Kupang (Antara NTT) - Kepala Badan Penelitian Teknologi dan Pertanian Provinsi Nusa Tenggara Timur Amirudin Pohan mengajak sekitar 64 persen lebih petani di daerah ini, untuk mengembangkan jagung hibrida varietas Bima.

"Produktivitas jagung hibrida seperti pipilan basah varietas Bima-1, Bima-2 dan Bima-4 sangat tinggi berkisar antara 6,24-11,35 ton/Ha atau setara dengan 5,3-9,65 ton/Ha pipilan kering, ketimbang varietas jagung lokal lainnya," katanya di Kupang, Kamis.

Sementara jagung hibrida N-35 pipilan basah sebesar 5,28 ton/ha atau setara dengan 4,5 ton/ha pipilan kering.

Hasil tersebut katanya jauh lebih tinggi dibanding jagung pola petani yang hanya 0,485 ton/ha pipilan basah.

Amirudin Pohan, juga mengajak untuk mengubah cara bertani yakni dari cara bertani yang telah diajarkan pendahulu (tradisional) dengan sistem tebas bakar dan berpindah-pindah menjadi bertani yang lebih sesuai dengan kondisi sekarang (modern) berteknologi, tinggi.

Hal ini katanya bisa dibuktikan dari pertanaman di lokasi temu lapang tersebut bahwa dengan teknologi budidaya yang baik ternyata produktivitasnya 12 kali lebih tinggi dibanding jagung lokal yang dikelola dengan cara petani secara tradisional.

"Ke depan NTT bisa menjadi sentra produksi jagung di Indonesia apabila lahan kering NTT yang sangat luas ini dikelola dengan baik dengan penerapan teknologi yang baik disertai penumbuhan industri perbenihan jagung hibrida di propinsi NTT.

Lebih jauh Kepala BPTP NTT ini menjelaskan bahwa perbenihan jagung Bima1 berpeluang dikembangkan di NTT dengan alasan diantaranya produktivitas jagung hibrida produksi pemerintah tidak kalah baik dengan jagung hibrida produksi swasta.

Berikut harga benih jagung hibrida lebih murah apabila diproduksi di NTT dan BPTP NTT bekerjasama dengan Balisereal Maros siap membantu perbenihan jagung hibrida, untuk mendukung swasembada benih yang dicanangkan Gubernur NTT.

Ia mengatakan fenomena iklim dalam beberapa tahun terakhir ini termasuk tahun ini, sangat tidak menguntungkan.

Pada saat awal musim tanam Oktober-Nopember 2011 hujan turun tidak beraturan yang mengakibatkan kebingungan bagi petani.

Banyak lahan yang telah dipersiapkan pada musim kemarau timbul keraguan untuk menanam jagung sehingga banyak ditemukan lahan yang `gagal tanam`.

Sementara banyak juga yang memaksakan tanam dengan kondisi yang ada, akibatnya pertumbuhan tanaman tidak normal, bahkan pada bulan Januari-Februari 2011 hujan seperti ditumpahkan dari langit sehingga banyak lahan menjadi tergenang.

"Kondisi tersebut sangat tidak menguntungkan bagi pertanaman jagung karena jagung tidak menyukai lahan yang becek. Kondisi tersebut banyak mengakibatkan gagal tanam dan gagal panen," katanya.

Ia mengatakan pada musim tanam dan panen 2011, sebanyak 51.230 hektare tanaman pertanian yang tersebar di 14 kabupaten di Nusa Tenggara Timur, dilaporkan mengalami gagal tanam dan gagal panen atau puso akibat anomali iklim ekstrem yang melanda wilayah ini.

Jumlah tersebut terdiri dari padi 10.156 dari 123.062 hektare, jagung 34.794 dari 249,936 hektare dan ubi-ubian sebanyak 6.172 dari total areal seluas 91.015 hektare.

"Data gagal tanam dan gagal panen yang terjadi di 14 dari 20 kabupaten di NTT pada musim tanam 2011/2012 yang dipicu perubahan iklim mencapai 51.230 hektare," katanya.

Kerusakan areal pertanian tertinggi terjadi di Kabupaten Flores Timur yakni 2.360 hektare padi dari luas areal 9.603 hektare atau 28,76 persen, jagung 4.182 dari luas areal sebanyak 14.541 hektare atau 28,78 persen, ubi-ubian 2.380 hektare atau 28,19 persen dari total areal seluas 8.442 hektare.

Disusul Kabupaten Kupang yakni padi 1.519 hektare atau 9,86 persen dari total areal seluas 15.413 hektare, jagung 2.994 hektare atau 7,19 persen dari total areal seluas 41.666 hektare dan ubi-ubian 832 hektare dari total areal seluas 6.952 hektare.

Pewarta :
Editor :
Copyright © ANTARA 2024