Kupang (ANTARA) - Puluhan warga dari Kabupaten Flores Timur menggelar unjuk rasa di depan Kantor Kejaksaan Tinggi (Kejati) Provinsi Nusa Tenggara Timur, mendesak dilakukan pemeriksaan penganggaran proyek pembangunan air bersih dengan nilai sekitar Rp10 miliar.
"Kami menduga kuat ada penyalahgunaan wewenang Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) dan Banggar DPRD kabupaten dalam penganggaran proyek air bersih di Flores Timur," kata Ketua Aliansi Mahasiswa Peduli Rakyat (Anmpera) Flores Timur Enjelbertus Boli, selaku koordinator massa aksi saat aksi unjuk rasa di Jl Polisi Militer, Kota Kupang, Kamis (29/8).
Ia mengatakan, dugaan ini terkait munculnya anggaran siluman dalam proyek air bersih di Kecamatan Ile Boleng, Pulau Adonara, dengan nilai sekitar Rp10 miliar lebih yang dimasukkan dalam rancangan APBD Kabupaten Flores Timur tahun 2018.
Padahal dalam rapat komisi gabungan DPRD setempat sebelumnya tidak menyetujui adanya anggaran ini yang bersumber dari dana alokasi umum (DAU) karena tidak didukung perencanaan teknis yang memadai dari instansi terkait.
Selanjutnya, dalam evaluasi Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) APBD Tahun 2018 ke Gubernur NTT, kegiatan pembangunan jaringan air bersih di Kecamatan Ile Boleh juga tidak terakomodir dalam rancangan APBD 2018 Kabupaten Flores Timur.
Baca juga: Pengawasan dana desa jadi target Kejaksaan Tinggi NTT
"Namun dalam penyempurnaan hasil evaluasi Ranperda APBD Flores Timur 2018, anggaran Rp10 miliar dimasukkan kembali dengan alasan salah satu butir evaluasi Gubernur NTT untuk meningkatkan belanja modal sebesar 23 persen pada 2018," katanya.
"Karena itu tidak tepat anggaran sebesar ini dimasukkan dalam APBD 2018 karena item kegiatan tidak ada dalam dokumen KUA PPAS dan tidak terakomodir dalam rancangan APBD maupun evaluasi Gubernur NTT," ujarnya lagi.
Menurutnya, hal yang sama juga terjadi pada penganggaran untuk program peremajaan, pemangkasan, dan penjarangan jambu mete di Flores Timur dengan nilai anggaran yang tiba-tiba dimasukkan sekitar Rp5,5 miliar.
Untuk itu pihaknya meminta Kejati NTT untuk memeriksa TAPD dan Banggar DPRD Flores Timur terkait penganggaran proyek air bersih untuk masyarakat tersebut.
"Kami minta agar pihak Kejati NTT segera menelusuri penggunaan wewenang ini karena ada indikasi kuat adanya praktik korupsi yang merugikan masyarakat," katanya.
Pihaknya juga berharap Gubernur NTT memberikan perhatian serius terhadap evaluasi Ranperda APBD Kabupaten Flores Timur termasuk memastikan keterkaitan dan konsistensi antara perencanaan, pengangguran, pelaksanaan, dan evaluasi.
Baca juga: Sosialisasi pencegahan korupsi bagi dunia usaha di NTT
Baca juga: Korupsi di NTT didominasi pengadaan barang dan jasa
"Kami menduga kuat ada penyalahgunaan wewenang Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) dan Banggar DPRD kabupaten dalam penganggaran proyek air bersih di Flores Timur," kata Ketua Aliansi Mahasiswa Peduli Rakyat (Anmpera) Flores Timur Enjelbertus Boli, selaku koordinator massa aksi saat aksi unjuk rasa di Jl Polisi Militer, Kota Kupang, Kamis (29/8).
Ia mengatakan, dugaan ini terkait munculnya anggaran siluman dalam proyek air bersih di Kecamatan Ile Boleng, Pulau Adonara, dengan nilai sekitar Rp10 miliar lebih yang dimasukkan dalam rancangan APBD Kabupaten Flores Timur tahun 2018.
Padahal dalam rapat komisi gabungan DPRD setempat sebelumnya tidak menyetujui adanya anggaran ini yang bersumber dari dana alokasi umum (DAU) karena tidak didukung perencanaan teknis yang memadai dari instansi terkait.
Selanjutnya, dalam evaluasi Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) APBD Tahun 2018 ke Gubernur NTT, kegiatan pembangunan jaringan air bersih di Kecamatan Ile Boleh juga tidak terakomodir dalam rancangan APBD 2018 Kabupaten Flores Timur.
Baca juga: Pengawasan dana desa jadi target Kejaksaan Tinggi NTT
"Namun dalam penyempurnaan hasil evaluasi Ranperda APBD Flores Timur 2018, anggaran Rp10 miliar dimasukkan kembali dengan alasan salah satu butir evaluasi Gubernur NTT untuk meningkatkan belanja modal sebesar 23 persen pada 2018," katanya.
"Karena itu tidak tepat anggaran sebesar ini dimasukkan dalam APBD 2018 karena item kegiatan tidak ada dalam dokumen KUA PPAS dan tidak terakomodir dalam rancangan APBD maupun evaluasi Gubernur NTT," ujarnya lagi.
Menurutnya, hal yang sama juga terjadi pada penganggaran untuk program peremajaan, pemangkasan, dan penjarangan jambu mete di Flores Timur dengan nilai anggaran yang tiba-tiba dimasukkan sekitar Rp5,5 miliar.
Untuk itu pihaknya meminta Kejati NTT untuk memeriksa TAPD dan Banggar DPRD Flores Timur terkait penganggaran proyek air bersih untuk masyarakat tersebut.
"Kami minta agar pihak Kejati NTT segera menelusuri penggunaan wewenang ini karena ada indikasi kuat adanya praktik korupsi yang merugikan masyarakat," katanya.
Pihaknya juga berharap Gubernur NTT memberikan perhatian serius terhadap evaluasi Ranperda APBD Kabupaten Flores Timur termasuk memastikan keterkaitan dan konsistensi antara perencanaan, pengangguran, pelaksanaan, dan evaluasi.
Baca juga: Sosialisasi pencegahan korupsi bagi dunia usaha di NTT
Baca juga: Korupsi di NTT didominasi pengadaan barang dan jasa