Jakarta (ANTARA) - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menegaskan bahwa PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) memegang peran kunci dalam keberhasilan transisi energi berbasis energi baru terbarukan (EBT) di Indonesia.

Dalam hal ini, ia menyoroti pentingnya percepatan pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) sebagai salah satu langkah strategis guna mengurangi emisi karbon sekaligus mengatasi masalah sampah di Indonesia.

“Kuncinya adalah kita membangun infrastruktur transisi, karena the single authority yang bisa menjamin keberhasilan penggunaan renewable energy hanya PLN. Jadi ini harus dicatat, itu juga keluar di dalam report OECD bahwa Indonesia mempertaruhkan keberhasilan renewable energy pada entitas yang bernama PLN,” kata Airlangga dalam acara Bisnis Indonesia Economic Outlook 2025 di Jakarta, Selasa, (10/12).

Sebagai informasi, PLTSa merupakan pembangkit listrik yang menggunakan sampah sebagai bahan bakar. PLTSa dinilai mampu memberikan solusi keberlanjutan terhadap permasalahan lingkungan.

Airlangga menyebut pihaknya sejauh ini sudah mendorong PLN untuk segera menyelesaikan pengembangan PLTSa di Legok Nangka, namun hingga saat ini belum terealisasi.

“Oleh karena itu, PLN harus reform karena sampai hari ini tidak ada satu PLT Sampah (PLTSa) yang jadi, padahal kami sudah mendorong PLTSa Legok Nangka misalnya, itu sudah by process, by design semuanya sudah siap. Nah ini yang menjadi tantangan,” terangnya.

Adapun Nota Kesepahaman (Memorandum of Understanding/MoU) awal pembangunan tempat pengolahan dan pemrosesan akhir sampah (TPPAS) Legok Nangka bagi penanganan sampah di Bandung Raya sudah ditandatangani di Tokyo, Jepang sejak 18 Desember 2023 lalu. Dalam pengembangan proyek ini, PLN menggandeng konsorsium Sumitomo, Hitachi Zosen, dan Energia Prima Nusantara (EPN). Namun, hingga saat ini belum ada progres signifikan.

Selain PLTSa, dalam pidato kuncinya, Airlangga juga menekankan pentingnya pengembangan sumber energi terbarukan lainnya seperti Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) di Kalimantan Utara yang memiliki potensi hingga 10 gigawatt (GW), serta Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) di Sumatra, Jawa, dan Bali.

“Kita juga dorong (biodiesel) B40, dengan B35 selain kita bisa menjaga harga dengan mempertahankan demand juga kita bisa mengurangi emisi karbon setara dengan 30 juta ton CO2. Jadi ini sesuai dengan target kita menurunkan emisi CO2,” jelas Menko.


Baca juga: PLN terjunkan 81.591 personelnya jamin listrik aman selama Nataru

Baca juga: PLN Mobile EVenture kampanye kendaraan ramah lingkungan tiba Bali
Baca juga: Artikel - Menyeimbangkan antara pemajuan ekonomi dan transisi energi

Pewarta : Bayu Saputra
Editor : Bernadus Tokan
Copyright © ANTARA 2024