Kupang (Antara) - Gubernur Nusa Tenggara Timur Frans Lebu Raya mengatakan daerahnya membutuhkan 4.000 embung untuk menampung air hujan karena durasinya dan intensitas hujan akhir-akhir ini singkat dan sulit untuk tertampung dalam jangka waktu yang lama.
Hingga akhir 2016 dari target 4.000 embung, realisasinya belum mencapai sebagian dari total target, katanya di Kupang, Rabu. Jika setiap tahun dibangun embung tentu maka target 4.000 embung tersebut dapat tercapai, katanya.
Ia menggatakan program pembangunan embung yang dilakukan oleh pemerintah pusat melalui Balai Wilayah Sungai Nusa Tenggara II Provinsi NTT dan Dinas Pekerjaan Umum NTT sangat bermanfaat untuk masyarakat.
"Apalagi topografi dan karakteristik wilayah NTT yang terdiri dari pulau-pulau dan bukit-bukit dengan kemiringan tanah yang cukup landai membutuhkan embung yang banyak untuk menampung air hujan," katanya.
Karena itu, NTT mengapresiasi pemerintah pusat yang terus membangun embung di daerah-daerah yang kesulitan air di NTT.
"Jika pemerintah pusat bangun embung, pemerintah provinsi membangun embung dan pemerintah kabupaten/kota juga bangun embung setiap tahun, tentu berdampak baik terhadap ketersediaan air tanah bagi masyarakat," ungkap Lebu Raya.
Ia mengatakan embung yang dibangun sangat bermanfaat karena menampung air hujan untuk kebutuhan manusia dan ternak dan untuk pertanian.
"Embung-embung yang dibangun oleh pemerintah berdampak positif terhadap ketersediaan air bagi masyarakat, ternak dan pertanian," katanya.
Untuk itu, kata dia, masyarakat diminta untuk mendukung proses pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah karena dampak dari pembangunan tersebut dirasakan oleh masyarakat terutama untuk ketersidiaan air bersih, katanya.
Di NTT saat ini sedang dibangun Waduk Rotiklot di Desa Fatuketi, Kecamatan Kakuluk Mesak, Kabupaten Belu.
Waduk ini, tambahnya, akan dibangun selama tiga tahun menggunakan APBN sebesar Rp450 miliar.
Waduk ini akan menjadi waduk terbesar ketiga setelah Tilong dan Raknamo di Kabupaten Kupang, Provinsi NTT karena daya tampung airnya mencapai 2,9 juta kubik.
"Pembangunan Waduk Raknamo di Kabupaten Kupang saat ini telah mencapai sekitar 89 persen dan beberapa waduk yang sudah disiapkan desain dan pradesainnya antara lain Temef di Kabupaten TTS, Jawakisa di Nagekeo, Napunggete di Sikka, dan Waibara di Kabupaten Sumba Timur," katanya.
Selain tujuh waduk yang sudah disiapkan desain dan pradesainnya, masih ada 46 calon waduk lagi yang sedang dilakukan studi lokasi potensial dan dalam tahap pembebasan lahan.
Hingga akhir 2016 dari target 4.000 embung, realisasinya belum mencapai sebagian dari total target, katanya di Kupang, Rabu. Jika setiap tahun dibangun embung tentu maka target 4.000 embung tersebut dapat tercapai, katanya.
Ia menggatakan program pembangunan embung yang dilakukan oleh pemerintah pusat melalui Balai Wilayah Sungai Nusa Tenggara II Provinsi NTT dan Dinas Pekerjaan Umum NTT sangat bermanfaat untuk masyarakat.
"Apalagi topografi dan karakteristik wilayah NTT yang terdiri dari pulau-pulau dan bukit-bukit dengan kemiringan tanah yang cukup landai membutuhkan embung yang banyak untuk menampung air hujan," katanya.
Karena itu, NTT mengapresiasi pemerintah pusat yang terus membangun embung di daerah-daerah yang kesulitan air di NTT.
"Jika pemerintah pusat bangun embung, pemerintah provinsi membangun embung dan pemerintah kabupaten/kota juga bangun embung setiap tahun, tentu berdampak baik terhadap ketersediaan air tanah bagi masyarakat," ungkap Lebu Raya.
Ia mengatakan embung yang dibangun sangat bermanfaat karena menampung air hujan untuk kebutuhan manusia dan ternak dan untuk pertanian.
"Embung-embung yang dibangun oleh pemerintah berdampak positif terhadap ketersediaan air bagi masyarakat, ternak dan pertanian," katanya.
Untuk itu, kata dia, masyarakat diminta untuk mendukung proses pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah karena dampak dari pembangunan tersebut dirasakan oleh masyarakat terutama untuk ketersidiaan air bersih, katanya.
Di NTT saat ini sedang dibangun Waduk Rotiklot di Desa Fatuketi, Kecamatan Kakuluk Mesak, Kabupaten Belu.
Waduk ini, tambahnya, akan dibangun selama tiga tahun menggunakan APBN sebesar Rp450 miliar.
Waduk ini akan menjadi waduk terbesar ketiga setelah Tilong dan Raknamo di Kabupaten Kupang, Provinsi NTT karena daya tampung airnya mencapai 2,9 juta kubik.
"Pembangunan Waduk Raknamo di Kabupaten Kupang saat ini telah mencapai sekitar 89 persen dan beberapa waduk yang sudah disiapkan desain dan pradesainnya antara lain Temef di Kabupaten TTS, Jawakisa di Nagekeo, Napunggete di Sikka, dan Waibara di Kabupaten Sumba Timur," katanya.
Selain tujuh waduk yang sudah disiapkan desain dan pradesainnya, masih ada 46 calon waduk lagi yang sedang dilakukan studi lokasi potensial dan dalam tahap pembebasan lahan.
Rotiklot 0,15 MW
Sementara itu, Kepala Satuan Kerja Bendungan, Balai Wilayah Sungai Nusa Tenggara II Marthen Tela mengatakan pembangunan waduk Rotiklot di Kabupaten Belu Nusa Tenggara Timur yang berbatasan langsung dengan Timor Leste bakal menyumbang daya listrik 0,15 MW.
Waduk yang akan menghabiskan dana sebesar Rp450 miliar dari APBN tahun jamak 2015-2018 itu juga bermanfaat untuk pengendalian banjir di wilayah Ainiba.
Bukan cuma itu, menurut dia, waduk yang tengah dibangun kontraktor pelaksana PT Nindya Karya dengan jangka waktu pelaksanaan 37 bulan atau pada 2018 ini pula bermanfaat bagi masyarakat yaitu pengembangan waduk itu sebagai objek pariwisata.
Meski tergolong baru saja dimulai pembangunannya, Bendungan Rotiklot di Nusa Tenggara Timur (NTT) rupanya terus menunjukkan perkembangan yang baik meskipun progress yang ditargetkan baru 32 dari 36 persen higga akhir 2016.
Hal ini (progress melambat) terjadi karena progres pembangunan Bendungan Rotiklot di Kabupaten Belu melambat akibat cuaca buruk akhir-akhir ini. "Pembangunan Rotiklot dari yang direncanakan 36 persen sekarang baru mencapai 32 persen," katanya
Bendungan Rotiklot terhubung dengan sungai Mota Rotiklot yang memiliki panjang 6,41 km. Bendungan mampu menampung 2,9 juta meter kubik air dengan luas daerah genangan 24,91 ha dan usia guna waduk selama 50 tahun.
Dari bendungan akan dihasilkan suplai air baku untuk masyarakat dan pelabuhan Atapupu sebesar 40 liter per detik. Ini juga sekaligus menjadi penyedia air untuk padi seluas 139 hektar dan palawija 500 hektar.
"Waktu pelaksanaan pembangunan Bendungan Rotiklot diperkirakan selama 37 bulan. Target 2018 bisa terbangun dan beroperasi," katanya.
Waduk yang akan menghabiskan dana sebesar Rp450 miliar dari APBN tahun jamak 2015-2018 itu juga bermanfaat untuk pengendalian banjir di wilayah Ainiba.
Bukan cuma itu, menurut dia, waduk yang tengah dibangun kontraktor pelaksana PT Nindya Karya dengan jangka waktu pelaksanaan 37 bulan atau pada 2018 ini pula bermanfaat bagi masyarakat yaitu pengembangan waduk itu sebagai objek pariwisata.
Meski tergolong baru saja dimulai pembangunannya, Bendungan Rotiklot di Nusa Tenggara Timur (NTT) rupanya terus menunjukkan perkembangan yang baik meskipun progress yang ditargetkan baru 32 dari 36 persen higga akhir 2016.
Hal ini (progress melambat) terjadi karena progres pembangunan Bendungan Rotiklot di Kabupaten Belu melambat akibat cuaca buruk akhir-akhir ini. "Pembangunan Rotiklot dari yang direncanakan 36 persen sekarang baru mencapai 32 persen," katanya
Bendungan Rotiklot terhubung dengan sungai Mota Rotiklot yang memiliki panjang 6,41 km. Bendungan mampu menampung 2,9 juta meter kubik air dengan luas daerah genangan 24,91 ha dan usia guna waduk selama 50 tahun.
Dari bendungan akan dihasilkan suplai air baku untuk masyarakat dan pelabuhan Atapupu sebesar 40 liter per detik. Ini juga sekaligus menjadi penyedia air untuk padi seluas 139 hektar dan palawija 500 hektar.
"Waktu pelaksanaan pembangunan Bendungan Rotiklot diperkirakan selama 37 bulan. Target 2018 bisa terbangun dan beroperasi," katanya.