Jakarta (ANTARA) - Sebelum menuai dampak berupa angka kematian yang lebih tinggi, ada baiknya menabur benih-benih kesadaran akan pentingnya kesehatan sedari awal. Hal itulah yang dilakukan oleh pemerintah melalui Pemeriksaan Kesehatan Gratis (PKG), yang rencananya akan dimulai pada Februari 2025.
Ada antusiasme tersendiri ketika program ini diumumkan karena PKG digadang-gadang sebagai program kesehatan sepanjang sejarah Indonesia berdiri. Dengan target sekitar 280 juta penduduk, PKG jadi salah satu primadona dari tiga inisiatif percepatan bidang kesehatan di era Prabowo, yang berpotensi mengurangi pengeluaran bombastis akibat perawatan penyakit-penyakit yang harusnya dapat dicegah jauh-jauh hari.
Meski dipersembahkan untuk semuanya, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengingatkan untuk tetap memastikan kepesertaan BPJS Kesehatan agar fasilitas yang dinikmati lebih paripurna. Pasalnya, hal itu dibutuhkan untuk tatalaksana lebih lanjut jika hasil skriningnya butuh respons.
Kemudian, PKG sebenarnya lebih menyasar ke sekitar 200 juta penduduk Indonesia yang belum pernah skrining sebelumnya, yakni kalangan sosio-ekonomi bawah. Data dari Kementerian Kesehatan menyebutkan, baru 39,8 persen penduduk yang diskrining penyakit menular.
Setidaknya, pada penduduk berusia di atas 20 tahun ada 62,6 persen yang tidak pernah periksa gula darah, 61,6 persen yang tidak periksa kadar kolesterol, dan 32,4 persen tidak pernah mengukur tekanan darahnya.
Lalu, meski terlihat sederhana, ternyata 80,82 persen orang tidak pernah mengukur lingkar perutnya, dan 36,61 persen tidak pernah memantau berat badan.
Kemenkes berharap, setidaknya ada sekitar 100 juta orang yang memanfaatkan layanan itu di tahun pertama PKG perdana diadakan.
Ada tiga jenis PKG, yakni PKG ulang tahun yang diberikan di puskesmas dan klinik bagi usia 0-6 tahun dan 18 tahun ke atas, yang dimulai pada Februari 2025, PKG sekolah yang diadakan di tahun ajaran baru bagi usia 7-17 tahun mulai Juli 2025, serta PKG Khusus bagi ibu hamil serta bayi baru lahir.
Fasilitas ini dapat diakses dengan cara mengunduh SATU SEHAT Mobile, kemudian mendaftar, di mana pengguna nantinya akan diberikan pengingat dalam beberapa waktu tertentu untuk skrining penyakit mereka.
Para biang kerok
PKG disesuaikan dengan tiap siklus hidup. Di setiap kelompok usia, ada yang menjadi isu kesehatan terbesarnya.
Menkes Budi Gunadi Sadikin menyoroti beban masalah di tiap siklus hidup, misalnya stunting sebesar 21,5 persen pada bayi, balita, anak prasekolah. Ada juga anemia sebesar 15,6 persen pada remaja, kemudian obesitas sebesar 23,4 persen, hipertensi sebesar 30,8 persen, dan penyakit gula sebesar 24,3 persen pada dewasa dan lansia.
Pada bayi, penyebab kematian terbesar yakni neonatal disorder, dan sebagian dari kasus itu dapat dicegah agar tidak sampai menyebabkan fatalitas. Sementara kasus-kasus kematian seperti karena penyakit seks menular kecuali HIV, infeksi pernapasan bawah, diare, dan tetanus, dapat dicegah.
Penyebab-penyebab kematian yang sama, selain tetanus, banyak ditemukan pada anak-anak, beserta demam berdarah. Adapun pada remaja, dewasa, dan lansia, kanker menjadi penyebab kematian yang sebagiannya dapat dicegah.
Untuk remaja, penyebab-penyebab kematian yang dapat dicegah yakni tuberkulosis, tifus, sirosis dan penyakit hati kronis lainnya.
Bicara soal remaja, anemia menjadi salah satu isu yang perlu diperhatikan, dan salah satu penyebabnya adalah talasemia. Oleh karena itu, pemerintah pun memasukkan pengecekan itu ke dalam PKG, untuk anak usia SMP. Talasemia cukup dilakukan sekali seumur hidup, sebelum menikah.
"Jadi sebelum dia jatuh cinta, pacaran, dia mesti tahu, dia punya talasemia minor apa nggak. Kalau punya talasemia minor, nggak boleh kawin sama talasemia minor. Karena kalau kawin, pasti anaknya talasemia mayor," katanya.
Kemudian, pada orang dewasa dan lansia, berbagai penyakit penyebab kematian yang dapat dicegah yakni penyakit jantung, stroke, diabetes melitus, tuberkulosis.
Pada dewasa, penyakit pernapasan bawah juga disoroti, dan pada lansia, penyakit paru obstruktif kronis serta sirosis turut menyumbang angka kematian tertinggi.
Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular Kementerian Kesehatan Siti Nadia Tarmizi menyebutkan, pada 2023 jumlah pembiayaan akibat penyakit katastropik mencapai Rp 34,8 triliun. Penyakit-penyakit ini mulai dari stroke, talasemia, sirosis hepatis.
Dari angka yang dikeluarkan itu, penyakit jantung dan stroke jadi yang termahal, dengan total Rp 22,8 triliun.
Tekanan darah tinggi menjadi faktor risiko beban penyakit yang tertinggi, baik secara global maupun nasional. Data Institute for Health Metrics and Evaluation (IHME) 2021 menunjukkan, secara global, terdapat 225 juta kejadian tekanan darah tinggi, sedangkan di Indonesia ada sekitar 13 juta.
Menyusul faktor risiko beban penyakit, merokok menjadi salah satu penyumbang kesakitan di dunia. Oleh karena itu, kata Nadia, merokok menjadi salah satu hal yang ditelusuri lebih lanjut dalam PKG. Hal itu diberikan mulai dari usia SD kelas 5-6.
"Ada faktor risiko merokok ndak, jadi nanti perlu diperiksa untuk kanker, paru, dan PPOKnya," ucapnya.
Bukan cuma kesehatan fisik
Sedihnya, perilaku menyakiti diri sendiri (self-harm) dan kekerasan interpersonal menjadi salah satu penyebab kematian terbesar remaja yang disoroti oleh Menkes. Hal itu menjadi penyumbang kematian remaja terbesar ketujuh, setelah sirosis dan penyakit hati kronis lainnya.
Menurut Survei Kesehatan Indonesia 2023, prevalensi gangguan kejiwaan pada remaja mencapai 34,9 persen. Penduduk dengan gejala depresi tertinggi terdapat pada kelompok anak muda (usia 15-24 tahun), berjenis kelamin perempuan, berpendidikan menengah pertama ke bawah, tidak bekerja, masih sekolah, dan kelompok pekerja yang tidak memerlukan keahlian khusus seperti buruh, sopir, pembantu rumah tangga.
Meski anak muda menjadi kelompok yang memiliki prevalensi depresi tertinggi, hanya 10,4 persen anak muda dengan depresi yang mencari pengobatan.
Data dari WHO tahun 2019, yang menyatakan bahwa 1 dari 8 orang mengalami gangguan mental, semakin memperkuat urgensi untuk mengadakan pemeriksaan kejiwaan.
Terlebih lagi, dalam sebuah studi oleh profesor dari Queensland Brain Institute John McGrath dkk. yang dipublikasikan The Lancet pada 2023, setidaknya setengah dari populasi diperkirakan akan mengalami satu atau lebih jenis gangguan kejiwaan dalam kurun waktu 75 tahun usianya. Gangguan-gangguan ini biasa muncul pertama saat masa kecil, remaja, atau dewasa muda.
Studi itu juga menunjukkan bahwa masalah kesehatan mental yang paling sering ditemui pada laki-laki adalah penyalahgunaan alkohol, dan pada perempuan yakni depresi serta phobia-phobia tertentu.
Baca juga: Menkes bilang masyarakat bukan peserta BPJS Kes tetap dapat PKG
Tak heran, akhirnya pemerintah menyertakan skrining kejiwaan, yang mulai diberikan sejak usia SD atau 7 tahun.
Baca juga: Kemenkes bilang Skrining kesehatan gratis direncanakan dimulai Februari
Membangun paradigma kesehatan preventif dari kuratif membutuhkan waktu. Dengan pemberian skrining secara cuma-cuma, diharapkan publik sadar akan pentingnya mengelola aset paling berharga milik mereka, kesehatan.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: RI bersiap sambut Pemeriksaan Kesehatan Gratis