Jakarta (ANTARA) - Head of Macroeconomics and Market Research PermataBank Faisal Rachman memperkirakan, inflasi pada Maret 2025 cenderung akan kembali meningkat setelah program diskon tarif listrik berakhir pada akhir Februari 2025.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), terjadi deflasi bulanan sebesar 0,76 persen month to month (mtm) pada Januari 2025. Program diskon tarif listrik menjadi penyebab utama deflasi bulanan tersebut.

“Mungkin di Januari-Februari itu (inflasi) rendah, tetapi di Maret itu kemungkinan inflasi bisa melonjak,” kata Faisal dalam Media Briefing PIER Economic Review: FY 2024 secara virtual di Jakarta, Senin.

Ia mengatakan, inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) pada Januari 2025 yang terjaga rendah tersebut berada di bawah target Bank Indonesia (BI) dengan batas bawah 1,5 persen.

Deflasi 0,76 persen mtm pada Januari tahun ini berbeda dengan tren sebelumnya di mana pada Januari biasanya tercatat inflasi karena musim hujan yang berlangsung mendorong harga pangan yang ikut melonjak.

Deflasi Januari 2025 disebabkan oleh penurunan tajam pada kelompok harga yang diatur pemerintah (administered price) dengan deflasi bulanan mencapai 7,38 persen mtm.

Berdasarkan kelompok, kelompok perumahan, air, listrik, dan bahan bakar rumah tangga mengalami deflasi tahunan sebesar 8,75 persen yoy, dengan andil deflasi sebesar 1,39 persen.

“Secara komponen, housing, water, electricity itu terkena di deflasi 8,75 persen secara year on year (yoy) di bulan Januari, karena faktor itu (diskon tarif listrik). Tetapi kalau kita menghilangkan itu, maka memang inflasi masih akan cenderung di atas 1,5 persen. Jadi memang ini purely mostly memang karena electricity,” jelas Faisal.

Ketika tarif listrik kembali normal dan tidak ada perpanjangan kebijakan program diskon dari pemerintah, maka diperkirakan inflasi kembali meningkat.

Apalagi, bulan Ramadan jatuh pada Maret 2025 dengan permintaan yang cenderung meningkat pada periode tersebut.

Adapun kelompok makanan, minuman, dan tembakau pada Januari 2025 masih mencatatkan inflasi sebesar 3,69 persen yoy, dengan andil inflasi 1,07 persen.

Secara keseluruhan, PermataBank memproyeksikan inflasi Indonesia pada 2025 akan berada di kisaran 2 persen.

Faisal juga menyoroti adanya potensi inflasi impor (imported inflation) seiring dengan tekanan yang diberikan dari pelemahan rupiah yang terus berlanjut. Pelemahan rupiah terhadap dolar AS akan meningkatkan biaya impor bahan baku, yang pada akhirnya dapat mendorong kenaikan harga di tingkat konsumen.

Ia memperkirakan, ruang pemotongan suku bunga acuan BI atau BI-Rate ke depan kemungkinan akan terbatas, karena tekanan dari sisi global masih terus berlanjut. Kondisi tersebut memberi tekanan pada capital outflow, bahkan memberikan tekanan pada rupiah.

“Tetapi second round-nya kalau rupiah itu terus melemah, itu bisa memberikan imported inflation kepada sisi supply. Dan mungkin bisa di-pass through juga ke sisi konsumen, itu memberikan risiko,” tuturnya.

Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Ekonom perkirakan inflasi kembali naik setelah diskon listrik berakhir


Pewarta : Rizka Khaerunnisa
Editor : Anwar Maga
Copyright © ANTARA 2025