Kupang (ANTARA) - Pengamat politik dari Universitas Muhammadiyah Kupang Dr Ahmad Atang, MSi mengatakan, pilkada asimetris bisa lebih diterima karena tidak menghapus pilkada langsung, dan juga dibuka ruang adanya pemilihan kepala daerah melalui DPRD.

"Gagasan Mendagri ini, menurut saya merupakan pemikiran jalan tengah untuk mengakomodir dua kutup wacana antara menghapus pemilu kepala daerah dan mempertahankan pemilu kepala daerah," kata Ahmad Atang kepada ANTARA di Kupang, Minggu (24/11).

Pemerintah melalui Mendagri Tito Karnavian memunculkan gagasan tentang pilkada asimetris. Sistem ini memungkinkan antara satu daerah dengan daerah lainnya memiliki mekanisme berbeda dalam memilih kepala daerah.

Gagasan sistem pilkada asimetris ini karena setiap daerah memiliki kondisi dan kualitas demokrasi yang berbeda. Bupati Karimun Aunur Rafiq berjabat tangan dengan Mendagri Tito Karnavian usai menerima penghargaan Swasti Saba. (ANTARA/HO-dokumentasi Humas Pemkab Karimun Pilkada asimetris yang dimaksud adalah sistem yang memungkinkan adanya perbedaan pelaksanaan mekanisme pilkada antardaerah.

Perbedaan tersebut bisa muncul dikarenakan suatu daerah memiliki karakteristik tertentu seperti kekhususan dalam aspek administrasi, budaya ataupun aspek strategis lainnya.

Misalnya, seperti di DKI Jakarta yang wali kota dan bupati tidak dipilih melalui Pilkada.

Hal tersebut dikarenakan status daerah tingkat II di DKI Jakarta bukanlah berstatus daerah otonom tetapi sebagai daerah pembantu.

Kondisi ini membuat posisi wali kota dan bupati ditentukan oleh gubernur dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).

Ahmad Atang mengatakan, dengan sistem pilkada asimetris bisa menjadi solusi politik berbiaya tinggi.

Menurut dia, gagasan ini merupakan pemikiran jalan tengah yang disodorkan pemerintah, untuk mengakomodir dua kutub, dimana ada yang menghendaki agar pemilukada dihapus karena berbagai alasan dan mempertahankan pemilukada.

Dia mengatakan, pilkada asimetris dapat dipastikan dengan memperhatikan kekhasan lokal yang menimbulkan pemborosan politik ekonomi biaya tinggi.

Selain memperhatikan adanya kerentanan terhadap eskalasi lokal menjadi pertimbangan untuk menetapkan daerah tersebut berlaku pilkada atau tidak dalam pemilihan kepala daerah.

"Hanya saja, mesti dibangun kriteria daerah mana saja yang memiliki kekhasan untuk tetap melaksanakan pilkada langsung, dan daerah mana saja yang pemilihan kepala daerahnya dikembalikan kepada DPRD," demikian Ahmad Atang. Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD menjawab pertanyaan wartawan di sela acara Forum Desentralisasi Asimetris Indonesia (Fordais) di Yogyakarta, Kamis (21/11/2019). (ANTARA FOTO/Luqman Hakim).

Pewarta : Bernadus Tokan
Editor : Laurensius Molan
Copyright © ANTARA 2024