Peta Perjalanan Ziarah Religi Katolik di Pulau Flores dan mengingatkan perlunya sebuah gerakan bersama untuk memberikan narasi religi yang disepakati bersama serta gerakan bersama untuk warga keuskupan di seluruh Flores untuk berziarah. 
 
"Perlu sebuah gerakan bersama untuk memberikan narasi yang disepakati bersama serta gerakan bersama untuk warga keuskupan seluruh Flores untuk berziarah," ungkapnya. 
 
Selain diskusi terkait festival dan Travel Pattern wisata religi Katolik di Pulau Flores, pembahasan terkait penerapan budaya Manggarai pada Masterplan Kawasan Parapuar yang dikelola BPOLBF juga menjadi salah satu topik diskusi. Menurut RD Inosensius Sutam, kehadiran Natas Parapuar dapat menjadi salah satu opsi dan langkah inisiatif yang menjadi perhatiannya sebagai praktisi budaya. 
 
Lebih lanjut, RD Inosensius Sutam juga memberi masukan terkait E-Magazie Gastronomi yang telah dilauching BPOLBF beberapa waktu lalu terkait jenis menu kuliner lokal, yaitu Cupat atau Ketupat Manggarai yang biasanya dimasak khusus untuk Anak Rona atau keluarga mempelai perempuan pada saat panen raya. 

Baca juga: Film "Tale of the Land" tayang perdana di BIFF
 
RD Inosensius Sutam menyadari bahwa warna khas masakan Manggarai merupakan hal yang perlu menjadi perhatian karena rasa kuliner lokal merupakan sebuah karakter yang dapat bertahan lebih lama dibanding tampilan visual.

Baca juga: Pj. Gubernur: Kupang Exotic Run dan Jazz Festival 2024 promosi pesona NTT

Pewarta : Gecio Viana
Editor : Bernadus Tokan
Copyright © ANTARA 2024